31.1 C
Jakarta
Array

Agama Sebagai Penguat Nasionalisme

Artikel Trending

Agama Sebagai Penguat Nasionalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Perdebatan mengenai agama dan nasionalisme hingga hari ini masih menjadi perbincangan yang hangat. Agama merupakan bentuk keyakinan umat manusia kepada sang Pencipta, sehingga agama tidak mengenal batasan geopolitik. Sedangkan nasionalisme merupakan perwujudan atas kesadaran geopolitik umat manusia.

Di belahan dunia manapun terjadi diskursus antara agama dan nasionalisme, tidak terkecuali dengan Indonesia. Berbicara mengenai nasionalisme Indonesia tidak bisa dilepaskan dari Pancasila. Pancasila merupakan representasi nasionalisme Indonesia. Umat beragama yang hidup di Indonesia dengan menjalani nilai-nilai Pancasila merupakan bentuk konkrit kecintaannya terhadap nasionalisme Indonesia.

Pancasila merupakan hasil pencarian memori kolektif oleh Soekarno dari warisan budaya Nusantara. Pada saat kerajaan Sriwijaya dan Majapahit berjaya, Pancasila merupakan ideologi kerajaan masing-masing. Hal ini terbukti bisa mengayomi seluruh elemen yang ada di Tanah Air, baik agama, suku, ras, dan antar golongan. Di dalam sebuah negara yang plural seperti Indonesia, sebuah ideologi negara harus netral terhadap golongan apapun. Negara harus mampu mengayomi seluruh keragaman yang ada. Pancasila merupakan bentuk konkrit untuk mewujudkan cita-cita persatuan dalam keragaman.

Pancasila juga merupakan upaya negara untuk mendialogkan antara agama dan nasionalisme. Meskipun kedua entitas tersebut berbeda, akan tetapi tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Menurut Muh. Hatta peran agama dalam negara sebagai perkakas. Negara tidak lengkap jika tidak ada agama. Begitu juga dengan agama, agama memerlukan sebuah negara agar umat beragama bisa menjalankan agamanya dengan aman dan nyaman.

Di dalam negara Pancasila, orang akan dituntut untuk memeluk agama sesuai kepercayaan masing-masing, karena hal ini merupakan perwujudan dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Prof. Kaelan, selaku guru besar Filsafat Pancasila, sila pertama merupakan inti dari Pancasila. Melalui sila pertama orang akan diajarkan tentang persatuan, perbedaan, musyawarah, etika dan moralitas, keadilan, dan nilai-nilai kemanusiaan lainnya di agamanya masing-masing. Jadi, ajaran-ajaran yang terkandung dalam agama juga terkandung dalam Pancasila.

Aktualisasi ajaran universal dari agama dibutuhkan untuk memperkuat nasionalisme. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah sikap menghargai dan menghormati perbedaan yang ada di Indonesia. Hal ini penting untuk dilakukan karena saat ini banyak orang yang bersikap esklusif terhadap agamanya, terutama kelompok Islam radikal. Banyak dari mereka yang menghakimi orang lain karena berbeda faham, mendiskriminasi kaum minoritas, bersikap truth claim terhadap agamanya. Sikap-sikap seperti ini justru tidak mencerminkan nilai universal suatu agama.

Upaya menghormati dan menghargai perbedaan merupakan wujud dari sila Persatuan Indonesia. Persatuan dalam keragaman merupakan salah satu langkah awal untuk mensukseskan adanya musyawarah antar golongan. Dan, dengan persatuan, warga negara bisa mengupayakan untuk keadilan ekonomi. Tanpa ada persatuan tidak akan ada musyawarah mufakat, kesejahteraan ekonomi juga tidak akan terealisasikan.

Setiap agama memiliki sistem moral dan etika, terutama hubungannya dengan antar manusia. Dalam agama selalu diajarkan untuk selalu berbuat baik kepada orang lain. Gus Dur pernah mengatakan bahwa ketika kita berbuat baik kepada orang lain, orang lain tidak akan menanyakan apa agamamu. Ajaran seperti ini menunjukkan bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Dengan berbuat baik, interaksi sosial antar manusia akan terjalin dengan baik. Hubungan baik antara manusia menunjukkan bahwa dia memiliki adab dan etika dalam berinteraksi.

Hal ini menunjukkan bahwa martabat manusia dalam sila kemanusiaan juga diperhatikan dengan penuh. Tanpa ada ajaran tentang kemanusiaan, baik dalam ajaran agama maupun Pancasila, orang akan bertindak semena-mena. Tidak menghargai perbedaan yang ada, melakukan diskriminasi terhadap orang lemah, dan melukan tindakan yang justru merampas hak individu maupun kolektif, ini merupakan tindakan-tindakan yang tidak memiliki jiwa kemanusiaan. Padahal dalam agama, kita diajarkan untuk saling menghargai, menghormati, membantu orang lain, tanpa memandang identitas yang melekat pada orang yang kita bantu.

Dengan argumentasi di atas menunjukkan bahwa tidak ada yang perlu dipertentangkan antara agama dan nasionalisme. Nasionalisme Indonesia yang terwujud dalam bentuk Pancasila justru didukung oleh agama. Umat beragama dan mau mengaplikasikan nilai universal agama dalam kehidupan sehari-hari maka ia juga telah mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila.

Oleh: M. Mujibuddin SM, Esais.

[zombify_post]

M. Mujibuddin SM
M. Mujibuddin SM
Alumnus Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru