27.6 C
Jakarta

“Bambu Runcing” dalam Imajinasi Perlawanan Palestina

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahUlasan Timur Tengah“Bambu Runcing” dalam Imajinasi Perlawanan Palestina
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

“Bambu Runcing” dalam Imajinasi Perlawanan Palestina

“Bro, tahukah kamu kalau bangsa Indonesia dulu merebut kemerdekaannya dengan serba keterbatasan, melawan para penjajah yang bersenjata lengkap dengan bambu runcing?” kata Ibrahim Atef Ibrahim Adwan sambil menunjuk bambu di sekitar air terjun di kawasan Bogor.

“Yah, aku beberapa kali dengar tentang hal itu. Dan itu sungguh luar biasa sekali. Indonesia telah berhasil melewati masa itu semua dengan penuh semangat perjuangan” jawab Abdulfattah Muhammad Asqool.

“Kini tinggal perjuangan kita, bangsa Palestina. Mari kita belajar dari semangat perlawanan dengan ‘bambu runcing’ ala bangsa Indonesia” kata Ibrahim.

“Kita dua bangsa bersaudara” jawab Abdulfattah.

“Ya, kita adalah dua bangsa bersaudara” gumam saya dalam hati.

Itu adalah percakapan yang terjadi pada tahun 2019 lalu, tepatnya 1 minggu sebelum lebaran Idul Adha. Waktu itu, saya menjadi interpreter dalam sebuah acara kunjungan dari Palestina di Bogor selama 21 hari. Dari interaksi intens saya dengan beberapa perwakilan dari negara Transyordania tersebut, saya semakin banyak tahu tentang persoalan-persoalan yang terjadi di negara Transyordania dan dinamika geopolitik di Timur Tengah.

Palestina

Imaji Kemerdekaan Palestina dari Perjuangan Bambu Runcing Indonesia

Baik kita sebagai bangsa Indonesia atau mereka sebagai bangsa Palestina, keduanya sama-sama saling mengimajinasikan satu sama lain. Bangsa Indonesia mengimajinasikan Palestina sebagai simbol tragedi yang seperti tak ada habisnya, sedangkan bangsa Palestina mengimajinasikan Indonesia sebagai simbol solidaritas. Dua bangsa bersaudara yang dipisahkan jarak ribaun kilometer ini, telah memiliki ikatan kuat secara historis.

Jauh sebelum Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, seorang mufti agung Yerussalem, Muhammad Amin Al-Husaini telah menyatakan dukungan sekaligus ucapan selamat dan pengakuan atas kemerdekaan bangsa Indonesia melalui siaran radio di Jerman, tepatnya pada tahun 1944. Atas dasar inilah kemudian bangsa Palestina memiliki kebanggan tersendiri karena yang pertama kali memberikan pengakuan atas kemerdekaan Indonesia adalah orang Palestina, seorang mufti yang sangat disegani dan dihormati.

Pengakuan tersebut sebenarnya bisa dipahami sebagai dukungan moral untuk bangsa Indonesia. Karena pengakuan seorang mufti tak bisa memberi legitimasi kedaulatan. Sebab ia bukan representasi atau perwakilan resmi sebuah negara, terlebih pada waktu itu, Palestina belum mendapatkan dukungan sebagai sebuah negara.

Tiga tahun setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, Palestina mengalami peristiwa Nakbah 1948 yang mengakibatkan eksodus besar-besaran karena kekejaman Zionis-Israel. Dari periode inilah imajinasi orang-orang Palestina tentang Indonesia mulai terbentuk. Imajinasi tentang bambu runcing yang menjadi senjata orang-orang Indonesia melawan para penjajah, memiliki kesan tersendiri bagi perjuangan bangsa Palestin dalam melawan penjajahan Zionis-Israel.

Imajinasi tentang kegigihan dan bambu runcing bangsa Indonesia itu barangkali terus dirawat dan diwariskan turun-temurun. Sehingga imajinasi itu tetap hadir meski setelah setengah abad lebih dan situasi di negara Transyordania tidak banyak berubah, atau malah dari waktu ke waktu semakin memburuk.

Tapi cerita teman saya, Ibrahim Atef tentang bambu runcing yang terus ia imajinasikan dalam konteks Palestina sekarang, bagi saya sungguh sangat memilukan sekaligus masih ada secercah harapan di sana. Setidaknya, api semangat belum padam. Dan setidaknya, pada momentum 17 Agustusan ini, semangat bambu runcing ala nenek moyang kita dahulu bisa kita kobarkan kembali.

Sudah 75 tahun kita menjadi bangsa yang merdeka. Tentu semangat bambu runcing itulah yang mengantarkan bangsa kita pada sebuah titik, di mana pekikan kata “merdeka!” yang sebelumnya hanya bisa mereka imajinasikan, harus benar-benar diwujudkan. Sementara pada saat yang bersamaan, bangsa Palestin hanya mampu meneriakkan “merdeka!” dalam imajinasi, karena hingga kini kata “merdeka!” belum bisa mereka wujudkan menjadi sebuah kenyataan. Namun demikian, diam-diam dan mungkin tanpa kita sadari selama ini, mereka membawa semangat “bambu runcing” seperti para pendahulu kita. Merdeka!

Wallahua’lam.

Musyfiqur Rahman
Musyfiqur Rahman
Mahasiswa Pascasarjana Kosentrasi Kajian Timur Tengah, UIN Sunan Kalijaga. Redaktur sastraarab.com

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru