32.9 C
Jakarta

Bukti HTI Menutupi Fakta dan Manipulasi Sejarah

Artikel Trending

KhazanahOpiniBukti HTI Menutupi Fakta dan Manipulasi Sejarah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Penerapan suatu norma dalam hukum normatif kenegaraan selalu berkonsekuensi pada sanksi hukum atas pelanggaran. Jika syariah diterapkan di suatu negara, maka pertanyaannya nanti adalah: Syariah versi kelompok mana? Sementara setiap kelompok mengklaim versinya-lah yang paling benar mengikuti ajaran Rasulullah SAW. Pakai versi salah satu, yangg lain tidak terima. Pakai semua, semua tidak terima. Dicampuraduk, semua juga tidak terima. Karena masing-masing punya keyakinan kuat. Di sinilah kemudian muncul perpecahan.

Contoh, beberapa waktu lalu, HTI bersatukata dengan beberapa kelompok yang menganggap berbagai amaliah NU bid’ah. NU tidak terima. Melawan. Sekarang strategi HTI mulai ganti haluan. Sebagian anggota mereka yang taqiyah, menyusup/menyamar di kawasan NU diperintahkan agar mulai mau mengikuti amaliah nahdliyah, untuk mengambil hati kaum nahdliyin. Ganti kaum wahabi dan yang sefaham dengannya tidak terima. Saling tidak terima ini tidak membawa konsekuensi pertumpahan darah di Indonesia hari ini, karena sistem Indonesia bukan syari’ah.

Jika yang dipakai adalah sistem syari’ah ‘ala minhajin-nubuwwah, sesuai pemahaman mereka yang mengharamkan tahlil, ziarah kubur, maulidan, dll, misalnya, maka larangan tahlil dll itu akan masuk dalam KUHP (atau sebutan lainnya), dalam pasal, sebagai perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum, karena secara syar’i telah mereka hukumi sebagai hal yang haram. Ada konsekuensi pidananya. Bisa penjara atau yang lain. Bisa diterimakah oleh NU? Tentu tidak. Dan tentu perlawanannya tidak sekedar wacana. Karena, siapa yang mau jutaan warga/umatnya dipenjara karena melaksanakan hal yang diyakini sebagai kebenaran? Tentu angkat senjata. Apakah kurang jelas, contoh riil dari Afghanistan?

2-

Mereka memuji Hadratus-Syaikh KHM Hasyim Asy’ari yang “…menyerukan jihad untuk menolak kedatangan pasukan Belanda yang hendak merampas kemerdekaan Indonesia yang belum lama diproklamasikan tahun 1945”. Ini aneh, karena HTI sampai hari ini menganggap Indonesia yang diproklamirkan tahun 1945 adalah tidak sah karena tidak mengakui khilafah dan sistem yang dipakai adalah sistem taghut. Bagaimana mungkin HTI menilai Mbah Hasyim yang berjuang mempertahankan negara dan sistem yang dianggap taghut oleh HTI, sebagai penyeru jihad? Mempertahankan negara dan sistem taghut (menurut HTI) kok dipuji berjihad (oleh HTI)? Logika orang dengan tingkat kecerdasan macam apa ini?

3-

HTI menuduh Indonesia menerapkan sistem sekular-kapitalis-liberal. Benarkah? Jika Indonesia secara sistem politik sekuler, tidak akan ada yang namanya Departemen Agama/Kementerian Agama. Jika Indonesia menganut sistem ekonomi Kapitalis, tidak akan ada kementerian Koperasi karena Koperasi adalah salah satu sistem antitesisnya kapitalisme. Jika Indonesia menganut liberalisme, tidak akan ada regulasi tentang pendidikan karakter dsb.

Lalu Indonesia pakai apa? Pakai Pancasila! Sistem apapun yang datang dari luar, baru bisa dipakai jika tidak bertentangan dengan Pancasila. Harus diindonesiakan; di-pancasila-kan. Karena Pancasila adalah kristalisasi peradaban Indonesia, dan menurut para ulama NU sejak sebelum zaman berdirinya Indonesia tahun 1945, sudah bermufakat (ijma’) bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan syari’ah Islam.

Dangkal dan memalukan sebagaimana tudingan Ismail Yusanto-kah pemikiran dan keputusan Hadratusy-Syaikh KHM Hasyim dan para ulama NU, yang mengedepankan kesatuan bangsa ketika memerintahkan KHA Wahid Hasyim selaku delegasi NU di Tim 9 perumus Konstitusi untuk mencoret tujuh kata dari piagam Jakarta? Beraninya Ismail bocah Trenggalek itu menuduh Hadratusy-Syaikh dan para ulama generasi pertama NU sebagai orang-orang yang memiliki kedangkalan berpikir yang memalukan!

BACA JUGA  Memahami Toleransi Beragama dalam Kerangka Filsafat Politik Abad Pertengahan

4-

HTI berkoar bahwa orang-orang selain HTI yang cinta Indonesia menggerogoti pilar-pilar penting tegaknya kedaulatan. Termasuk Jam’iyyah NU/PBNU-kah yang mereka tuding? Tindakan NU mendorong Pemerintah bersikap tegas terhadap Freeport dianggap apa oleh HTI? Itu hanya salah satu contoh.

Contoh lain, penolakan NU dan warganya, untuk tidak mau tunduk pada konspirasi farmasi dunia, yang ingin memasukkan produk obat penenang ke Indonesia, tapi terhalang penenang lain yang bernama rokok kretek, adalah juga bentuk perlawanan, di saat kelompok Islam lain justru mendapat kucuran dana milyaran rupiah dari pihak asing tersebut untuk mengadakan riset-riset dan kegiatan yang berujung pada fatwa haramnya rokok.

HTI mungkin hendak mengaburkan fakta, atau mungkin memang belum faham, belum tahu, bahwa berbagai persoalan bangsa ini bukan hanya karena faktor internal, melainkan juga ada berbagai campurtangan kepentingan asing yang saling bertarung memperebutkan Indonesia, sebagaimana disampaikan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo beberapa waktu lalu. Bahwa berbagai kekuatan sekarang mulai bergerak ke arah equator (khatulistiwa) untuk menguasai produksi pangan. Gerakan mereka antara lain disusupkan lewat berbagai ormas dan organisaai radikal. Kenapa mereka mendekati Khatulistiwa? Karena 50-an tahun yang akan datang penguasa pangan adalah pengendali dunia!

HTI yang merupakan kepanjangan/perwakilan/bagian dari organisasi internasional, Hizbut Tahrir (HT), yang berpusat di sebuah bank sekuler di negara sekuler (Inggris), mestinya tahu hal ini. Tapi kenapa mereka selalu hanya menyalahkan anak bangsa yang cinta tanah air ini?

Ada apa dengan HTI? Kalau Indonesia diterpa masalah (dan masih dalam tahap penyelesaian) dianggap karena tidak menerapkan hukum syari’ah, lalu sudah bersyariahkah Jepang yang kaya raya dan cerdas-cerdas itu sehingga mencapai kejayaan? Sudah bersyariahkan Norwegia sehingga menjadi negara dengan indeks kebahagiaan tertinggi di dunia?

Kau bilang cinta Indonesia? Ya! Kau, HTI, mencintai Indonesia sebagai barang yang hendak kau jarah tapi kau lalu marah karena ada yang lebih dahulu menjarah.

Tapi kami, kami mencintainya sebagai Ibu Pertiwi kami, sebagai Bapak Angkasa kami. Apa adanya. Setulusnya. Karang terjal hari ini memang kami hadapi. Tapi bukan jurang, apalagi jurang kehancuran.

Dan akan kami hadapi kalian dengan sepenuh jiwa dan kekuatan, jika kalian masih saja menghina ijtihad jama’i para ulama ‘arif-billah ‘alim allaamah pendahulu kami tentang finalnya Pancasila dan NKRI sebagai yang terbaik bagi negeri ini.

Kita di muka bumi ini diutus menjadi kholifah bukan khilafah, emangnya kalau sudah menjadi Negara Islam terus aman nyaman apa, Rosul tidak pernah menghendaki negara Islam /darul Islam tapi beliau menghendaki Darussalam Negara yang Cinta Damai (Dewi Hazal)

 

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru