28 C
Jakarta
Array

5700 KM Menuju Surga (Bagian XLV)

Artikel Trending

5700 KM Menuju Surga (Bagian XLV)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

ARAB SAUDI : COBAAN TERBERAT PERJALANANKU

AWAL RAMADHAN YANG MEMILUKAN

Kamis tanggal 19 Juli 2012 menjadi hari yang paling indah dalam hidup Senad ketika pada akhirnya dia berhasil melewati padang pasir tandus dengan suhu udara rata-rata 50 derajat celsius yang seakan-akan membuat kulit terkelupas. Terik matahari setiap hari menyengat kulit dan membakar kerongkonganya, terlebih ketika dia melewati gurun pasir seperti itu dan kini dia sudah berada di perbatasan Arab Saudi. Selain itu kebahagiaan yang kedua, karena besok hari jumat merupakan awal bulan suci Ramadhan, bulan suci yang begitu dinantinya.

Semua negara telah dilewatinya dan impiannya untuk bisa menunaikan ibadah haji sebentar lagi akan terwujud pikirnya di dalam hati. Hatinya berdebar-debar begitu bahagia mensyukuri segala karunia dan nikmat Allah yang diberikan kepadanya.

Pemberitaan mengenai dirinya di berbagai media semoga memudahkannya untuk mendapatkan visa Arab Saudi dan memasuki negara itu. Setidaknya, dia berpikir akan dipermudah untuk mendapatkan visa dari kerajaan yang kaya raya itu.

“Mabruk Ya Senad, congratulation,” ujar Fahd A el Zeid, menyambut Senad dengan sambutan yang hangat dan penuh kekeluargaan. Senad begitu bahagia dia berpikir bahwa sebentar lagi pasti akan bisa memasuki kerajaan Arab Saudi.

“Tidak ada dalam sejarah orang yang mampu berjalan kaki sekian lama untuk menunaikan ibadah haji. Saya akan langsung mengefax dokumen-dokumen Anda ke Riyadh tuan Senad. Menurut informasi Pangeran Riyadh mengatakan bahwa visa sudah akan disetujui, dan Anda akan didukung dengan segala cara oleh Arab Saudi. Datanglah tiga hari lagi kesini untuk mengambil visa Anda, tuan Senad.” Jelas Fahd A el Zeid panjang lebar kepada Senad. Senad begitu bahagia. Allah memudahkan semuanya pikirnya. Ia mengucapkan terimakasih atas bantuan dan sambutan hangat yang diberikan kepadanya untuk kemudian dia pun undur diri menunggu visa yang dijanjikan Fahd A el Zeid itu.

Panas gurun pasir benar-benar menyiksa Senad, terlebih saat itu adalah hari pertama di bulan Ramadhan. Perjumpaannya kembali dengan Ramadhan dalam kondisi ‘susah’ seperti ini membuat hatinya begitu sentimentil. Tiba-tiba ia membayangkan kampung halamannya Banovici,  di mana ia bersama orang-orang yang dicintainya hidup bersmaa. Senad begitu merindukan mereka.“Apa kabar Aqueena, isteriku? Andai engkau tau apa yang sedang dialami suamimu mungkin engkau akan menangis tiada henti?” gumannya di dalam hati. “Apa kabar anak-anakku? Abi begitu meirndukan kalian? Doakan abi semoga cepat kembali dengan selamat?” renungnya kembali.

Satu persatu kelebatan wajah itu tiba-tiba muncul dipelupuk matanya dan begitu kuat menguasai pikirannya. Senad merasakan matanya menghangat dan hatinya seakan telah gerimis. Ia bergegas bangkit, ia harus menunaikan ibadah pikirnya, menyambut malam pertama di bulan Ramadhan.

Malam itu Senad menghabiskan waktu dengan menunaikan ibadah taraweh dan membaca ayat suci al-Qur’an semalaman. Ia hanya sendiri. Tak ada seorang pun manusia yang melintasi tenda kecil tempat ia selama ini menginap. Dunia seakan tenggelam dalam kebisuan bersama kesendiriannya. Bahkan, suara binatang pun tak terdengar oleh telinganya. Hanya desiran angin dan serpihan debu-debu yang diterbangkan angin. Yah, hanya itu yang selalu ia dengar. Tak ada yang lain.

Menyambut awal Ramadhan malam itu, tidak ada menu sahur yang bisa dimakan oleh Senad. Ia hanya memegang beberapa puluh dolar yang ia tidak bisa belanjakan karena tidak ada toko atau pun pedagang makanan yang melintas. Malam itu ia hanya mempunyai butiran-butiran cokelat kecil yang dibawanya kemana-mana dan seteguk air putih yang selama ini menghilangkan lapar dan dahaganya. Ia sudah sangat terbiasa tidak menyentuh makanan. Perutnya sudah sangat terbiasa merasakan rasa lapar dan kerongkonganya seakan sudah sangat bersahabat dengan rasa haus. Baginya, butiran cokelat kecil dan air putih itu sudah cukup menjadi menu sahur di bulan yang penuh berkah dan begitu dicintainya itu.

Usai menunaikan ibadah sahur, Senad kembali membaca al-Qur’an sambil menunggu waktu subuh datang. Desiran angin gurun sesekali menerpa mukanya. Ia membungkus lehernya dengan sorban berwarna merah. Tubuhnya kini makin terlihat kurus dan kering. Pipinya makin tirus dan matanya sedikit cekung. Perjalanan selama berbulan-bulan tanpa persediaan makanan dan minuman yang cukup membuat berat tubuhnya menurun drastis. Hanya kebaikan orang yang ditemuinya di jalan dan mereka yang mengetahui perjalanan haji yang dilakukan oleh Senad yang membuat Senad masih bisa merasakan suapan makanan dan dinginya air kulkas.

Ketika tengah asyik membaca al-Qur’an tiba-tiba ia berhenti membaca ayat-ayat suci itu, pikirannya terbang jauh ke Banovici, mengenang malam-malam Ramadhan yang khusyuk dan membahagiakan, akankah ia bisa kembali lagi kesana? Selamat dalam perjalanan pulang dan sampai ke rumah sederhana yang penuh dengan kebahagiaan itu. Hatinya tiba-tiba diterkam kerinduan yang menyayat di tengah kesendirannya di gurun pasir yang tandus itu. ***

Ikuti penulis di:

Wattpad:birulaut_78

Instagram: mujahidin_nur

 

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru