27.3 C
Jakarta

Belajar Sejak Kecil Sebagai Deradikalisasi Paling Efektif

Artikel Trending

KhazanahOpiniBelajar Sejak Kecil Sebagai Deradikalisasi Paling Efektif
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Belajar di waktu kecil atau muda bagai melukis di atas batu, dan belajar di waktu tua atau besar bagai melukis di atas air.”

Kata-kata bijak di atas mungkin sudah tidak asing bagi kita. Kata-kata tersebut mengajak kita berpikir untuk menggunakan masa kecil atau muda dengan sebaik-baiknya. Setidaknya kita dapat mengerti dari kata-kata bijak tersebut bila usia muda, terlebih usia anak-anak adalah usia yang amat krusial.

Karena pada usia kecil atau anak-anak, otak kita lebih mudah belajar ketimbang usia dewasa atau tua. Selain karena otaknya masih fresh, usia anak-anak belum memikirkan kesibukan-kesibukan lain seperti, pekerjaan, urusan pribadi, sosial, dan urusan lainnya.

Sebelum menginjak ke usia anak-anak, ada yang dinamakan usia dini atau balita. Nah, pada usia balita ini berlangsung apa yang dinamakan golden age (usia emas). Pada usia ini, pertumbuhan dan perkembangan otak anak sangat pesat. Orang tua disarankan dan dianjurkan untuk memenuhi asupan gizi anak.

Gizi anak bisa berupa makanan yang bernutrisi seperti ASI dan makanan bergizi lainnya. Selain dalam bentuk makanan, gizi juga bisa diberikan dalam bentuk proses pembelajaran untuk menggembleng mental dan fisik mereka. Ya, karena pada usia sedini itu, anak-anak hendaknya diajari dan ditanamkan nilai-nilai dan budi pekerti luhur atau gerak dan latihan fisik positif lainnya, untuk menunjang perkembangan dan pertumbuhan anak.

Baiklah, kalau Anda setuju usia balita sampai anak-anak adalah usia yang krusial untuk perkembangan dan pertumbuhan di masa remaja dan dewasa nanti, mari kita cari titik terang tentang bagaimana sebaiknya mendidik anak yang baik. Untuk itu, bagi Anda orang tua atau keluarga yang sedang mengasuh balita atau anak-anak harus ekstra hati-hati. Mengingat usia-usia dini adalah usia yang amat krusial bagi perkembangan dan pertumbuhan anak ke depan.

Tipikal Belajar Anak

Anak adalah tipe manusia yang belajar dengan menirukan terlebih dahulu dari apa yang dilihat dan didengar. Otak anak ibarat kendi atau teko air. Kendi adalah tempat penampungan air sementara dan berkapasitas kecil, sebelum air diminum. Apa yang keluar dari kendi, tergantung isi di dalamnya. Bila kendi diisi air putih, maka yang keluar air putih. Bila kendi diisi air kobokan, maka yang keluar air kobokan.

Tidak lain dengan otak anak. Kalau anak diajari mencuri, maka ia akan cenderung ikut mencuri. Bila diajari bertengkar, sangat besar peluangnya ia akan menjadi suka bertengkar. Dan itu berlaku untuk sikap negatif lainnya yang ditanamkan. Begitupun kalau sejak kecil diajari paham radikal, maka hingga besar pun kelak ia akan menjadi demikian.

BACA JUGA  Isra Mi’raj: Antara Etika dan Spiritualitas

Sebaliknya, begitupun bila anak diajarkan untuk menghargai orang, toleran, jujur, tolong-menolong, rajin, tidak sombong, serta sifat dan nilai luhur lainnya. Maka otomatis ia akan mengamalkan nilai-nilai luhur tersebut. Ingat, anak-anak belajar lewat meniru. Mereka belum cukup dewasa atau baligh yang mampu membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang salah dan benar. Apalagi berbicara soal analisis dan mengambil keputusan.

Ekstra Hati-hati

Berhati-hatilah dalam mengasuh dan mendidik anak. Sebab, semua apa yang kamu lakukan dan ucapkan akan direkam dalam memori mereka. Memori anak-anak adalah memori yang sangat bagus untuk mengabadikan apa yang ia rekam. Termasuk terkait radikalisme, intoleran, atau bahkan terorisme. Jangan sampai paham-paham tersebut masuk dan mencemari kepala atau otak anak-anak.

Radikalisme, intoleransi dan terorisme bisa masuk dari mana saja. Pada masa kini, paham-paham tersebut sangat liar dan menghantui dunia anak-anak. Paham-paham tersebut bisa masuk ke dalam otak atau dunia anak-anak lewat buku-buku, gadget, sekolah, teman sepermainan, masyarakat, atau bahkan dari diri Anda sendiri.

Sudah banyak kasus perkembangan dan pertumbuhan mental anak terhambat karena traumatik masa kecil. Terlebih terkait pola asuh. Karena ingatan pada masa kecil adalah ingatan yang amat baik dan tajam. Sehingga terekam rapi dalam memori otak. Apalagi kalau otak anak-anak kita dijejali dengan radikalisme, intoleransi, dan terorisme. Mau jadi apa mereka? Mungkin sekarang mereka masih anak-anak tapi beberapa tahun lagi mereka akan jadi orang dewasa atau tokoh-tokoh bangsa. Ingat itu!

Mumpung tahun baru saja berganti. Lembaran baru boleh jadi kita akan songsong dengan cerah. Tentunya jangan melupakan masa depan anak-anak. Kalau kita sibuk bekerja dan membanting lalu kaya harta, pertanyaannya, untuk siapa harta tersebut dinikmati jikalau bukan bersama anak. Bekerja boleh saja, tapi mendidik anak jangan sampai tak sempat. Jauhkan mereka dari ancaman radikalisme, intoleransi dan terorisme.

Itulah tugas kita bersama. Sebab kalau radikalisme sudah dicegah sejak kecil, maka potensi menjadi radikal ketika sudah dewasa relatif berkurang. Itulah deradikalisasi paling efektif.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru