28.4 C
Jakarta

Hikmah Ramadhan: Bahaya Fanatisme dalam Beragama

Artikel Trending

KhazanahOpiniHikmah Ramadhan: Bahaya Fanatisme dalam Beragama
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Fanatisme dalam kehidupan sehari-hari telah menjadi ancaman yang cukup besar. Misalnya fanatisme antar ras, suku, agama, dan antar golongan atau disingkat dengan SARA. Selain dapat memecah belah bangsa, pemikiran fanatisme seperti ini akan berdampak saling bermusuhan, mencaci maki, menghina, sampai memfitnah. Fanatisme atau Ta’asub adalah paham atau prilaku yang menunjukan ketertarikan terhadap sesuatu secara berlebihan.

Sikap fanatik ini biasanya dianut oleh orang yang terlalu jatuh cinta terhadap sesuatu yang diikutinya. Baik itu seorang tokoh, kelompok, sekte, agama maupun negara. Selain membahayakan, sikap ini juga dapat merubah pandangan hidup seseorang menjadi sinis dan skeptis. Oleh karena itu jika tidak didasari dengan sikap toleransi, sifat fanatisme ini akan menimbulkan madhorot yang sangat besar.

Hal itu terjadi karena bisa menganggap sesuatu yang salah dianggap benar dan hal yang terbukti benar dianggap salah. Tidak hanya itu, fanatisme berlebihan juga dapat membutakan seseorang sehingga mereka mulai bertindak abnormal dan menjurus kepada hal-hal yang merugikan dirinya maupun orang lain. Kondisi ini mengingatkan kepada kita tentang satu Hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud yang berbunyi:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا إِلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ قَاتَلَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ مَاتَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ.  رواه أبو داود

“Bukan termasuk kaumku orang yang mengajak pada fanatisme, dan bukan termasuk kaumku orang yang saling bunuh karena fanatisme, dan bukan dari kaumku yang meninggal karena (dalam keadaan) fanatisme”. (H.R Abu Daud)

Dalam hal ini, Syeh Abdul Rouf al-Munawi dalam kitab Faidul Qodir menjelaskan: “bahwa orang yang mengajak untuk bersikap fanatik (ta’asub) dan berkumpul bersama orang-orang yang fanatik baik itu terhadap satu golongan, kaum, kelompok, sekte, maka ia telah membantu kedzaliman”. Dari penjelasan tersebut, penulis bisa ambil beberapa poin penting tentang bahaya serta ancaman fanatisme:

BACA JUGA  Memahami Toleransi Beragama dalam Kerangka Filsafat Politik Abad Pertengahan

Pertama, fanatisme meruapakan satu paham yang harus dihindari, sikap yang harus dijauhi. Karena sudah ada tahdzir (peringatan) langsung dari Rasulullah SAW. Kedua, fanatik buta adalah sikap tercela, karena Rasulullah SAW mengkategorikan sebagai kezaliman. Zalim terhadap diri sendiri dan zalim kepada orang lain. Zalim kepada diri sendiri karena fanatik adalah sikap destruktif dirinya dan yang diikutinya. Sedangkan zalim kepada orang lain karena ia akan bersikap sinis dan skeptis jika perspektif lawan bicaranya tidak sejalan.

Ketiga, fanatisme akan menumbuhkan eskalasi kepercayaan terhadap sesuatu atau seseorang. Karena apapun keadaanya, baik atau buruk, hak atau batil pasti akan diikuti. Dan begitupun jika ada yang melecehkan, menyudutkan dan menjatuhkan sesuatu atau seseorang yang ia idolakan tersebut. Walaupun idolanya itu salah pasti akan dibelanya, dan akan menyerang balik kepada lawannya.

Jadi fanatisme merupakan akar perpecahan. Karena fanatisme adalah sebab, dan perpecahan adalah akibat. Maka tak dapat dihindari kausalitas antara keduanya, bahkan itu sebuah keniscayaan. Jika fanatisme terhadap agama, suku, budaya, ataupun kelompok tumbuh kembang dalam masyarakat yang plural seperti di Indonesia, tentu akan mencederai pluralitas negara tersebut dan perpecahan tak dapat dihindari.

Ridwan Bahrudin
Ridwan Bahrudin
Alumni Universitas Al al-Bayt Yordania dan UIN Jakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru