31.1 C
Jakarta
Array

Cara Perempuan Mengetahui

Artikel Trending

Cara Perempuan Mengetahui
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pengetahuan sangat penting dalam kehidupan manusia. Lembaga pendidikan, baik formal maupun non formal, juga diadakan karena pentingnya pengetahuan. Al-Ilmu Nurun, ilmu adalah cahaya. Dengannya, hidup menjadi terang dan kita pun bisa melihat segala sesuatu dengan lebih jelas. Pengetahuan juga pendidikan itu bagaikan senjata. Dengannya kita bisa melindungi diri sendiri dan orang lain dari kezaliman dalam banyak bentuknya, terutama dari kezaliman dalam bentuk “rusa berbulu domba”, yakni yang terlihat seperti kebajikan.

Namun, cahaya dan senjata juga bisa berfungsi sebaliknya. Cahaya yang langsung disorot ke mata justru membuat kita silau dan tidak bisa melihat. Senjata yang diarahkan pada kita bisa sebaliknya berarti sesuatu yang mengerikan. Pertanyaannya adalah bagaimanakah perempuan memperoleh pengetahuan? Adakah pengetahuan yang mereka peroleh bagaikan cahaya yang menyinari atau justru membutakan? Bagaikan senjata yang membuatnya aman atau justru terancam?

Nah, Mary Belenky, Blythe Clinchy, Nancy Goldberger, Jill Tarule dari Ferris State University membuat sebuah penelitian terkait dengan hal ini. Hasilnya adalah teori “Women’s Ways of Knowing”. Menurut mereka, cara perempuan mengetahui terbagi menjadi 5 level, yaitu:

1. Diam (Silent). Pada tahap ini, perempuan memiliki ketergantungan total pada orang lain dalam memperoleh pengetahuan. Dia menghayati setiap kata sebagai senjata yang mengancam dirinya. Kata yang keluar dari pihak lain membuatnya terancam. Sebaliknya kata yang dia keluarkan pun bisa berbuah bentakan, tendangan, atau kekerasan lainnya. Perempuan dalam posisi ini, tidak punya pilihan lain kecuali diam dan mengerjakan apa yang pihak lain perintahkan. Hidupnya bagaikan robot yang kapan dan dengan cara apa bergerak sepenuhnya ditentukan oleh pihak lain. Perempuan dalam posisi ini sebetulnya tidak hanya a silent knower, melainkan a silenced knower. Seseorang yang dibungkam.

2. Pengetahuan Terterima (Received Knowledge). Pada tahap ini, perempuan menghayati pengetahuan sebagai kebenaran. Mereka menerima pengetahuan dari TV, Medsos, bangku kuliah, majlis ta’lim dll sebagai sesuatu yang selalu benar sehingga langsung mereproduksinya. Dengar langsung share! Tidak ada proses klarifikasi, apalagi refleksi. Ketika menerima informasi bahwa suami boleh memukul istri, lalu terjadi pada dirinya maka ia akan melihatnya sebagai sesuatu yang memang wajar dia alami.

3. Pengetahuan Subjektif (Subjective Knowledge). Pada tahap inilah perempuan mulai menghubungkan pengetahuan dengan hati dan pengalaman personalnya. Ketika menerima informasi tentang bolehnya suami memukul istri sebagai ajaran Islam, sedangkan ia meyakini bahwa Islam hanya mengajarkan kebaikan, maka ia mulai bertanya dalam hatinya: “Mengapa Islam yang mengajarkan kebaikan membolehkan suami memukul istri, bukankah memukul itu menyebabkan orang lain sakit dan itu tidak baik?” Pada tahap ini, perempuan mulai muncul daya kritisnya. Dia mulai mempertanyakan sesuatu yang menurutnya tidak logis, namun dia baru menyimpan pertanyaan tersebut untuk dirinya sendiri.

4. Pengetahuan Prosedural (Procedural Knowledge). Pada tahap ini, perempuan mulai menyandarkan pengetahuan pada prosedur objektif dan mulai mengomunikasikan pengetahuan. Dia mulai mencari pendapat lain tentang hal yang sama. Ketika muncul pertanyaan dalam dirinya tentang sebuah informasi, ia mulai tergerak untuk mencari pendapat lain. Sebuah pengetahuan mulai dibandingkan dengan pengetahuan lainnya. Ketika mendengar penjelasan bahwa suami boleh memukul istri, ia mungkin akan cari beberapa artikel, bahkan kitab tafsir, dan hadis. Mungkin pula ia mulai mengecek ayat terkait secara utuh, menghubungakan ayat tersebut dengan ayat tentang perkawinan yang sakinah, mawaddah, wa rahmah, atau bahkan dengan konsep Maqashidusy Syariah. Mungkin pula menghubungkan pula dengan hadis-hadis yang menjelaskan bahwa Rasulullah Saw tidak pernah memukul istri beliau dan hadis-hadis yang melarang memukul perempuan. Pada tahap ini perempuan mulai tidak percaya begitu saja pada sebuah pengetahuan dan mulai tergerak mencari sumber lain lalu menghubungkan dan mengomunikasikan satu sama lain.

5. Pengetahuan Kokoh (Constructed Knowledge). Pada tahap ini perempuan telah berada dalam posisi pengetahuan yang kokoh karena telah melakukan verifikasi atas pengetahuan yang didapatnya. Ia memandang semua pengetahuan secara kontekstual. Ia mulai menghargai strategi subjektif yang menghubungkan pengetahuan dengan pengalaman riil, maupun strategi objektif dengan melihat pengetahuan sebagai pengetahuan. Dua-duanya sama-sama penting. Baginya, validitas sebuah pengetahuan tidak lagi tergantung pada kedudukan maupun profesi seseorang, melainkan pada kekuatan argumentasinya. Pada tahap ini pula, perempuan telah mempunyai alasan kuat atas sebuah pengetahuan yang dipilihnya. Misalnya, memandang bahwa pemahaman atas an-Nisa/4:34 (pemahamannya loh yaa) yang menekankan bolehnya suami memukul istri tidaklah valid sebab spirit ayat tersebut justru jangan main pukul pada istri.

Tentu saja level cara perempuan mengetahui ini sangat dinamis. Seorang perempuan bisa jadi dalam sebuah isu sudah sampai level 4 bahkan 5. Namun, di isu lainnya bisa berada di isu 2 bahkan 1. Bisa pula dalam isu tertentu, seorang perempuan sudah sampai level 3 tapi karena sesuatu hal daya kritisnya mati atau dimatikan oleh pihak lain. Faktor internal seperti ikhtiyar perempuan dalam menemukan keragaman pengetahuan dan dalam meningkatkan keberanian turut mempengaruhi. Juga oleh faktor eksternal seperti rasa aman untuk mempunyai pendapat yang berbeda. Level cara perempuan mengetahui dapat membantu kita untuk melihat diri sendiri dan perempuan lain berada di level mana dan strategi apa untuk meningkatkannya.

Cara perempuan mengetahui adalah sebuah konstruk sosial. Artinya, ada ruang bagi perempuan untuk memproses diri sampai pada posisi tertinggi (level 5). Dalam era media sosial seperti sekarang, pengetahuan bergulir dan menyapa siapa saja tanpa peduli gendernya. Ini adalah peluang bagi perempuan karena ia mempunyai akses yang sama pada sumber pengetahuan dan informasi yang semakin terbuka.

Teori ini tentu saja tidak muncul di ruang kosong, melainkan merespon sistem patriarki yang ada di mana saja dan kapan saja. Sistem ini dicirikan dengan relasi kuasa yang timpang antara laki-laki dengan perempuan, di mana laki-laki dipersepsikan sebagai subyek tunggal atau minimal primer kehidupan. Karenanya, meskipun teori di atas berkaitan dengan cara perempuan mengetahui, namun ia bisa mewakili pihak manapun yang lebih lemah dalam sebuah relasi, termasuk laki-laki. Misalnya ketika mereka menjadi anak di hadapan orangtua, murid atau mahasiswa di hadapan guru atau dosen, sebagai staf di hadapan bos, dll.

Semoga pengetahuan yang kita miliki mampu menjadi cahaya yang tidak hanya menerangi hidup kita sendiri, tetapi juga hidup orang lain sebanyak-banyaknya, dan menjadi senjata yang bisa kita gunakan untuk melindungi diri sendiri dari kezaliman, menyelamatkan orang lain yang sedang dizalimi, dan bahkan untuk menghentikan pihak lain yang sedang melakukan kezaliman. Aamiin yra!

Wallahu A’lam,
Semarang, 20 Oktober 2019
Salam KGI,
Nur Rofiah

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru