29.3 C
Jakarta

Apakah Sebuah Dosa Besar Ketika Belajar Kepada Tokoh Syiah?

Artikel Trending

KhazanahTelaahApakah Sebuah Dosa Besar Ketika Belajar Kepada Tokoh Syiah?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Jalaluddin Rakhmat, seorang cendekiawan Muslim yang baru-baru ini dikabarkan meninggal dunia. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Linimasa media sosial banyak sekali gambar sosok yang akrab dipanggil Kang Jalal. Cendekiawan beraliran Syiah itu meninggal pada Senin, 15 Februari 2021. Lagi dan lagi, satu persatu kita  kehilangan orang-orang yang berdedikasi intelektual.

Saya belum begitu kenal jauh dengan berbagai pemikiran Kang Jalal. Namun, ungkapan belasungkawa hadir dari para cendekiawan. Ulama panutan kita, di antaranya, Gus Ulil. Sosok pemikir yang saya gemari menyebutnya bahwa kepergian Kang Jalal menjadi sebuah kehilangan yang amat luar biasa.

Sebab pemikiran Kang Jalal begitu luar biasa, beliau menyebut bahwa Kang Jalal adalah salah satu pemikir Muslim terbaik kepunyaan Indonesia. Bahkan di tengah majemuknya Indonesia, Kang Jalal dengan lantang menyebut dirinya sebagai tokoh Syiah. Meski demikian, ia besar dari keluarga lingkungan NU dan sempat mencicipi Muhammadiyah. Banyak sekali sekali karya yang ditorehkan oleh Kang Jalal, di antara bukunya yang saya kenal adalah: Psikolog Agama, Psikolog Komunikasi, Rekayasa Sosial, dll.

Tidak Perlu Mempertentangkan Sunni dan Syiah

Masih segar dalam ingatan ketika saya pertama kali berkenalan dengan buku bersampul hijau, dengan gambar sosok laki-laki, namanya Ali Syariati. Saya mulai berkenalan dengan tokoh tersebut melalui tulisan-tulisannya dan kagum. Saya menyebutnya sebagai tokoh Islam yang produktif dengan pemikiran amat luar biasa. Iapun saya kenal dengan karyanya yang membicarakan tentang filsafat, sosiolog agama, serta cendekiawan Iran pada abad ke-20.

Sebagai seorang pembaca yang masih berumur 17 tahun, pada 4 tahun silam. Mengenal seorang pemikir Islam melaui sebuah karya, bahagianya bukan main! Saya travelling dengan berbagai nostalgia masa silam ketika mengaji di pesantren berkenalan dengan kisah Nabi Adam dan keluarga. Kisah Qabil dan Habil tertuturkan oleh Ali Syariati dengan begitu apik melalui pendekatan sosiologis.

Saya kemudian memahami, bahwa pertentangan antara Qabil dan Habil menimbulkan adanya kelas, implementasi kekerasan ideologi. Agama bagi Qabil bisa menjadi alat untuk membunuh dan menyiksa orang lain, memperoleh kekuasan, dominasi kelas dll. Sedangkan bagi Habil, agama diwujudkan dengan sifat patuh kepada Tuhan, terus menampilkan kebaikan dan kebajikan. Inilah sebagian kecil dari pemikiran Ali Syariati di antara pemikiran yang begitu luas. Dan ini akan terus terjadi dalam sejarah perjalanan kehidupan manusia.

BACA JUGA  Pemuda: Sasaran Indoktrinasi Khilafah oleh Aktivis HTI

Lambat laun, saya mengetahui bahwa Ali Syariati adalah tokoh Syiah. Sontak kenyataan ini membuat saya kaget. Sebagai pembaca di umur yang masih labil, pengetahuan tentang Syiah, saya seperti orang yang sedang jatuh cinta lalu mengetahui bahwa orang yang saya cintai adalah seorang playboy, misalnya dengan latar belakang konflik Syiah di Sampang-Madura membawa saya pada kesimpulan bahwa Syiah sesat, mereka tidak layak hidup, dll. Akan tetapi pikiran semacam ini terbentuk pada beberapa tahun silam.

Lambat laun dengan seiring berjalannya waktu dan mengkaji berbagai literatur, saya kira penting untuk diutarakan, ketika kita mengaku sebagai pribadi yang masih sangat awam perihal ilmu pengetahuan. Klaim kebenaran dan klaim menyalahkan keagamaan seseorang tidak perlu membudidaya, apalagi terhadap orang yang sudah kita ambil banyak ilmunya dan memiliki banyak kontribusi dalam ranah pengetahuan. Lalu membandingkan kualitas keagamaan seseorang dengan diri kita yang hanya sekadar ikut-ikutan, bahkan belum memiliki kontribusi apapun.
Rasanya begitu lucu ketika masih bermasalah dengan kualitas keagamaan seseorang sedangkan kita banyak mengambil ilmu dari orang tersebut. Apalagi ungkapan-ungkapan tidak senonoh bermunculan di beranda Twitter, klaim surga dan neraka mulai bermunculan oleh para netizen. Netizen yang maha benar, apakah sudah beralih menjadi Tuhan? Budaya-budaya berperilaku buruk terhadap orang yang sudah meninggal tidak perlu menjadi budaya bangsa Indonesia meskipun itu melalui ruang maya.
Pertentangan Sunni-Syiah juga pernah Prof. Muhammad Quraish Shihab singgung, bahwa “orang-orang yang masih mempertentangkan Sunni-Syiah adalah orang yang lahir terlambat”. Semoga kita selalu memiliki kesadaran untuk berperilaku baik terhadap siapa pun, tanpa melihat latar belakang orang tersebut. Wallahu a’lam.
Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru