29 C
Jakarta

Berhati-hatilah terhadap Fitnah Media

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanBerhati-hatilah terhadap Fitnah Media
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Jika Anda belajar sejarah perkembangan hadis Rasulullah Saw., pasti Anda akan dipertemukan dengan hadis palsu atau dalam istilah di pesantren dikenal dengan sebutan “hadits mawdhu’”. Hadis mawdhu’ muncul disebabkan beberapa mutif. Salah satunya, berkemauan mendapatkan pujian dari raja atau presiden, sehingga dibuatlah sebuah kalimat yang dimirip-miripkan dengan hadis dan kemudian diklaim hadis dengan cara disandarkan kepada Rasulullah Saw.

Kemunculan dan tersebarnya hadis mawdhu’ mampu mencuri perhatian banyak orang. Sebab, hadis yang menempati posisi kedua setelah Al-Qur’an sebagai rujukan paling absah akan sangat mudah menyesatkan siapapun yang terjebak mempercayainya sebagai hadis yang shahih dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang akan dibuat tidak sadar berada dalam kebohongan atau hoaks. Sehingga, harapan mendapatkan petunjuk (hudan) tertukar dengan kesesatan (dhalal).

Sesuai kecenderungannya, kemunculan hadis mawdhu’ yang disebabkan kepentingan politik semakin ke depan semakin merajalela. Tak sedikit hoaks (mawdhu’) bertebaran di media sosial. Tentu, semua itu kembali kepada persoalan politik. Salah satu media yang mulai, bahkan sudah dari kemarin, menyebarkan berita hoaks adalah youtube Official News Update. Pada sebuah postingan yang bertajuk Berita Terkini – Biadap! Luhut Ancam Rakyat Jika Melawan, Bukti Indonesia Milik Luhut Panjaitan, media ini menfitnah Luhut sebagai pemerintah yang bersikap otoriter di tengah rakyat. Sehingga, sebuah pepatah “Suara rakyat, suara Tuhan” dianggap tidak berlaku bagi Luhut.

Saya coba tonton video di media tersebut sampai habis, berita yang disuguhkan tidak akurat. Ketidakakuratan berita ini terlihat dari sikap medianya yang langsung mengklaim tanpa melihat kronologis atau motivasi di balik tindakan Luhut. Franz Magnis Suseno menyebutkan, bahwa sikap seseorang yang sebenarnya hendaknya dilihat dari motivasinya (niatnya) dalam melakukan sesuatu. Selain itu, media ini tidak menghadirkan data langsung dari Luhut. Kesan yang saya dapatkan adalah media ini hanya ingin memfitnah saja.

Fitnah itu dalam agama Islam seringkali dipahami dengan adu domba. Dari Abdullah Ibn Mas’ud, sesungguhnya Muhammad berkata: Maukah kuberitahukan kepada kalian apa itu “al-adhhu”? Itulah namimah atau adu domba, yakni perbuatan menyebarkan berita untuk merusak hubungan di antara sesama manusia. Lebih dari itu, Imam an-Nawawi menambahkan: Para ulama menjelaskan namimah atau adu domba adalah menyampaikan perkataan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan di antara mereka.

Tujuan mengadu domba dan memperkeruh suasana benar-benar terlihat dari komentar video yang menfitnah Luhut. Semisal, “Hati-hati, rakyat lebih ganas, pak, dari pemerintah. Rakyat bisa nurunin pemerintah yang nggak benar. Ini rakyat Indonesia loh. Kalau rakyat Indonesia sudah gerah, bahaya, pak.” Komentar ini mulai termakan fitnah. Mungkin, komentator belum menyadari. Bahkan, ada komentar yang jauh lebih tragis. Begini bunyinya, “Semoga Luhut mati diserang Covid-19! Amin.” Komentar ini bukan memberikan solusi, malah mendoakan yang jelek. Komentar yang serupa juga disampaikan, “Ya Allah, panjangkan umurku ya Allah. Aku ingin melihat matinya orang biadab ini.”

BACA JUGA  Mewaspadai Aksi-aksi Terorisme pada Tahun Baru

Fitnah dan adu domba memang lebih mudah menghipnotis siapapun. Sehingga, mereka yang tidak berhati-hati mengonsumsi berita akan sangat mudah terjebak. Karena itu, Allah memberikan solusi bagi siapapun yang menerima berita: Jika datang kepadamu orang fasik membawa berita penting, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpa suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. al-Hujurat/49: 6). Memeriksa berita, sebagaimana disebutkan dalam ayat ini, adalah cara paling jitu untuk selamat dari kemakan berita hoaks.

Memeriksa berita bisa dilakukan dengan beberapa langkah: Pertama, lihat siapa atau media apa yang menyampaikan berita itu. Jika berita itu bersumber dari media yang tidak objektif (fasiq), maka hindari, karena berita itu kemungkinan mendekati bohongan. Kedua, perhatikan kevalidan datanya. Data yang sesungguhnya hendaknya didapatkan dari orang pertama (orang yang diberitakan) atau dari orang kedua (orang terdekat atau teman sejawat). Ketiga, perhatikan berita itu provokatif atau tidak. Berita yang provokatif itu pasti berita bohongan. Ciri-ciri berita provokatif adalah mengadu domba, menfitnah, dan merusak persatuan.

Kembali kepada berita yang menfitnah Luhut tadi, jelas berita itu disampaikan oleh pihak yang tidak suka pemerintah. Mereka melihat pemerintah bukan dengan kaca mata yang terbuka, tapi dengan kaca mata tertutup. Sehingga, yang terlihat hanya keburukannya saja. Sementara, kebaikannya diabaikan. Padahal, dalam diri manusia terdapat sisi kebaikan dan sisi keburukan. Sebuah pesan dari band Noah untuk bersikap bijak, “Lihat aku dari sisi yang lain.”[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru