26.1 C
Jakarta

Alasan Gus Ulil Lebih Memilih Liberalisme dari Radikalisme

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanAlasan Gus Ulil Lebih Memilih Liberalisme dari Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Dulu, kalau tidak salah, saat Ulil Abshar Abdalla (atau yang lebih akrab disapa Gus Ulil) belum dikenal publik, ia pernah melontarkan gagasan-gagasan yang nyentrik dan kontroversial. Semisal, Nabi terakhir bukan Nabi Muhammad; Kitab Al-Qur’an butuh dikasih catatan kaki (footnote); dan seterusnya. Gus Ulil mendapat klaim negatif sebagai orang yang liberal.

Gus Ulil tidak pernah getir dengan tudingan sesat bin kafir yang dialamatkan oleh kelompok tertentu atau, kalau saya boleh menyebut, kelompok radikal. Malahan, Gus Ulil membanggakan dirinya sebagai orang liberal. Terbukti, Gus Ulil membuat forum yang cukup populer bernama Jaringan Islam Liberal (JIL).

Gus Ulil dipersoalkan, bahkan sampai diancam dibunuh. Tapi, Gus Ulil ‘slow’ saja. Karena, klaim sesat atau kafir itu biasanya datang dari orang yang sempit cara berpikirnya. Orang ini beragama sebatas apa yang mereka tahu dan lihat. Sedang, kebenaran itu sendiri sangat luas. Perbandingannya, orang yang baca satu buku dengan yang baca dua buku tentu berbeda dalam melihat persoalan. Gus Ulil pasti sudah membabat habis sekian literatur, baik yang tekstualis maupun yang kontekstualis.

Gus Ulil lebih tertarik memasuki liberalisme karena menarik dan tidak berbahaya, kalau dalam agama Islam disebut, ‘la dharara wala dhirara‘ yakni tidak bahaya dan tidak membahayakan. Liberalisme bila dipikir-pikir sangat bermanfaat untuk mensyukuri ciptaan Tuhan berupa akal. Akal disyukuri jika digunakan untuk berpikir. Liberalisme selalu mengajak akal untuk mengkaji ulang apa yang dipahami dan diyakini banyak orang. Sehingga, menghasilkan kesimpulan yang genit dan menarik.

BACA JUGA  Momen yang Tepat Kelompok Radikal Refleksi di Malam Lailatul Qadar

Generasi-generasi Gus Ulil yang cenderung liberal cukup banyak ditemukan di Indonesia. Sebut saja, Mun’im Sirry yang menulis buku Islam Revisionis. Buku ini menghadirkan kajian seputar keislaman yang unik dan tidak banyak diketahui orang. Selain itu, Zuhairi Misrawi yang pernah menyebutkan bahwa shalat tidak wajib, sedang yang wajib adalah membaca, karena ayat diturunkan pertama kali adalah perintah membaca.

Memang kedengarannya gagasan liberal terkesan mendobrak ajaran agama yang sudah diterima oleh masyarakat umum. Sehingga, masyarakat yang tidak menerima akan mengklaim sesat. Padahal, itu sangat baik untuk menghadirkan ajaran Islam lebih relevan dengan zamannya. Maka dari itu, Gus Ulil lebih tertarik memasuki dan menghadirkan gagasan liberal daripada gagasan radikal. Sebab, gagasan radikal tidak memiliki potensi positif sedikit pun.

Mari kita lihat akibat paham radikal. Paham membahayakan ini telah menggiring banyak warga Indonesia melakukan aksi-aksi terorisme. Semisal, aksi teror di Surabaya beberapa tahun yang lalu, di Makassar beberapa bulan yang lalu, dan masih banyak yang lain. Paham radikal memang jauh lebih meresahkan dan membahayakan dibanding paham liberal. Tidak heran, jika pemerintah bersikeras mencegah paham radikal dengan berbagai cara. Salah satunya, melakukan kontra narasi dan menyidak pelaku aksi teror.

Gus Ulil dengan gagasan liberal secara tidak langsung mengajak warga Indonesia untuk lebih mensyukuri ciptaan akal daripada bunuh diri dan merugikan orang lain. Agama sangat mengecam tindakan radikal tanpa terkecuali. Maka, hindari radikalisme dan tegakkan liberalisme.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru