Manusia terlahir dalam keadaan fitrah, suci bak tabularasa. Sedangkan, yang memberikan warna adalah lingkungan di mana manusia itu hidup. Manusia yang hidup di tengah-tengah lingkungan yang berbudi pekerti, maka mereka akan berkembang menjadi pribadi yang mulia.
Sebaliknya, manusia yang hidup di tengah-tengah orang yang picik, akan terpengaruh menjadi pribadi yang picik pula. Manusia memang tidak akan selamanya baik tanpa secercah kesalahan. Itu mustahil.
Manusia—sebagaimana terekam dalam adagium populer—adalah tempat salah dan lupa. Manusia akan pasti pernah melakukan kesalahan karena ia makhluk pelupa. Sehingga, mereka diperintahkan untuk menyesali kesalahannya.
Menyesali kesalahan adalah cara manusia bertaubat. Bertaubat itu merupakan perintah Tuhan. Lantas, masihkah ada kesempatan bagi radikalisme untuk bertaubat? Tonton video ini.