30.1 C
Jakarta

Benarkah Rasulullah Pernah Lupa?

Artikel Trending

Asas-asas IslamSirah NabawiyahBenarkah Rasulullah Pernah Lupa?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Salah satu gaya bahasa arab dalam mengungkapkan sosok manusia adalah al-insan. Sebuah kata yang berasal dari  نَسِيَ-يَنْسَي-نِسْيَانًاbermakna lupa atau tidak mengingat sesuatu. Itulah sebabnya mengapa manusia selalu dieratkan dengan dua sifat yang niscaya, yaitu kesalahan dan kelupaan.

Kendati demikian keniscayaan yang seharusnya disadari sebagai sifat yang melekat, dalam menilai kepribadian seseorang terkadang predikat terburuk dengan mudah dilontarkan kepada seseorang yang melakukan suatu kesalahan atau melupakan sesuatu. Seolah manusia dituntut untuk selalu benar dan selalu ingat akan segalanya, bak sesosok malaikat yang menjelma sebagai manusia.

Ke-lupa-an bisa terjadi kapan saja dan di mana saja bahkan dalam ranah ritual ibadah pun tidak luput diinterfensi. Semisal dalam ibadah salat, ketika mengurangi, menambah atau memindah salah satu rukun. Sebagai penebusnya di syariatkanlah ketentuan sujud sahwi yang langsung dipraktikkan oleh Nabi Muhammad Saw sendiri. Oleh sebab itu, kelupaan bukanlah sifat buruk yang Allah Swt ciptakan untuk mengkerdilkan manusia, justru Allah sedang mempertontonkan kepada alam semesta betapa manusia adalah sebaik-baik ciptaan-Nya.

Sampai di sini masih sangat jelas dan tiada kesangsian akan keniscayaan ini. Akan tetapi, lupa sebagai sifat manusia ini tidak mengecualikan terjadi kepada Nabi Muhammad Saw sebagai insanul kamil “manusia paling sempurna” di mana predikat maksum telah tersematkan oleh Allah. Lantas apakah sifat lupa benar-benar terjadi pada diri Rasulullah Saw? Di sini penulis tertarik berbagi pengetahuan.

Dalam mendiskusikan tema ini ulama berbeda pendapat untuk meretaskan kebingungan kita. Abu al-Fadl al-Qadhi ‘Iyadh bin Musa bin ‘Iyad as-Sibti al-Yahshubi (w.533 H) menjelaskan panjang lebar di dalam kitab al-Syifa bi ta’rifi huquq al-Mustafa. Sekurang-kurangnya terdapat tiga pendapat yang menerangkan apakah Nabi Muhammad SAW pernah lupa?.

Pertama, menurut mayoritas fuqaha dan mutakallimin bahwa mukhalafah (menyalahi/berbeda)  yang terjadi dalam keadaan lupa atau tidak disengaja pada af’al al-Balaghiyyah (penyampaian melalui tindakan Nabi) dan ahkam al-Syari’at (hukum syariat) pernah dan boleh terjadi pada Nabi. Hal ini dapat dibuktikan diberbagai hadist-hadist tentang sujud sahwi. Jadi, tak heran jika Nabi pun pernah lupa dalam urusan syariat sebab Nabi sendiri adalah seorang manusia yang tidak lepas dari kekurangan-kekurangan manusia. Di dalam suatu hadist Rasulullah pernah bersabda,

إِنَّمَا اَنَا بَشَرٌ أَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ فَإِذَا نَسِيْتُ فَذَكِّرُوْنِي

Artinya : “Hanya saja aku adalah manusia biasa yang bisa lupa sebagaimana kalian lupa,  apabila aku lupa, maka ingatkanlah aku.(HR. Ibnu Majah)

Nabi sendiri mengakui bahwa sebagai sesama manusia tentu “lupa” bisa saja terjadi pada dirinya dan Nabi meminta sahabat untuk mengingatkan Nabi manakala Nabi “lupa”. Sekalipun demikian, dengan sangat berhati-hati dan menjaga ke-maksuman Nabi ulama tidak lantas mengatakan bahwa Nabi pernah lupa, di dalam sebuah hadist diterangkan pula,

BACA JUGA  Amalan Rasulullah Agar Sembuh dari Segala Penyakit

إِنِّي لَاأَنْسَى وَلَكِنْ أُنَسَّ لِأَسُنَّ

Artinya: “Sesungguhnya aku tidak pernah lupa, akan tetapi aku dibuat lupa (oleh Allah) untuk membuat kesunnahan”

Berbeda dengan qaul al-Balaghiyyah (penyampaian melalui sabda Nabi) secara terang-terangan ulama menegasikan terjadinya kesangsian karena lupa pada lisan Nabi. Sebab apa yang keluar dari lisan Nabi merupakan sebuah mukjizat yang Allah anugerahkan melalui wahyu yang tiada kekaburan kebenarannya. Jika Nabi mukhalafah (menyalahi/berbeda) karena lupa atau tidak sengaja di dalam lisannya tentu tidak ada satu pun yang akan menganggap Nabi benar dalam lisannya. Allah Swt berfirman di dalam QS. An-Najm ayat 3-4 :

وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ ۝٣ إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡيٌ يُوحَىٰ ۝٤

Artinya : “dan tiadalah yang diucapkan (Nabi) itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”.

Mayoritas ulama Tafsir menerangkan bahwa ayat di atas secara eksplisit telah memberikan penjelasan bahwa tidak ada yang keluar dari lisan Nabi melainkan wahyu yang Allah turunkan melalui Jibril sebagai mediator tersampainya wahyu kepada Nabi. Oleh karenanya, dalam urusan qaul al-Balaghiyyah Nabi tidak pernah lupa.

Kedua, menurut sekelompok ahli sastra al-Qur’an dan ahli teologi  berpendapat bahwa lupa yang di terangkan di dalam hadist bukanlah lupa yang terlintas di fikiran kita. Sebab mereka cenderung membedakan antara lupa dengan bahasa   نَسِيَ-يَنْسَي-نِسْيَانًاdengan سَهَا-يَسْهُو-سَهْوًا. Menurut mereka  نَسِيَ-يَنْسَي-نِسْيَانًاbermakna lalai, lengah dan penyakit sedangkan Rasulullah SAW disucikan dari ketiga sifat tersebut, sehingga Nabi tidak pernah nisyan (lupa karena lalai).

Sedangkan  سَهَا-يَسْهُو-سَهْوًاbermakna menyibukkan diri. Dalam hal ini Rasulullah pernah melakukan sahwan (lupa karena menyibukkan diri) di dalam salatnya. Sibuknya Nabi tentu tidak sama dengan sibuknya manusia pada umumnya, yang Rasulullah sibukkan sampai-sampai membuat Nabi lupa adalah menyibukkan diri dengan bacaan-bacaan dan gerakan-gerakan salat bukan lupa karena lalai atau lengah.

Ketiga, menurut para sufi dan ashabu ilmil qalbi wal maqamat (para ahli ilmu-ilmu hati dan kedudukan) mengungkapkan bahwa Rasulullah Saw tidak pernah lupa baik karena lalai atau menyibukkan diri, baik dalam urusan ibadah atau wahyu dan di setiap keadaan apapun.

Dengan demikian, dari beberapa pendapat di atas para ulama telah  memberikan konstribusi pendapat yang sangat berhati-hati terhadap menjawab pertanyaan apakah Nabi pernah lupa?. Oleh karena itu, kita bebas memilih pendapat yang mana saja berdasarkan dari sudut pandang mana kita memandang persoalaan ini dan tentu jangan sampai menjawab dengan argumen pribadi agar terhindar dari su’ul adab (kurang sopan) atau suul dzhon (buruk sangka) kepada baginda Muhammad Saw. Wallahu a’lam.

Muhammad Sa’id Al-Mubarok, Mahasantri Ma’had Aly Situbondo

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru