31.2 C
Jakarta

Budaya Hoaks dan Monsterisasi Agama

Artikel Trending

Milenial IslamBudaya Hoaks dan Monsterisasi Agama
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Arus deras hoaks telah memuncak di negeri ini, musim berita bohong tidak dapat dinafikan dalam kehidupan sehari-hari. Terkadang kita sendiri termakan isu hoaks meski donimasi kualitas keimanannya begitu tinggi, ironi di tengah perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan malah dimanfaatkan oleh pelaku penyebaran berita yang tidak akurat sumbernya dari mana.

Realita kebencian semakin tampak di depan mata umat beragama akibat hoaks merajalela di dunia maya. Kemunculannya kerapkali merusak pola pikir umat yang rasional (reasonable), sehingga pemikiran kita tidak lagi objektif dan sehat dalam merespon, serta menilai persoalan apapun yang terjadi.

Hoaks tergolong terror melalui fitnah atau pesan-pesan yang tidak ada kebenarannya. Oleh karenanya, tindakan tersebut hanya menabur ketakutan di tengah-tengah masyarakat. Begitu mudah umat beragama terdoktrin hoaks yang sumber informasinya tidak didasarkan pada etika dan moral.

Dilansir kominfo.go.id pada tahun 2019, 771 hoaks berhasil diidentifikasi Kemkominfo, sedangkan pada tahun 2020, 242 konten hoaks menurut laporan tersebut. Dalam konteks ini, hoaks yang memuat ulasan wacana-wacana keagamaan terbukti memicu api permusuhan dan kebencian.

Menebar hoaks seolah-olah menjadi kebanggaan dan kebiasaan sehari-hari masyarakat, perbuatannya dapat kita anggap budaya. Di mana budaya adalah kebiasaan yang telah rutin teraplikasi dalam kehidupan masyarakat digital, sungguh alangkah sempitnya kebenaran untuk dibuktikan.

Di sisi lain, dorongan hoaks ini tidak lepas dari media sosial yang mengalami peningkatan. Seperti dilansir kanal youtube official news update, sebuah kolom yang kita jumpai berisi konten-konten hoaks dan membangun narasi publik tentang bagaimana pengembangan konsep ideologi takfiri.

Pada salah satu topik terkait “Luhut Panjaitan Ancam Rakyat” cenderung membangun narasi ekstrem-radikal. Sebab itu, mereka beranggapan. Kekuasaan pemerintah dipegang orang-orang kafir, bahkan men-agung-agungkan Habib Riziek Shihab harus melawan kedzaliman dan ketidakadilan.

Sebagai umat beragama kita terjebak atas pesta hoaks besar-besaran, inilah suatu dampak negatif teknologi ketika tidak mampu dikendalikan oleh wawasan ataupun ilmu, maka yang muncul bukanlah kebenaran. Tetapi, justru malah potensial mendatangkan bencana kebohongan dan kehancuran.

Islam Melawan Budaya Hoaks

Darurat hoaks adalah relitas yang cukup sering kita temukan, selaras dengan penelitian Lailatul Utiya Choirroh (2017) menuturkan. Bahwa “penggunaan komputer sebagai media untuk melakukan kejahatan memiliki tingkat kesulitan tersendiri dalam pembuktiannya. Hal ini dikarenakan komputer sebagai media memiliki karakteristik tersendiri atau berbeda dengan kejahatan konvensional yang dilakukan tanpa komputer.”

Hoaks merupakan fitnah yang dapat dikategorikan kejahatan yang lebih kejam daripada pembunuhan. Hal ini dapat kita tengok sejarah ketika istri Nabi Muhammad Saw, Aisyah r.a. mengalami hal serupa yaitu hoaks atau fitnah yang menimpa akhbar tentang dirinya kala itu dituduh selingkuh bersama pria lain.

BACA JUGA  Guyub Politik: Manifesting Nasionalisme yang Harus Diteladani

Sejarah telah menempatkan kebenaran akan terbukti setelah kebohongan itu terungkap. Di mana agama menjadi sumber pengamalan moral dan etika setiap umat beragama. Terutama umat Islam untuk tidak mencela/menfitnah orang lain tanpa ada fakta dan bukti yang seterang cahaya matahari.

Tidak ada satu pun agama yang membenarkan hoaks atau fitnah itu, sebaliknya, agama menuntun kita kepada kebenaran. Yang harus menjadi batu pijakan dalam setiap ingin menerima informasi, sehingga tidak mudah termanipulasi oleh sentuhan-sentuhan fitnah yang sifatnya membawa pesan provokatif.

Pun ditambah lagi maraknya isu virus corona yang dikait-kaitkan dengan ajaran agama. Di sinilah, hasutan dan kebencian bertumbuh diakibatkan hoaks yang merajalela hingga membentuk karakter dan pola pikir umat Islam semakin mementingkan sikap ego dan terjadi monsterisasi agama.

Dengan demikian, setiap hoaks yang pelakunya oknum muslim telah mengotori citra agama Islam itu sendiri. Padahal, hadits Nabi bersabda yang artinya. Fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan, substansi agama tersebut cenderung kita langgar. Sehingga dapat menghidupkan budaya kebohongan.

Islam membuktikan sejarah itu membuka tabir-tabir kebenaran yang menjadi pelajaran bagi umat muslim. Di Indonesia, parameter hoaks masih tinggi. Maka dari itu, perlu peran dan sinergitas umat Islam dengan umat agama lain dalam rangka melawan dan menangkal hoaks yang telah membudaya.

Langkah Strategis

Dilansir m.kbr.id, Centre for European Policy Studies (CEPS) melaporkan setiap negara luar memiliki kebijakan dan jurus yang berbeda dalam menangkal hoaks. Seperti halnya, Jerman, Filpina, Malasyia, Kanada, Indonesia, dll. Di Indonesia, kini penebar hoaks telah dianggap teroris.

Kebijakan pemerintah adalah langkah yang sangat strategis untuk memerangi hoaks. Di sisi lain, hal itu dapat berdampak buruk terhadap proses penegakan hukum tindak pidana ITE apabila orang yang ditangkap tidak didasarkan kepada alat bukti yang akurat dan dalil-dalil hukum yang kuat.

Pada hemat penulis, kebohongan (hoaks) hanya dapat dibuktikan oleh kebenaran, sebab kebenaran itu hanya datang dari sejarah. Sebagaimana [Q.S al-An’am/6: 116]. “Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang yang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan.”

Quraish Shihab (2018) menafsirkan bahwa ayat tersebut seakan-akan menyatakan jika engkau wahai Nabi Muhammad Saw. Mengikuti tuntunan kitab suci ini, maka engkau akan memperoleh petunjuk ke jalan yang lurus dan jika engkau menuruti saran dan cara hidup kebanyakan manusia yang berada di muka bumi ini.

Langkah pemerintah menangkal hoaks merupakan garis perjuangan negara dan agama, sehingga negeri ini terbebas dari belenggu kabut kebohongan yang menyelimuti awan kebenaran. Alhasil, kebenaran itu menjadi penerang setiap umat yang ingin menuju pintu kebajikan. #StopHoaks

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru