Jalaluddin Rakhmat, seorang cendekiawan Muslim yang baru-baru ini dikabarkan meninggal dunia. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Linimasa media sosial banyak sekali gambar sosok yang akrab dipanggil Kang Jalal. Cendekiawan beraliran Syiah itu meninggal pada Senin, 15 Februari 2021. Lagi dan lagi, satu persatu kita kehilangan orang-orang yang berdedikasi intelektual.
Saya belum begitu kenal jauh dengan berbagai pemikiran Kang Jalal. Namun, ungkapan belasungkawa hadir dari para cendekiawan. Ulama panutan kita, di antaranya, Gus Ulil. Sosok pemikir yang saya gemari menyebutnya bahwa kepergian Kang Jalal menjadi sebuah kehilangan yang amat luar biasa.
Sebab pemikiran Kang Jalal begitu luar biasa, beliau menyebut bahwa Kang Jalal adalah salah satu pemikir Muslim terbaik kepunyaan Indonesia. Bahkan di tengah majemuknya Indonesia, Kang Jalal dengan lantang menyebut dirinya sebagai tokoh Syiah. Meski demikian, ia besar dari keluarga lingkungan NU dan sempat mencicipi Muhammadiyah. Banyak sekali sekali karya yang ditorehkan oleh Kang Jalal, di antara bukunya yang saya kenal adalah: Psikolog Agama, Psikolog Komunikasi, Rekayasa Sosial, dll.
Tidak Perlu Mempertentangkan Sunni dan Syiah
Masih segar dalam ingatan ketika saya pertama kali berkenalan dengan buku bersampul hijau, dengan gambar sosok laki-laki, namanya Ali Syariati. Saya mulai berkenalan dengan tokoh tersebut melalui tulisan-tulisannya dan kagum. Saya menyebutnya sebagai tokoh Islam yang produktif dengan pemikiran amat luar biasa. Iapun saya kenal dengan karyanya yang membicarakan tentang filsafat, sosiolog agama, serta cendekiawan Iran pada abad ke-20.
Sebagai seorang pembaca yang masih berumur 17 tahun, pada 4 tahun silam. Mengenal seorang pemikir Islam melaui sebuah karya, bahagianya bukan main! Saya travelling dengan berbagai nostalgia masa silam ketika mengaji di pesantren berkenalan dengan kisah Nabi Adam dan keluarga. Kisah Qabil dan Habil tertuturkan oleh Ali Syariati dengan begitu apik melalui pendekatan sosiologis.
Saya kemudian memahami, bahwa pertentangan antara Qabil dan Habil menimbulkan adanya kelas, implementasi kekerasan ideologi. Agama bagi Qabil bisa menjadi alat untuk membunuh dan menyiksa orang lain, memperoleh kekuasan, dominasi kelas dll. Sedangkan bagi Habil, agama diwujudkan dengan sifat patuh kepada Tuhan, terus menampilkan kebaikan dan kebajikan. Inilah sebagian kecil dari pemikiran Ali Syariati di antara pemikiran yang begitu luas. Dan ini akan terus terjadi dalam sejarah perjalanan kehidupan manusia.
Lambat laun, saya mengetahui bahwa Ali Syariati adalah tokoh Syiah. Sontak kenyataan ini membuat saya kaget. Sebagai pembaca di umur yang masih labil, pengetahuan tentang Syiah, saya seperti orang yang sedang jatuh cinta lalu mengetahui bahwa orang yang saya cintai adalah seorang playboy, misalnya dengan latar belakang konflik Syiah di Sampang-Madura membawa saya pada kesimpulan bahwa Syiah sesat, mereka tidak layak hidup, dll. Akan tetapi pikiran semacam ini terbentuk pada beberapa tahun silam.