Harakatuna.com. Sana’a – Koalisi pimpinan Saudi melakukan serangan udara di Yaman pada Kamis waktu setempat. Komite Palang Merah Internasional mengatakan, sedikitnya 29 anak yang menjadi target bom saudi tewas dan 30 lainnya terluka.
Sementara itu, seperti dikutip dari BBC, Jumat (10/9/2018), Kementerian Kesehatan Yaman yang dijalankan oleh gerakan pemberontak Houthi menyebutkan korban tewas berjumlah 43 orang, sementara 61 orang lainnya terluka.
Jumalh korban masih terus dijumlahkan secara fluktuatif hingga saat ini. Semua data tentang korban dan kerugian pengeboman ibi akan dilaporkan ke publik melalui media nasional negara setempat.
Koalisi, yang mendukung pemerintah Yaman dalam perang melawan Houthi, menuturkan serangan udara itu adalah tindakan yang “sah”. Mereka bersikeras tidak pernah sengaja menargetkan warga sipil, tetapi kelompok hak asasi manusia telah menuduh mereka sebagai dalang pengeboman di pasar, sekolah, rumah sakit dan daerah pemukiman.
Sehingga dari itu, akibatnya mereka pemerintah Yaman dalam perang melawan Houthi merasa terbebani dengan tuduhan yang demikian itu. Namun demikian, pihak Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) merasa terpanggil untuk ikut serta dalam mengatasi masalah ini.
Sementara itu utusan khusus PBB yang baru untuk Yaman, mantan diplomat Inggris Martin Griffiths, berencana mengundang pihak yang bertikai ke Jenewa pada bulan September mendatang. Hal itu guna membahas kerangka kerja untuk negosiasi.
Martin Griffiths juga mengatakan kepada wartawan BBC, Lyse Doucet, bahwa jika konflik itu tidak terselesaikan, Yaman bisa hancur dan komunitas internasional dapat melihat wilayah yang lebih parah dari Suriah atau Suriah Plus di masa mendatang.
“Perang di Yaman akan menjadi lebih rumit, semakin lama berlangsung. Akan ada lebih banyak kepentingan internasional dan polarisasi…, akan lebih sulit untuk diselesaikan…”.