31.8 C
Jakarta

Aktualisasi Akhlakul Karimah dan Kemaslahatan dalam Beragama

Artikel Trending

KhazanahPerspektifAktualisasi Akhlakul Karimah dan Kemaslahatan dalam Beragama
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pemaknaan agama Islam hanya dalam aspek ritual ibadah dan spiritualitas belaka memang sangat merepotkan. Subtansi agama Islam adalah agama yang mengandung spiritualitas, Akhlakul Karimah, dan kemaslahatan. Oleh karena itu, kunci semua ibadah muslim harus mengandung tiga hal tersebut. Walaupun begitu, formalitas dalam hal pemenuhan syarat, rukun, kaifiyyah ubudiyyah tetaplah dianggap penting. Tidak mungkin agama Islam dijalankan tanpa adanya ritual. Sehingga seorang muslim bisa memiliki ketaatan dalam berpuasa, membayar zakat, menunaikan ibadah haji, dan berbagai peribadatan lainnya.

Menjadi seorang muslim tidak hanya sekedar melaksanakan rukun Islam saja. Pelaksanaan ibadah adalah awal dari ketaatan, bukan tujuan akhir dari ketaatan itu sendiri. Dimensi akhlak dan kemaslahatan harus ada dari nilai pengamalan setiap ibadah. Misalnya, pembicaraan tentang ibadah puasa tidak habis sampai menahan lapar dan dahaga, namun juga harus mencakup akhlak belas kasih yang menuju kemaslahatan. Sehingga citra Islam seperti inilah yang kerap kali digembor-gemborkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Menguatkan Agama dengan Amal Shalih

Dalam hal ini, Iman dan amal shalih adalah dua aspek yang tidak dapat dipisahkan dari prosesi ibadah. Iman dan amal shalih ibarat benda dengan bayangannya, keduanya tidak bisa dipisahkan dan harus selalu bersama dalam prosesi ibadah. Amal shalih tanpa disertai dengan iman, ibadahnya akan menjadi sia-sia. Sebaliknya iman tanpa disertai dengan amal shalih akan menimbulkan kemudlaratan bagi umat yang lainnya.

Dengan kata lain, iman tidak dapat dipisahkan dari amal shalih. Kuatnya iman ikut menyuburkan keshalihan sosial (kepedulian terhadap sesama). Kesempurnaan sholat tidak dapat dinilai hanya dari kesempurnaan pelaksanaan, namun dari etik manfaat sosial yang ditimbulkannya. Sholat dapat menggerakkan pelakunya menuju etik sosial yang cerdas dengan menghindari perbuatan buruk lagi tercela.

Begitu pula, zakat dan infaq tidak hanya diukur dari seberapa besar harta yang kita keluarkan. Kesalehan akhlak dari pelaksanaan zakat dan infaq berupa kebersihan hati dari sifat kikir, tamak, rakus, dan gila harta. Selain itu, zakat juga membantu untuk lebih dekat dengan mereka yang kekurangan. Terjalinnya kebersamaan sehingga dapat memperkuat inilah kunci dari keempurnaan infaq dan zakat. Satu muslim dengan muslim yang lainnya akan saling menguatkan.

BACA JUGA  Mensterilkan Generasi Muda dari Jeratan Paham Radikal

Tetapi, pemahaman Islam melalui sistem formalitas itu masih banyak kita jumpai di kalangan Muslim. Wabah penyakit formalisasi ini merembet ke berbagai sektor perdesaan maupun perkotaan. Meskipun tidak semua orang setuju dengan sistem formalisasi ini, namun gerakan formalisasi sendiri telah mampu menunjukkan hasil. Banyak diantara penggeraknya menampilan Islam secara laku ibadah dengan mengesampingkan nilai moral yang ada didalamnya.

Bahkan bahaya formalisasi ini telah masuk ke negeri ini. Hal ini dapat dilihat dari sebuah kasus kecil dimana dari tahun ke tahun jumlah muslimah yang berjilbab kian meningkat, tetapi pada waktu yang sama jumlah kehamilan di luar pernikahan juga mengalami peningkatan. Kemudian setiap tahun kuota haji di Indonesia selalu terjadi kekurangan meski kuotanya sudah ditambah. Tetapi di saat yang sama, tingkat kesejahteraan dan kemiskinan tetap menjadi persoalan yang belum dapat diselesaikan.

Akhlakul Karimah Sebagai Subtansi

Untuk itu, keyakinan dan pengamalan Islam menjadi obyek yang terus menerus harus dikaji dan ditinjau kembali. Dalam pengertian ini, seseorang berusaha mengkaji ajaran agama untuk disambungkan kemanfaatannya bagi sesama. Menumbuhkan komitmen pengamalan agama Islam yang mengandung kemaslahatan dan menjunjung tinggi Akhlakul Karimah sebagai kunci terbentuknya Islam yang rahmatan lil alamin.

Semangat inilah yang barangkali hilang pada saat melakukan ritual agama itu sendiri. Mereka melakukan formalisasi untuk menggapai tingkat yang mulia di hadapan Tuhan. Namun di sisi lainnya, mereka mengabaikan hak-hak masyarakat lainnya yang mungkin saja tergusur akibat sistem formalisasi. Sifat abai toleransi dan ingin menang sendiri masih menghantui.

Oleh sebab itu pola pikir masyarakat harus digiring ke dalam konsep kebersamaan. Dimana ibadah tidak mengajarkan umatnya untuk bersikap egois, dengan mengutamakan kedekatannya dengan Allah swt dan melalaikan kehidupan sosialnya. Agama harus dijadikan sebagai pohon rindang, yang semua orang dapat berteduh di bawahnya. Seperti sebuah rumah besar yang membuka pintu masuk selebar-lebarnya untuk siapapun yang mendatanginya. Sehingga Islam akan menjadi maslahah jika pemeluknya melakukan ibadah dan akhlakul karimah.

M. Nur Faizi
M. Nur Faizi
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Bergiat sebagai reporter di LPM Metamorfosa, Belajar agama di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru