27.3 C
Jakarta

Abu Bakar Ba’asyir, Siasat Teroris, dan Tegaknya Negara Islam di Indonesia

Artikel Trending

Milenial IslamAbu Bakar Ba’asyir, Siasat Teroris, dan Tegaknya Negara Islam di Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Abu Bakar Ba’asyir menjadi perbincangan serius hari ini. Bukan karena ketokohannya membela para teroris. Tetapi karena ia begitu lincah, ideologis, fanatik, licik untuk mencari suaka politik Islam. Buktinya, ia dalam bulan ini, blusukan untuk membangun langkah politik yang sudah mati.

Politik Ba’asyir sebenarnya sudah mati. Dalam artikel Abu Bakar Ba’asyir dan Safari Politik Islam Menuju 2024” (Harakatuna.com 16/02/2021), saya mengatakan, ia menjadi tokoh pemimpin yang “melayang-layang”, hilang arah dan keropos.

Tapi karena hilang arah dan keropos itulah ia mengubah poros. Ba’asyir melakukan jejak safari silaturrahim kepada pondok-pondok besar yang, memiliki kekuatan besar di tanah air. Dalam satu bulan ini, setidaknya ia berkeliling hampir puluhan pondok di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Sudah pasti dalam blusukan Ba’asyir, ia hanya menginginkan dua hal: dukungan moral dan dukungan ideologis. Kecacatan “moral” yang selama ini menjadi jejak “merah” politik Islam radikal Ba’asyir, ingin terhapuskan dari ingatan Indonesia. Jejak rekam “sadis” Ba’asyir yang merestui bahkan membidani kaum teroris, ingin segera sirna di punggung besar nama Ba’asyir dari ingatan manusia Indonesia.

Di lain hal, Ba’asyir menginginkan goresan cacat yang begitu parah dan dalam, karena penghianatan di kubu organisasi-organisasi radikal yang dibangunnya, terampuni. Ba’asyir ingin ideologi yang mendekam di dirinya, masih bisa terpercaya pengikutnya.

Ba’asyir ingin bertobat dari jurang dalam pengkhianatan. Karena itu, dari sekarang, ia membangun langkah dari bawah, dengan cara-cara konsolidasi ke beberapa pondok Islam terbesar yang pernah menampung hidup Ba’asyir.

Abu Bakar Ba’asyir dan Misi Politik Teroris

Sekarang, hanya satu pilihan misi Abu Bakar Ba’asyir: bersatunya politik Islam radikal dunia. Dengan bersatunya kaum Islam radikal di dunia, maka dalam rumus Abu Bakar Ba’asyir, tegaklah negara kekhalifahan di Indonesia.

Abu Bakar Ba’asyir menggarapnya dari sekarang. Mata pikirannya melayang jauh ke tahun 2024. Ia memulai kepada pondok yang bisa menerima Ba’asyir untuk persiapan menyambut tahun (suci) 2024. Tahun 2024, adalah 100 tahun runtuhnya khilafah yang, bagi kaum radikal adalah tahun muncul seorang panglima pembaharu Islam, alias mujaddid.

BACA JUGA  Khilafah di Indonesia: Antara Ghirah Keislaman dan Kecemasan Berbangsa-Bernegara

Siasat safari politik Ba’asyir adalah siasat khilafahisme. Kaum-kaum dan organisasi- organisasi teroris yang menginginkan khilafah tegak di dunia, juga melakukan siasat “licik” tersebut. Tak aling-aling, organisasi macam Al-Qaeda sedang mempersiapkan seperti yang Abu Bakar Ba’asyir (Harakatuna.com, 18/02/2021). Bisa jadi, Ba’asyir melakukan itu berkat inisiatif Al-Qaeda, organisasi yang pernah Ba’asyir huni setia sekuat diri-hati.

Bagi para kaum dan organisasi teroris, tahun 2024 adalah momentum. Tahun 2024, dimana Indonesia akan berkabung dari pertarungan politik, bisa jadi kaum teroris menyusup ke segala arah. Komunitas Islam yang sudah sangat mendambakan tegaknya khilafah di Indonesia, bisa memanfaatkan momentum itu. Siasat ini sebenarnya pernah dilakukan dan terjadi di pemilu-pemilu sebelumnya. Dan, kaum radikalis-teroris Indonesia cukup berhasil. Tahun 2024, tahun memonetum umat radikalis-teroris.

Apa yang Harus Kita Lakukan?

Setidaknya, hari ini, kita tahu siasat dari para tokoh dan kaum-organisasi teroris untuk agenda tahun 2024 esok. Siasat dan agenda yang mulai tertancap hari ini, bisa terang-terlihat untuk kemudian kita tenggelamkan.

Atau, bayang-bayang agenda “ngeri” dari tokoh dan kaum-organisasi teroris itu, kita hanguskan mulai hari ini. Sekarang! Kita mungkin perlu mengumpulkan niat, untuk sama-sama melalukan deradikalisasi, atau kontra agenda “jahat” para pelaku radikalis-teroris. Dan untuk lebih efektif dari sekadar kontra narasi dan deradikalisasi, kita harus melakukan program humanisme bagi pelaku teroris.

Tapi ingat, segala yang tinggal, dan diam, tak pernah mati. Ia terus tumbuh. Ia terus menguat dan pekat. Ideologi teroris itu tak akan pernah mati. Ideologi teroris tidak berakhir bila nafas berhenti: mati.

Nah, kalau  kita tidak lakukan dari sekarang, dari generasi kita, saya khawatir Indonesia akan hidup lama dengan terorisme. Atau bahkan malah, kita merasakan apa itu derita Suriah dan Pelestina. Indonesia banjir darah dan derita, tidak hanya mengairi, tapi membanjiri. Mau?

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru