29.1 C
Jakarta

Bom Gereja Katedral dan Pentingnya Critical Thinking dalam Beragama

Artikel Trending

KhazanahOpiniBom Gereja Katedral dan Pentingnya Critical Thinking dalam Beragama
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sebagai manusia, bagaimana perasaan Tuan dan Puan, ketika melihat aksi tetor bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Katedral Makassar dan/atau di Mabes Polri baru-baru ini? Kalau Tuan dan Puan sama sekali tak punya rasa geram atau bahkan mengecam keras aksi teror itu, saya pastikan beragama Anda kini sedang bermasalah.

Pasalnya, agama apapun itu, mengajarkan tentang cinta dan kasih sayang. Tidak hanya kepada segolongan saja, melainkan kepada sesama makhluk seluruh alam semesta ini, tanpa terkecuali. Saya kira, hal ini selaras dengan apa yang telah disampaikan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, bahwa bom bunuh diri tindakan keji yang menodai ketenangan hidup bermasyarakat dan jauh dari ajaran agama.

Nah, terlepas itu semua, atau bahkan kita tahu banyak sekali dalil-dalil Al-Qur’an maupun hadis yang melarang keras aksi terorisme, saya jadi teringat apa yang telah M. Fauzi Sukri sampaikan bahwa bom bunuh diri adalah ekspresi teologi kematian yang sombong/takabur.

Bom bunuh diri selalu terkait dengan janji Tuhan. Dalam kematian ini, dalam iman pelaku bom bunuh diri, Tuhan tampak sebagai angka-angka dalam perhitungan matematis: kepastian penuh, sebagaimana satu tambah satu pasti dua. Tuhan bukan sebagai Dzat yang maha dalam segala hal.

Melihat berbagai pandangan demikian itu, hemat saya bahwa, teroris adalah manusia yang salah kaprah dalam beragama. Sebab, ia sama sekali tak punya critical thinking (pikiran kritis) dalam beragama. Bahkan menurut saya malah justru teroris menjadi manusia yang cenderung dungu dan goblok murokab. Kenapa?

Dia sama sekali tidak tahu, bahwa, hakikat hidup adalah saling mencintai, yang itu harus dijunjung tinggi. Juga dia tidak tahu soal surga dan neraga itu sebenarnya adalah hak prerogatif Tuhan sepenuhnya.

Membunuh massal denga bom, lalu dianggapnya sebagai jihad dan masuk surga. Itu sangat tolol sekali.

Maka, kiranya demikian, kita sebagai manusia yang diberi pikiran yang amat spesial dari Tuhan. Critical thinking menjadi keharusan kita dalam menjalani kehidupan, khususnya dalam beragama.

Pentingnya Critical Thinking dalam Beragama

Kalau saya boleh menegaskan, bahwa Critical Thinking atau berpikir kritis ini seharusnya menjadi sebuah ciri dalam beragama, baik itu di dalam agama Kristen, Yahudi, maupun Islam sendiri.

Kenapa? Oke, saya bertanya, apakah Tuan dan Puan tidak ingat, bahwa berpikir kritis itu sebenarnya sudah Nabi Ibrahim AS contohkan. Al-Qur’an mengisahkan dengan detail bagaimana Nabi Ibrahim itu sangat kritis. Misalnya dalam memandang perkara-perkara ketuhanan.

BACA JUGA  Memaknai Toleransi Beragama dan Menyudahi Radikalisme

Kristisnya Nabi Ibrahim dulu begini kira-kira, ada orang nyembah matahari, kemudian kata nabi Ibrahim, kalau kamu nyembah matahari siang doang malamnya kemana Tuhan kamu? Oiya, saya nyembah bintang dan bulan saja, kemudian kalau nyembah bintang dan bulan, siangnya kemana Tuhan kamu, atau siapa yang melindungi kamu? Oiya sudah, kalau begitu, saya nyembah bintang, bulan dan matahari, masa Tuhan ada dua? Lalu, pengambil keputusan utamanya siapa?

Jadi, hal itu sebenarnya, nabi Ibrahim AS mengajak orang untuk menjadi kritis. Tentang ketuhanan, tentang keberagamaan, dan tentang segala sesuatu terkait dengan agama. Maka, kalau nilai kritis itu sudah hilang dari agama atau dalam beragama kita. Pasti fondasi utama agama baik itu Kristen, Yahudi, maupun Islam sendiri akan hilang.

Kalau cara berpikir kiritis ini kita tuangkan ke dalam aksi terorisme bunuh diri di depan Gereja Katedral itu misalnya, pastilah Tuan dan Puan menganalisis aksi itu lebih dalam, dan akan menyimpulkan bahwa aksi itu benar-benar tidak ada baiknya sama sekali, aksi itu merusak tatanan kehidupan manusia, aksi itu merusak citra agama yang cinta damai, kasih sayang sesama makhluk seluruhnya.

Menghindari Kekacauan

Oleh sebab itu, ketika berpikir kritis ini hilang dari diri Tuan dan Puan semua, pasti semuanya akan salah dalam beragama. Percekcokan, peperangan, atau aksi-aksi kejahatan lainya akan berdatangan, sehingga kencuran pun akan merenggut semuanya.

Sebagai pungkasan, mari kita tetap jaga critical thinking atau berpikir kritis ini dalam tradisi berkehidupan atau beragama kita. Khususnya di Indonesia. Sebab, tidak hanya aksi teroris bom bunuh diri itu saja yang harus kita pandang dengan pikiran kritis. Jernih, terukur dengan dasar agama Islam yakni Al-Qur’an dan hadis. Melainkan kita juga harus menadang kritis bagaimana nuansa dan corak kehidupan beragama di Indonesia kini.

Betapa banyak, manusia yang mengklaim sebagai stad atau ahli agama. Tetapi malah mereka justru kerap kali menebarkan sikap-sikap intoleransi, kekerasan dan sikap-sikap ekstrem dalam beragama, yang kerap juga mengarah pada kejahatan, peperangan antar golongan, agama atau malah dalam satu agama sendiri. Inilah yang juga harus kita sikapi dengan berpikir kritis, agar kedamaian tetap tercipta dan terjaga.

Rojif Mualim
Rojif Mualim
Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru