32.9 C
Jakarta

Awak Kapal yang Tenggelam Mati Syahid, Kok Kelompok Radikalis Iri?

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanAwak Kapal yang Tenggelam Mati Syahid, Kok Kelompok Radikalis Iri?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Hilangnya Kapal Selam Nanggala 402 menjadi duka paling dalam masyarakat Indonesia. Semua merasakan kesedihan melihat para awak kapal yang berjumlah 53 orang mengakhiri hidupnya di kedalaman laut 800-an saat sedang berjuang menjaga negara.

Namun, di tengah suasana berduka masih saja ada orang yang merasa bahagia dengan musibah kapal selam ini. Orang ini biasanya digolongkan sebagai kelompok radikalis. Kelompok yang gemar menjual isu Khilafah dan getol mengkafirkan orang lain, meski seagama.

Ada beberapa kelompok radikalis yang berkata nyi-nyir. Bahwa para awak kapal yang tenggelam di dasar laut tidak berhak menyandang predikat “syahid” sebagai sebutan paling mulia bagi orang yang meninggal dalam keadaan baik. Sedang, yang berhak menyandang predikat “syahid”, bagi mereka, hanyalah orang yang menegakkan negara Islam (daulah Islamiyyah).

Kelompok radikalis yang ngotot mendirikan Negera Islam gemar mengampanyekan Sistem Khilafah, salah satu sistem negara yang berupaya menyatukan semua umat di penjuru dunia kepada satu pemimpin. Secara akal sehat, sistem Khilafah termasuk sesuatu yang mustahil terjadi. Itu hanyalah mimpi di siang bolong.

Pengasong sistem Khilafah ini jelas berseberangan secara pemikiran dan politik dengan pemerintah. Pengasong ini juga menentang sistem republik-demokratis yang digunakan di Negara Indonesia. Mereka beranggapan, sistem yang berlaku di negara merah putih ini termasuk kafir. Mereka sangat anti-kafir.

Tak heran, kelompok radikalis yang memusuhi pemerintah di Indonesia menuduh peristiwa hilangnya kapal selam negara sebagai peringatan Tuhan karena mereka tidak mendirikan Negara Islam dengan sistem Khilafah. Bahkan, mereka dengan sangat pe-denya menegaskan, sistem Khilafah adalah syariat Islam.

Padahal, sistem negara tidak ditentukan dalam Islam. Islam hanya memberikan standar bahwa sistem yang dapat diterima berpegang pada nilai-nilai wasathiyah (moderat). Nilai-nilai mulia ini bercirikan terbuka terhadap perbedaan, berpegang teguh pada persatuan, dan memposisikan nilai-nilai kemanusiaan di atas segalanya.

BACA JUGA  Pilihlah Presiden yang Berilmu dan Beretika, Siapa Dia?

Pertanyaannya, masihkah kelompok radikalis disebut moderat, sedang mereka tidak terbuka terhadap perbedaan dan tidak punya sifat manusiawi di tengah musibah hilangnya kapal Nanggala? Bahkan, masihkah mereka dianggap muslim yang baik jika mereka gemar mengkafirkan orang yang jelas saudara mereka sendiri, baik saudara seiman maupun sekemanusiaan?

Aneh, memang kelompok radikalis ini. Mereka bahagia di atas kesedihan orang lain. Perbuatan mereka sungguh sangat tidak manusiawi. Mereka sifatnya lebih hina daripada hewan. Mereka sudah tertutup mati hatinya. Sehingga, kebaikan terlihat buruk dan keburukan dipandang baik. Mereka sesungguhnya sedang sakit, meski badannya sehat. Karena, yang sakit bukan fisiknya, tapi nuraninya.

Di tengah musibah yang menimpa saudara sendiri kelompok radikalis sebaiknya memilih diam jika memang mereka tidak senang. Karena, diam adalah pilihan yang paling baik jika seseorang tidak bisa melakukan kebaikan. Kelompok radikalis boleh tidak senang dengan pemerintah yang sah di negara bangsa ini. Tapi, ketidaksukaan ini ada batasnya. Batasnya hendaknya tidak merugikan orang lain.

Maka, hendaknya kelompok radikalis menyadari atas kesalahannya sendiri karena kelewatan dalam membenci pemerintah. Jangan sampai kebencian itu menghanguskan pahala ibadah mereka di bulan Puasa. Puasa yang sedang dijalani adalah latihan bagaimana seseorang dapat meneladani sifat Tuhan yang mencintai dan mengasihi semua makhluk-Nya, baik yang beriman maupun yang tidak.

Jangan hanya jadikan puasa ini sebatas menghilangkan lapar dan haus. Tetapi, bagaimana puasa ini dapat mengubah diri: hijrah dari paham radikal menuju paham moderat. Masih terbuka lebar bagi kelompok radikalis untuk bertaubat dan meminta maaf karena telah menuduh yang bukan-bukan kepada awak kapal yang telah wafat. Pintu taubat terbuka lebar bagi seseorang yang ingin mengetuk dan memasukinya. Semoga kelompok radikalis terbuka mata hatinya.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru