26.7 C
Jakarta

Ancaman Agresi Wahabi di Dunia Maya, Segera Musnahkan!

Artikel Trending

KhazanahPerspektifAncaman Agresi Wahabi di Dunia Maya, Segera Musnahkan!
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Perkembangan teknologi telah mengubah lanskap pendidikan agama Islam. Semakin banyak umat Islam yang tertarik untuk mempelajari agama melalui dunia maya. Metode ini terlihat lebih simpel dan mudah diakses, tanpa perlu melalui tahapan-tahapan yang melelahkan. Namun, akibatnya, mereka menjadi rentan terhadap paham-paham ekstrem, terutama paham Wahabi yang cenderung merusak kebhinekaan.

Dahulu sebelum teknologi berkembang dengan sangat pesat, masyarakat Islam menjadikan seorang kiai sebagai rujukan utama dalam memperdalam ilmu agama. Namun saat ini, masyarakat lebih menyukai ajaran-ajaran yang berbasis internet. Maka terjadi pergeseran minat umat Islam dalam belajar ilmu agama, dari konvensional beralih ke sistem daring.

Di satu sisi, dunia maya diisi oleh mubalig yang berdakwah untuk menyebarkan pemahaman yang benar dan moderat tentang Islam, Di sisi lain, tidak dapat dipungkiri bahwa dunia maya juga dipenuhi oleh penceramah Wahabi yang menyebarkan paham mereka yang kontroversial dan memecah-belah.

Kelompok Wahabi yang memiliki ideologi ekstrem saat ini sangat aktif sekali bergerak di dunia maya. Jumlah akun dan media keislaman yang terafiliasi dengan Wahabi jumlahnya sangatlah banyak. Kelompok Wahabi memainkan strategi untuk menarik banyak pengikut di dunia maya dengan membangun basis dakwah lewat website dan konten-konten di media sosial.

Orang awam mungkin sulit membedakan website yang terafiliasi dengan paham Wahabi. Selain mengeklaim sebagai kelompok pengikut sunah Nabi Muhammad Saw., isi website orang Wahabi menarik bagi mereka yang pemahaman keislamannya kurang karena selalu bicara soal kemurnian Islam dan tauhid.

Mereka mengajarkan pemahaman tekstual atas ayat, mempermudah pemahaman hukum Islam bagi orang awam. Hanya dengan merujuk pada ayat dan terjemahannya, mereka langsung dapat mengambil keputusan tentang suatu hukum. Wahabi selalu tekstualis dan serampangan, yang menunjukkan kebarbaran mereka dalam mengamalkan dan mengajarkan Islam.

Karena itu penting sekali untuk kita jeli dalam mengamati website agama Islam. Website Wahabi memiliki ciri-ciri khusus yang dapat dianalisis masyarakat awam, yaitu tekstualis terhadap isi Al-Qur’an dan hadis, sering mengutip, menyebut, dan membenarkan pendapat dari tokoh-tokoh Wahabi, sering mengkritik permasalahan agama yang bersumber dari ijtimak ulama sehingga memicu perdebatan, dan yang paling ekstrem adalah mengkafirkan kelompok selain mereka lalu menghalalkan darahnya untuk dibunuh walaupun sesama Muslim.

Tren penggunaan YouTube sebagai saluran untuk menonton video streaming online juga dimanfaatkan Wahabi untuk membuat konten berisikan ceramah agama. Melalui kanal-kanal tersebut, para ustaz Wahabi menyebarkan pemahaman dan perspektif agama yang sesuai dengan pandangan mereka kepada audiens yang luas. Mereka mendoktrin umat Islam yang masih awam tentang kelompok mereka yang paling benar, serta selalu menyalahkan kelompok selain mereka yang mereka anggap telah tercemar bidah dan khurafat.

Ceramah atau kajian yang kelompok Wahabi bawakan dapat dianalisis dari beberapa ciri yang sangat jelas. Ustaz Wahabi cenderung memiliki pemahaman yang kaku dan literal terhadap ajaran agama Islam, menyampaikan pesan yang kontroversial dan menyesatkan, termasuk pemikiran ekstrem, intoleransi terhadap pandangan lain, dan tidak mampu mengakomodasi konteks sosial, budaya, atau waktu yang berbeda dalam penafsiran dan aplikasi ajaran agama.

Kelompok Wahabi dengan ideologi ekstremnya selama ini selalu getol menyesatkan umat Islam yang tak selaras dengan ideologinya. Mereka cenderung melakukan beragam cara, salah satunya adalah dengan mengadakan kajian-kajian di dunia maya. Di situlah, peran kita untuk memusnahkan mereka sangat dibutuhkan.

Tidak semua ustaz yang tampil mengisi kajian agama di dunia maya memiliki kecakapan dalam bidang ilmu agama. Beberapa dari mereka adalah kelompok Wahabi yang sempat membuat polemik karena menyampaikan ajaran yang tak tepat dan memecah-belah. Namun karena kemampuan memainkan psikologi penontonnya, mereka dikerubungi oleh pengikut fanatik yang hanya taklid buta dengan ajaran sesatnya. Dengan fakta tersebut jelaslah belajar ilmu agama di dunia maya memang memberi kemudahan, namun dengan sifat internet yang bebas menjadikannya sangat riskan.

Muhammad bin Sirin sebagaimana termaktub dalam mukadimah Shahih Muslim berkata, “Sesungguhnya ilmu ini adalah bagian dari inti agama, maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.” Dari ungkapan tersebut jelas ilmu agama dapat dipahami dengan metode-metode yang benar, seperti yang diajarkan Rasulullah yaitu lewat bimbingan para ulama sebagai guru.

Urgensi Sanad Keilmuan

Menanggapi fenomena belajar agama lewat dunia maya memang tidak ada larangan secara pasti. Tetapi, metode ini jangan dijadikan sebagai patokan utama, karena berisiko terpengaruh paham sesat yang jauh dari prinsip agama Islam, seperti ideologi Wahabi yang harus dimusnahkan bersama.

BACA JUGA  Moderasi Perguruan Tinggi dalam Rangka Kontra-Radikalisme

Yang paling baik adalah belajar langsung tatap dengan guru. Tanpa bimbingan guru, dapat dipastikan ketika seseorang menghadapi silang pendapat dalam masalah prinsipil (qath’iyyat) akan menemui kesulitan dalam mengambil kesimpulan sehingga berpotensi salah tafsir dan menyesatkan.

Semenjak Rasulullah wafat warisan, ilmu keagamaan berada dalam tanggung jawab para ulama. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk menengok kembali, mempelajari, dan belajar langsung dari mereka. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesinambungan ilmu yang diwariskan dari Rasulullah Saw., memastikan bahwa pengetahuan dan pemahaman Islam tetap murni dan terpelihara dengan baik dari generasi ke generasi.

Keberhasilan ulama terdahulu dalam menjaga prinsip-prinsip ajaran Islam sesuai dengan praktik Nabi Muhammad didasarkan atas pelestarian tradisi sanad keilmuan yang telah ada sejak zaman Rasulullah. Lalu melalui ketersambungan sanad ini, ilmu-ilmu agama Islam seperti fikih, tasawuf, dan cabang-cabang ilmu lainnya lahir dan berkembang. Para ulama mendalami inti ajaran Al-Qur’an dan hadis, kemudian mewariskan pengetahuan tersebut kepada generasi berikutnya untuk terus dipelajari dan diperdalam.

Paham Wahabi dapat menjamur dengan cepat dan berhasil memecah-belah umat Islam karena salah satu penyebabnya adalah umat Islam sendiri terlena dengan kemudahan belajar agama secara instan melalui media digital. Fenomena ini menandai pergeseran minat umat Islam dalam belajar agama, yang mulai mengabaikan metode keilmuan Islam yang benar, yaitu melalui tradisi sanad keilmuan.

Sebelumnya, tradisi sanad keilmuan merupakan fondasi utama dalam belajar agama, yang memastikan transfer pengetahuan agama dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan kualitas dan integritas yang terjaga. Namun, dengan kemudahan akses informasi dan konten agama melalui media digital, banyak umat Islam yang terpikat instant gratification dan kenyamanan belajar agama secara online tanpa memperhatikan kualitas sumber dan metode pembelajarannya.

Maka sebelum belajar agama, sangat penting untuk memastikan sanad keilmuan serta latar belakang pendidikan dari guru yang akan mengajar. Hal tersebut adalah langkah yang krusial untuk memastikan bahwa pengetahuan agama yang diperoleh berasal dari sumber yang terpercaya dan memiliki kredibilitas yang baik.

Di era disrupsi saat ini, di mana berbagai pakar agama bertebaran di media maya tanpa kredibilitas yang jelas, sangat penting bagi kita untuk berhati-hati dalam memilih guru sebelum belajar agama. Jangan sampai kita terpedaya oknum yang berlabel ustaz atau ulama namun dengan enteng mengadu domba antarmasyarakat menggunakan dalih-dalih dari ayat-ayat Al-Qur’an.

Kita dapat memilih guru yang bersanad dengan melihat dari ciri-ciri mereka, yaitu bersungguh-sungguh dalam menelusuri dan memastikan ketersambungan sanad dalam perolehan ilmu agama. Mereka memiliki kepekaan yang tinggi terhadap warisan keilmuan yang mereka terima, serta menghormati dan memelihara mata rantai guru-murid yang membawa pengetahuan dari generasi ke generasi. Selain itu, ulama yang menjaga tradisi sanad keilmuan cenderung menekankan pentingnya adab dan etika dalam pembelajaran.

Berbeda dengan Wahabi, yang tidak menerima metode sanad keilmuan. Mereka cenderung menolak interpretasi tradisional dan lebih mengandalkan pemahaman tekstual langsung dari Al-Qur’an dan hadis. Akibatnya, mereka sering memiliki pandangan beragama yang sempit dan kaku, sementara pemahaman agama yang sempit dan kaku dapat menjadi sumber kekacauan serta penyebab ketegangan antarkelompok dan bahkan konflik internal umat Muslim.

Metode sanad adalah sebuah warisan yang sangat berharga dalam peradaban umat Islam. Dengan adanya sanad, kita dapat memastikan bahwa pengetahuan agama kita didasarkan pada sumber yang dapat dipercaya dan struktur yang terorganisir.

Dengan memilih guru yang bersanad, orang tidak akan berbicara agama sesuai hawa nafsu dan kepentingannya saja—seperti kelompok Wahabi yang melenceng jauh dari ajaran Islam. Sekali lagi kita harus bijak sebelum belajar agama khususnya di dunia maya. Penting bagi kita untuk waspada terhadap penyebaran paham-paham Wahabi yang meresahkan NKRI. Kehadiran pakar-pakar Wahabi yang aktif dalam menyebarkan ideologi mereka juga harus kita perhatikan—lalu ditindak dengan tegas.

Sebaiknya, belajar agama dilakukan secara langsung dengan tatap muka dan mengikuti kurikulum yang sistematis dengan para ulama yang kredibel. Namun, jika memilih untuk mendalami agama melalui internet, pastikan sumbernya sahih dan dapat dipercaya serta disampaikan oleh para dai yang memiliki sanad hingga Rasulullah. Dan kepada Wahabi yang kian masif dakwahnya di dunia maya, kita hanya punya satu kata untuk merespons mereka: “musnahkan!”.

Muhamad Andi Setiawan
Muhamad Andi Setiawan
Sarjana Sejarah Islam UIN Salatiga. Saat ini aktif dalam mengembangkan media dan jurnalistik di Pesantren PPTI Al-Falah Salatiga.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru