28.6 C
Jakarta

“All Eyes on Rafah” dan Mengakhiri Pengkhianatan Bagi Palestina

Artikel Trending

Milenial Islam“All Eyes on Rafah” dan Mengakhiri Pengkhianatan Bagi Palestina
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com “All Eyes on Rafah” menggema di dunia maya. Seruan tersebut bermula dari agresi militer Israel membabi-buta melakukan serangan udara pada Ahad (26-5-2024). Penyerangan ini mengakibatkan 45 orang tewas, 249 lainnya terluka, dan kebakaran 14 tenda pengungsi di Distrik Tel Al-Sultan, Kota Rafah.

Tak berhenti di sana, ternyata dua hari setelahnya, Israel kembali menembaki kamp pengungsi Al Mawasi, di sebelah barat Rafah. Akibat serangan ini menewaskan 21 orang, termasuk 12 perempuan. Bahkan, mereka kembali melancarkan serangan pada Kamis (30-5-2024) yang menewaskan 12 orang. Kekejaman ini terus terjadi sejak 7 Oktober 2023.

Penderitaan Rafah

Rafah, kota yang diklaim sebagai zona paling aman dan kota terakhir bagi warga sipil Palestina. Tapi ternyata, Rafah tetap menjadi ladang serangan Israel dengan alibi untuk menyerang Hamas. Kini Rafah, Gaza paling selatan, menjadi persinggahan terakhir yang penuh penderitaan.

Terget Israel bukan melulu Hamas. Melainkan ingin membumihanguskan Palestina dengan cara membunuh penduduk sipil, dari anak-anak dan kaum perempuannya. Dengan cara ini mereka menguasainya.

Atas serangan tersebut, banyak aksi protes dan solidaritas terhadap warga Palestina, yang terus membakar jagat maya dan nyata di dunia. Mulai mahasiswa dan akademisi dari AS, Eropa, hingga Asia, termasuk di Indonesia.

Pengkhianatan Bagi Palestina

Di tengah aksi protes dan solidaritas tersebut, banyak peluang yang dimanfaatkan oleh kelompok radikal di Indonesia. Mereka juga memprotes ke jalan memakai atribut ormas seperti HTI-FPI untuk membentuk kesadaran Islam dari gelombang pembelaan untuk Palestina. Yang mereka bela bukan semata-mata membangun solidaritas Palestina, melainkan mencari dukungan untuk penegakan sistem khilafah di Indonesia.

Bagi aktivis HTI dan FPI, isu Palestina adalah masalah global yang dapat menyatukan pemikiran dan perasaan umat Islam. Makanya, di tengah aksi, mereka selalu meneriakkan khilafah. Mereka menulis “Palestina adalah barometer kondisi umat Islam sekaligus katalisator kebangkitan dan kesadaran umat akan pentingnya seorang khalifah yang satu bagi umat Islam sedunia”.

BACA JUGA  Anak Indonesia Maju Tanpa Khilafah

Bagi aktivis HTI dan FPI, 75 tahun penjajahan entitas Yahudi atas Palestina adalah bukti ketiadaan khilafah. Malapetaka Palestina disebut-sebut karena umat Islam meninggalkan khilafah. Migrasi besar-besaran bangsa Yahudi dari Eropa, pengusiran, pencaplokan, hingga penjajahan tanah Palestina oleh entitas Yahudi, karena khilafah tidak lagi menjadi/dijadikan perisai mereka.

Bukan Solusi Umat Islam

Secara lantang kelompok HTI-FPI menyebut bahwa tanpa khilafah, Palestina akan tetap terjajah sebab pokok persoalan utama Palestina adalah berdirinya entitas Yahudi di tanah Palestina. Bagi mereka solusi utama bagi umat Islam dan Palestina adalah mendirikan sistem khilafah. Suatu solusi yang tidak masuk akal.

Sampai sekarang, mereka masih terus menyebut bahwa satu-satunya solusi hakiki bagi Palestina adalah tegaknya khilafah dan hadirnya seorang khalifah yang akan mengusir dan memerangi Yahudi. Mereka menyebut khilafah bisa menolak usulan solusi dua negara (two-state solution). Bagi mereka, mengakui dua negara (two-state solution) sama saja mengakui berdirinya “negara” Zionis di tanah kaum muslim, dan mengkhianati perjuangan Rasulullah, para sahabat, dan para syuhada yang telah membebaskan Al-Aqsha.

Bagi mereka, dengan khilafah, sekat-sekat negara bangsa akan tercerai, persatuan kaum muslim akan terwujud dan penjajah Yahudi akan mudah diperangi dengan jihad fi sabilillah. Karena itu mereka sekarang mulai menyerukan bahwa khilafah adalah solusi hakiki bagi Palestina dan negeri-negeri muslim lainnya. Solusi aneh.

Bagi saya, perwujudan negeri-negeri muslim baik politik dan ekonominya dalam satu kepemimpinan Islam di bawah naungan Khilafah Islamiah, akan menjadikan umat Islam tambah hancur dan menderita.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru