29.9 C
Jakarta

Cara Artis Hijrah, Apakah Sudah Benar?

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanCara Artis Hijrah, Apakah Sudah Benar?
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Akhir-akhir ini banyak dijumpai beberapa artis yang hijrah. Mereka mengubah style berpakaian: dari pakaian serba terbuka berganti pakaian serba tertutup seperti pakaian jilbab dan gamis. Pertanyaannya, benarkah mengubah style pakaian itu termasuk bagian dari hijrah?

Kata hijrah sebenarnya bermakna pindah. Kata ini familiar pada mulanya untuk menggambarkan hijrah Nabi beserta sahabatnya dari Mekkah ke Madinah dan kemudian orang Mekkah ini disebut dengan muhajirin/orang-orang yang hijrah. Namun, yang ditekankan dalam hijrah ini bukan sebatas berpindah secara fisik, tetap revolusi hati dari tidak baik menjadi baik.

Mengubah style berpakaian itu sebenarnya belum bisa dikatakan hijrah. Karena, style berpakaian itu bukanlah syariat, melainkan budaya. Buktinya, tidak ada perintah wajib berpakaian hijab dan gamis. Tetapi, standar yang ditekankan dalam hijrah adalah ketakwaan hati. Tuhan berpesan bahwa orang yang paling mulia di sisi-Nya hanyalah orang yang bertakwa.

Menarik ditelusuri, apa itu takwa? Takwa adalah sikap ketaatan kepada Tuhan sebab pelakunya merasa selalu ada dalam pantauan-Nya. Orang yang bertakwa tidak bakal melakukan perbuatan yang merugikan orang lain, baik dengan lisan dan tangannya. Orang yang bertakwa persis seperti sabda Nabi: “Orang muslim yang sebenarnya adalah mereka yang menjaga lisan dan tangannya dari menyakiti orang lain.”

Melihat standar takwa tersebut jelas perbuatan ujaran kebencian dengan merendahkan, mengkafirkan, dan menyesatkan orang lain jelas bukanlah bagian dari takwa. Apalagi, aksi-aksi terorisme yang sangat membahayakan jiwa orang lain jelas bukan bagian dari takwa pula. Maka, tidak dapat dibenarkan jika ada sebagian oknum yang berdalih bahwa terorisme adalah jihad fi sabilillah.

BACA JUGA  Mengulik Model Lebaran Ketupat di Madura

Kembali ke persoalan hijrah tadi penting diperhatikan bahwa hijrah bukan hanya mengubah style berpakaian, tetapi yang paling penting adalah mengubah hati dari tidak baik menjadi baik. Mengubah hati jelas tidak mudah. Butuh waktu. Karena hati sebagaimana sebutannya “qalbu” suka berbolak-balik: kadang sekarang beriman, kadang besoknya membangkang.

Menjaga hati agar selamat dari sesuatu yang mengotorinya adalah membiasakan diri dengan berbaik sangka kepada Tuhan. Karena, Tuhan itu tergantung kepada prasangka hamba-Nya. Jika hamba-Nya melihat Tuhannya punya sifat kasih sayang, maka mereka akan menjadi hamba yang dihiasi dengan cinta dan kasih sayang.

Satu lagi, dalam hijrah hendaklah memiliki guru yang benar. Seseorang yang hijrahnya keliru, semisal hijrah di tangan guru yang pro-Wahabi, pasti orang ini selalu menentang aktivitas keagamaan yang tidak ada landasannya dalam nash. Ini sangat berbahaya. Hijrah semacam ini tidak bakal membumi, sehingga akan tersisihkan.

Maka, hijrah harus dipandu oleh guru yang benar. Paling tidak guru itu punya pemahaman ilmu agama yang luas dan mendalam. Sehingga, guru ini akan memberikan petunjuk hijrah yang terbuka berpikirnya. Orang yang hijrah tidak gampang menyesatkan dan mengkafirkan orang. Bahkan, orang ini sangat menjaga tangannya dari melakukan aksi-aksi terorisme.[] Shallallahu ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru