29.9 C
Jakarta

Bagaimana Seharusnya Secara Bijak Menghadapi Narasi Kebencian dari FPI?

Artikel Trending

KhazanahTelaahBagaimana Seharusnya Secara Bijak Menghadapi Narasi Kebencian dari FPI?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Media sosial memberikan ruang yang bebas untuk berekspresi, memberikan dan menerima informasi dengan sangat cepat. Dalam kondisi demikian, berbagai kemudahan kita dapatkan. Akan tetapi, kita memiliki ruang yang baru dalam kehidupan, yakni ruang maya yang membuat setiap orang bisa menjadi apa saja tanpa diketahui identitas aslinya.

Lahirnya komunitas online merupakan akibat dari berkembangnya internet yang semakin dibutuhkan oleh para penggunanya akan aktifitas mengakses berbagai informasi (Shiefti:2016). Dampak dari komunitas online tersebut salah satunya yakni kebebeasan pada orang lain untuk menulis apa saja sesuai dengan keinginannya. Hal ini menjadi masalah ketika berhadapan dengan masyarakat sosial dan menimbulkan keretakan antar kelompok.

Kelompok FPI misalnya, yang selama ini menjadi salah satu kelompok yang sering gencar memberikan narasi kebencian terhadap pemerintah, kalimat mencaci maki. Dalam komunitas online, hal tersebut menjadi kemunculan masalah-masalah baru yang terus bergulir sepanjang waktu.

Diantara berbagai kasus yang tidak pernah selesai menyeret nama FPI, selalu datang komentar-komentar kebencian yang terus datang dan muncul dalam ruang online. Semakin membuat gaduh para pendukung FPI dengan segala kurangnya pengetahuan dan membuat kelompok yang mengetahui segala informasi kebobrokan FPI  tidak bisa bertindak banyak.

Dalam berita yang dilansir dari Suara.com, yang berjudul “TP3 6 Laskar FPI Temui Jokowi, Hehamahua: Kami seperti Musa Datangi Firaun”. Sekilas dari judul tersebut kita bisa memahami konteks yang dibicarakan oleh para kelompok FPI selama terhadap kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah.

Benar saja prediksi yang dipaparkan pada kalimat diatas. Anggota Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6 Laskar FPI, Abdullah Hehamahua menceritakan momen ketika pihaknya bertemu Presiden Jokowi di Istana Negara, 9 Maret 2021 lalu.

Ada kalimat yang bisa kita cermati dari penjelasan tersebut, yakni

“Singkatnya besok kami datang, kami sepakat datang seperti Musa datang ke,Firaun,” ujarnya tegas.

Narasi yang diberikan oleh Abdullah Hehamahua dengan mengibaratkan Musa datang ke Fir’aun bukanlah tanpa sebab. Analogi tersebut tentu berbanding lurus dengan ketidaksetujuan dengan berbagai kebijakan pemerintah, tidak sepakat dengan pemerintah yang jelas berseberangan dengan kelompok FPI.

Apalagi kasus pembunuihan laskar FPI yang masih dalam proses penanganan, susulan narasi ketidakadilan, tuduhan Komnas HAM yang katanya tidak benar-benar serius menangani kasus tersebut semakin membuat para pendukung FPI merasa yakin bahwa pemerintah tidak bisa adil.

BACA JUGA  Melihat Potensi Perpecahan Pasca Pemilu

Sistem pemerintah yang demikian menunjukkan bahwa tidak adalagi yang bisa menggantikan sistem terbaik selain sistem pemerintah yang direkomendasikan oleh kelompok FPI.

Kontra-Narasi adalah Kekuatan Utama dalam Perlawanan

Jika kelompok FPI dkk selalu gencar dengan narasi-narasi kebencian. Kritik terhadap pemerintah yang tidak ubahnya dengan caci maki, menganggap bahwa kelompoknya adalah kelompok paling agamis, suci dan seolah-seolah paling sesuai dengan ajaran Islam. Maka tentu perlawanan semacam ini tidak bisa kita lakukan dengan menghunuskan senjata dan mengajar perang seperti pada zaman Rosulullah dimasa silam.

Sebab jika ini yang dilakukan, tak ubahnya seperti aksi seorang buta yang tidak bisa melihat apapun. Dengan kenyataan tersebut, tentu yang paling utama adalah tidak perlu terburu-buru dalam memaknai setiap narasi yang digencarkan oleh FPI beberapa belakangan ini. Kasus-kasus yang begitu riskan dan keterlibatan FPI yang sangat kuat, harus menjadi dalil utama mengapa sikap ragu dan hati-hati harus dimiliki.

Tidak hanya itu, kontra-narasi harus terus digencarkan oleh kelompok-kelompok yang paham akan akar masalah yang ada. Ini adalah bentuk ikhtiar untuk meluruskan masalah yang selama ini dipahami oleh mayarakat awam yang hanya ikut-ikutan persoalan yang begitu kompleks.

Dengan minimnya literasi digital, informasi dari berbagai media yang begitu banyak, pengetahuan yang dapat dikases dari berbagai sumber tanpa mengetahui kebenarannya, tulisan-tulisan kontra-narasi hadir sebagai salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk meluruskan kenyataan yang selama ini bermasalah. Bisa jadi, masyarakat yang selama ini gencar mendukung FPI berasal dari kelompok yang hanya membaca informasi dari beberapa pihak dengan kesimpulan yang prematur.

Kemungkinan yang lain adalah berasal dari ajakan-ajakan orang-orang yang dipercaya memiliki ilmu pengetahuan agama yang bagus. Dengan kenyataan demikian, maka kontra-narasi ini menjadi penting untuk terus dilestarikan anak muda. Ini adalah medan juang yang sebenarnya di ruang online. Bahkan jika terjadi ancaman, sudah seharusnya secara bijak melawan dengan tulisan. Wallahu a’lam

 

 

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru