26.1 C
Jakarta

Urgensi Sertifikasi Dai dan Kekhawatiran Berlebihan PA 212 (1/4)

Artikel Trending

KhazanahTelaahUrgensi Sertifikasi Dai dan Kekhawatiran Berlebihan PA 212 (1/4)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

 Pandemi Covid-19 masih melanda dunia juga negeri tercinta ini, namun usaha dalam kebaikan dan perbaikan di berbagai sector oleh pemerintah Jokowi terus berlanjut di berbagai bidang termasuk dunia dakwah khususnya penceramah bersertifikasi (Dai Bersertifikasi). Wacana yang di programkan tahun 2019 oleh pemerintah Indonesia di bawah kendali Kementrian Agama Republik Indonesia dengan sang nakhodanya Menteri Agama Fachrul Razi kini kembali menuai protes dari berbagai elemen. Wacana dai bersertifikat yang digulirkan Menteri Agama Fachrul Razi semenjak akhir 2019 lalu, kini kembali menjadi perbincangan panas. Dai bersertifikat rencananya diterapkan dalam waktu dekat.

Upaya standarisasi dan kemudian berujung pada sertifikasi pada dai berawal dari keresahan terhadap banyaknya penceramah dan mengkhutbah di masjid-masjid yang menggunakan ruang tersebut untuk menyampaikan ide-ide yang tidak toleran dan beberapa di antaranya dengan lantang menyuarakan anti-NKRI. Dalam sebuah bangsa yang majemuk, ide-ide radikal tersebut dapat mengganggu harmoni masyarakat yang dengan susah payah dibangun dan dijaga.  Demokrasi yang berkembang di negeri kita ini memang memberikan kebebasan kepada warga negara untuk menyampaikan ekspresinya dengan berserikat dan organisasi untuk memperjuangkan idenya. Tetapi, kampanye yang tujuan jangka panjangnya untuk memberangus kebebasan itu sendiri tidak perlu diberi ruang.  Kita bisa belajar dari negara-negara di Timur Tengah di mana kelompok radikal memanfaatkan demokrasi untuk meraih kekuasaan dan ketika sudah berkuasa, demokrasi yang telah menghantarkan mereka berkuasa lalu dipinggirkan.  Kini saatnya berpikir dengan jernih langkah terbaik dalam mengatasi kampanye radikalisme dan anti-NKRI yang disuarakan oleh sejumlah penceramah. (NU Online, Menimbang Usulan Sertifikasi Dai)

Diharapkan melalui program itu, para dai, antara lain diharapkan bersatu padu menyampaikan pesan-pesan yang betul-betul bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Kementerian Agama mencita-citakan masjid benar-benar dipakai untuk tujuan mempererat persatuan. Program dai bersertifikat sebagai pendakwah bertujuan untuk mencegah penyebaran pesan radikalisme. Tetapi, wacana itu mengundang reaksi keras dari tokoh agama dan beberapa ormas. Beberapa tokoh mengutarakan pendapatnya kekhawatiran bebrau “thingking negative” dan penolakan terhadap program tersebut.

BACA JUGA  Penggalangan Dana Terorisme: Akar Langgengnya Masalah Terorisme

Salah satunya, mengundang reaksi keras dari tokoh agama Persaudaraan Alumni 212, seperti Novel Bamukmin. Sejak akhir tahun lalu, penolakan sudah disampaikan Novel Bamukmin. Novel Bamukmin kembali menegaskan sertifikat buat dai hanya akan memicu kegaduhan dan keresahan di kalangan umat Islam, seperti yang berlangsung akhir 2019. Novel Bamukmin mengutarakan sejumlah kekhawatiran jika program sertifikasi penceramah diberlakukan. Dia menyebutnya sangat berbahaya, akan mengotak-kotakan para mubaligh. Bahkan bisa saling berhadap hadapan dan ini sangat mengadu domba anak bangsa dan kalau sudah teradu domba jelas ini adalah upaya adu domba neo PKI,” kata Novel. Barangkali Novel Bamukmin sudah sampai pada taraf sangat jengkel terhadap pimpinan Kementerian Agama. Dia menilai kementerian ini perlu dirombak. Dia curiga pimpinan kementerian itu yang disebutnya telah gagal paham, selama ini dibisiki oleh golongan orang yang berpaham sekularisme, liberalisme, pluralism, dan sosialisme (sepilis). (Suara.com, Jumat 14/8/2020)

Novel dalam pandangannya kemenag ini sudah selayaknya di-reshufle karena orang yang jelas gagal paham dengan ajaran agama Islam itu sendiri dan diduga pembisik pembisiknya pun adalah golongan orang-orang sepilis sehingga ingin merusak tatanan dalam ranah beragama demi kepentingan politik penguasa yang saat ini diduga berpihak kepada neo PKI dengan kasus masuknya RUU HIP yang akhirnya umat Islam lintas ormas Islam serta lintas daerah di seluruh Indonesia menolaknya dan RUU HIP gagal menjadi UU dan akhirnya pemerintah mengutus utusannya yaitu empat menteri ke DPR mengajukan pengganti RUU BPIP yang BPIP pun harusnya dibubarkan karena jelas menyerang Islam dengan mengatakan bahwa agama adalah musuh besar Pancasila dan BPIP ini satu paket bermasalah sama dengan kemenag yang dengan ocehan BPIP membuat gaduh dan meresahkan umat Islam.Itulah yang dikatakan Novel menjadi dasar bagi PA 212 menolak wacana program sertifikasi dai yang di programkan pemerintah. Lantas kenapa PA 212 harus khawatir dan takut? Bersambung

Tgk. Helmi Abu Bakar El-Lamkawi
Tgk. Helmi Abu Bakar El-Lamkawi
Guru Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga dan Dosen IAI Al-Aziziyah Samalanga, Bireuen dan Ketua PC Ansor Pidie Jaya, Aceh.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru