26.5 C
Jakarta

Bukti Politisasi ISIS Terhadap Dalil Khilafah (Bagian V)

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahBukti Politisasi ISIS Terhadap Dalil Khilafah (Bagian V)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Dalil-dalil agama masih sering dipolitisasi untuk “menembak” seseorang atau sekelompok orang. Bukan hanya dalam urusan agama, politisasi dalil-dalil agama (khilafah) kerap terjadi dalam dunia politik hingga dunia bisnis. Salah satu contoh politisasi dalam dunia bisnis yaitu, ketika seorang penjual terong di sudut pasar di Timur Tengah berteriak bahwa terong adalah obat bagi segala penyakit. Ia termotivasi dari hadis keutamaan madu yang berbunyi “al-Asalu da’u Kulli dawa’ (madu mengobati berbagai macam penyakit). Penjual terong tersebut mengatakan:

“Wahai para pengunjung pasar, kemarilah membeli terongku, Rasulullah SAW pernah bersabda: Al-Bazinjan da’u kulli dawa’ (terong adalah obat berbagai macam penyakit).” Dengan iming-iming dalil ini, dagangan penjual terong tersebut menjadi laris manis. Bahkan dalam hitungan jam, terong itu habis tak tersisa.

Dari kisah tersebut menunjukkan bahwa begitu gampang orang mencapai sasarannya dengan polesan dalil-dalil agama. Yang paling menyedihkan adalah kalimat-kalimat suci diucapkan untuk mengeksekusi secara kejam orang-orang yang dianggap musuhnya. Seperti halnya, kita saksikan di media-media sosial tentang perlakuan ISIS terhadap tawanan perangnya.

ISIS dan Politisasi Dalil Khilafah

Dalil agama, sejatinya digunakan untuk merubah perkara batil (salah) menjadi haq (benar). Namun, ISIS mempolitisasi dalil-dalil agama sesuai kebutuhannya untuk memproduksi kejahatan. Hal ini menjadi bukti dari perkataan Imam Ali bin Abu Thalib, ia mengatakan “kalimatu al-haqqi urida biha al-bathil (perkataan benar tapi dimaksudkan untuk keburukan).

Berbicara masalah ISIS atau Islamic State of Iraq and Syria, tentu tidak lepas dari perkara khilafah. Karena itu, selain ISIS suka mengakafir-kafirkan orang lain, aliran ini juga merupakan kelompok yang selalu menggembor-gemborkan kewajiban khilafah. Kapan pun dan dimana pun, misi ISIS untuk mendirikan khilafah harus ditegakkan. Mereka menganggap khilafah itu wajib, karena berpedoman terhadap hadis yang di riwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Umar yang berbunyi:

عن ابن عمرعن النبى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أنه قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رعيته وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ ألا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Dari Ibn umar R.A, dari Nabi SAW. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin atas anggota keluarganya dan akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang istri adalah pemimpin atas rumah tangga dan anak-anaknya dan akan ditanya perihal tanggung jawabnya. Seorang pembantu/pekerja rumah tangga adalah bertugas memelihara barang milik majikannya dan akan ditanya atas pertanggungjawabannya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal-hal yang dipimpinnya.”(HR.Muslim).

BACA JUGA  Politik Identitas dan Politik Dinasti: Dua Isu Besar dalam Pemilu 2024

Hadis tersebut sudah sangat jelas menerangkan tentang kepemimpinan setiap orang muslim dalam berbagai posisi dan tingkatannya. Mulai dari tingkatan pemimpin rakyat sampai tingkatan pemimpin terhadap diri sendiri. Semua orang pasti memiliki tanggung jawab dan akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT atas kepemimpinannya kelak di akhirat. Namun, ISIS mempolitisasi makna hadis itu dan menganggap bahwa konstruksi kepemimpinan (ra’i) yang dimaksud adalah mencakup kepemimpinan politik dan agama (khilafah). Tentu penafsiran mereka keliru.

Kadar Penafsiran ISIS

ISIS memahami khilafah sebagai model kepemimpinan yang wajib dan sah secara ekslusif. Karena itu, khilafah merupakan tradisi Ibrahim (millah Ibrahim). Bahkan, untuk menguatkan hujjah-nya, ISIS juga mengutip perkataan sahabat Umar bin Khattab tentang keharusan mendirikan pemerintahan, “Tidak ada Islam tanpa jamaah, tidak ada jamaah tanpa ‘imarah (kepemimpinan), dan tidak ada kepemimpinan tanpa ketaatan”.

Konsekuensinya, hadis ini berisi kewajiban serta tanggung jawab untuk mendirikan khilafah (imamah al-kubra) bagi pihak yang mampu menjalankan syariat. Dalam majalah ISIS (majalah Dabiq) pada edisi pertama menjelaskan, bahwa penafsiran ini disandarkan pada anggapan bahwa tafsir kata “kepemimpinan” dengan menggunakan pemaknaan dari sisi politis dan agama tidaklah bertentangan. Oleh karena itu, ISIS membenarkan penafsiran tersebut serta mengamalkannya.

Padahal, para muhaddits (ahli hadis) seperti Imam Bukhari dan Imam Muslim menafsirkan hadis tersebut dengan pertanggungjawaban seorang muslim kelak, selama hidup di dunia, baik secara individu maupun secara kepemimpinannya. Kepemimpinan tersebut tidaklah bersifat politik atau agama (khilafah), melainkan kepemimpinan yang mengarah kepada tanggung jawab bagi setiap manusia.

Dari sini, dapat dipahami bahwa, ISIS dengan berbekal pada penafsiran ala kadarnya itu mengira bahwa orang muslim harus bersatu di bawah satu kepemimpinan tunggal untuk menerapkan syariat Allah. Dan bagi mereka, hanya mereka saja yang sangat pantas untuk mewarisi tradisi Ibrahim ini. Yakni menjadi pemimpin untuk seluruh orang muslim. Klaim ini didasarkan pada anggapan bahwa, hingga saat ini, hanya mereka saja yang mampu secara maksimal menerapkan syariat Allah. Wal iyadzu billah!

Ridwan Bahrudin
Ridwan Bahrudin
Alumni Universitas Al al-Bayt Yordania dan UIN Jakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru