31.1 C
Jakarta

Mengapa Eks HTI Tak Pernah Berhenti Provokasi Umat?

Artikel Trending

Milenial IslamMengapa Eks HTI Tak Pernah Berhenti Provokasi Umat?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Gerakan eks Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di negeri ini tak pernah ada ujungnya, meskipun pemerintah cabut stutus badan hukumnya, dan telah membubarkan kelompok tersebut lewat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang organisasi kemasyarakatan.

Propaganda aktivis eks HTI kian terjadi sistemik-masif di dunia maya hingga di setiap daerah, setelah sekian lama bubar mereka kembali. Dan menyusup di balik kebijakan pemerintah provinsi Jawa Barat, dan muncul lagi di Kupang Nusa Tenggara Timur. Lalu, di manakah manuver gerakan selanjutnya? Apakah tidak ada jalan lain selain ide penegakan sistem khilafah?

Ide dan aktivitas ormas terlarang ini terang-terangan menyebarkan ideologi khilafah, dan eksistensinya amat berbahaya. Sebagaimana dilansir antaranews.com. Ketua Pimpinan Wilayah GP ansor NTT, Ajhar Jowe mengatakan, beberapa kali di tahun 2019 lalu sering menggagalkan pertemuan yang dilakukan oleh sejumlah pentolan HTI di Kupang, dan kehadirannya menjadi tamparan keras bagi pemerintah NTT, dan penegak hukum di daerah.(01/06/2020)

Realitas kelompok mereka memang tidak pernah usang dengan idenya, khilafah yang selalu diperjuangkan hanya merusak tata pilar-pilar kebangsaan. Yaitu, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945. Di sisi lain, alat pengeras ideologi mereka adalah simbol-simbol keislaman relevan.

Dalam persepsi militan eks HTI adalah bagaimana negara kebangsaan ini transformasi dari negara mayoritas muslim ke negara Islam Indonesia. Ironisnya lagi, ingin melakukan formalisasi syariat, dan berharap Pancasila diganti formatnya oleh sistem khilafah kembali ke era Islam klasik.

Pertanyaannya, siapakah para khilafah itu? Mereka tentu tidak mampu menjawab secara lebih komprehensif. Terutama dari sisi substantif, dan historik. Sebab, jika khilafah betul-betul teragendakan, maka kita sama saja dengan penghianat yang cenderung ingin meretas hubungan persaudaraan.

Eks HTI Bergentayangan

Potret gerakan eks HTI mengalami kemajuan menjelang Pilkada 2020 yang mundur pada 2021, mungkinkah keberadaannya adalah tanda bahwa Indonesia akan terpecah belah? Atau mereka yang bodo amat atas PERPPU Nomor 1 Tahun 2017? Atau mereka tidak paham tentang sejarah sebenarnya?

Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan soal utama bagi kita sejauh mana dalam ikut andil melawan narasi ekstrem yang dikobarkan oleh para dedengkot khilafah. Dan eksistensinya, adalah horor khilafah akan tetap bermunculan seiring perkembangan ilmu, dan tekonologi yang lazim mereka gunakan.

BACA JUGA  Ustaz Felix: Simbol Murtad Massal Aktivis Khilafah Menjelang Pemilu 2024

Misalnya, eks HTI bergentayangan lagi, hal ini butuh concern pemerintah, dan aparat penegak hukum. Agar segera menindak-lanjuti gerakan-gerakan terlarang khususnya yang bersentuhan dengan ideologi itu sendiri. Sehingga, apalah arti regulasi dibuat oleh negara jika institusinya pun berhenti?

Kalau pun sebagai ormas tidak seharusnya meminjam baju Islam dalam setiap ucap atau kritik kepada negara, pemikirannya yang ekstrem terjebak oleh tafsir-tafsir hakimiyah, dan jihadiyah. Dengan hal itu, mudah bertindak main hakim sendiri, dan menuduh negara kafir atau hizbut thaghut.

Ditambah narasi ekstrem mereka sangat memungkinkan memicu paham baru yang tersebar di kalangan masyarakat. Seperti halnya, khilafatisme, intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Tentu, persoalan inilah yang harus menjadi agenda semua elemen untuk menjungkir gerakan eks HTI.

Mereka yang menebar permusuhan, dan kebencian selalu beranggapan tindakan dan gerakan tersebut. Adalah dakwah dan jihad, sesuatu yang jelas hukumnya salah tidak perlu dibenar-benarkan. Sehingga, hal itu tidak menjerumuskan masyarakat kita ke jurang kebodohan, dan kekerasan.

Karena itu, kekerasan adalah simbol dari agenda radikalisme-terorisme yang dilarang dalam politik hukum Islam. Bahkan, Islam sendiri telah menempatkan ruang persatuan, toleransi, dan persaudaraan menjadi arus utama. Sebagaimana semasa Nabi Muhammad Saw hidup di kota Madinah.

Modal Kontradiktif

Alangkah indahnya jika kekhilafahan eks HTI mendorong Pancasila, dan kemajuan negeri ini dalam merawat toleransi, dan persaudaraan. Paling tidak, wawasan tersebut dapat kita jadikan modal kontradiktif untuk menangkal pengaruh ideologi khilafah alias ideologi impor dalam konteks kemaslahatan umat. Yaitu, melindungi Islam, dan sejarah.

Penulis sepakat meminjam pandangan eks militan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), Haris Amir Falah (2019), menjalankan fungsi kekhalifahan adalah ketika kita tidak membuat kerusakan. Tetapi, bagaimana kita merawat kebhinekaan bangsa Indonesia yang dapat menimbulkan api-api perdamaian.

Artinya, kerusakan hanya mampu dicegah melalui agenda hablum minallah (relasi dengan Allah), dan hablum minannas (hubungan dengan manusia). Dua alat ini, merupakan solusi awal, serta modal ketangkasan mencegah aksi-aksi radikal baik yang hubungannya dengan ideologi maupun fisik.

Peran ormas Islam moderat, pemerintah, dan aparat penegak hukum untuk segera membubarkan setiap adanya pertemuan-pertemuan yang sifatnya mengkaji soal dakwah-dakwah radikal, jihad yang sering disalahgunakan, serta bergegas melindungi praktik-praktik politisasi dalil khilafah.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru