29 C
Jakarta

Ulama Aswaja Menggugat Ideologi Hizbut Tahrir

Artikel Trending

KhazanahPerspektifUlama Aswaja Menggugat Ideologi Hizbut Tahrir
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Menurut Syekh Ali Jum’ah (2020), ia merepons tentang ideologi khilafah Hizbut Tahrir (HT/HTI), kita katakan pada mereka, Rasulullah tidak memerintahkan kita untuk mengupayakan khilafah dan mendirikannya untuk kedualinya, Rasulullah memerintahkan kita menarik tangan kita, dan menghadap kepada Allah dengan rendah diri.(sumber: islami.co, 27/08)

Di luar HT/HTI, ada juga kelompok radikal-ekstrem yang berbondong-bondong mengobarkan semangat penegakan khilafah Islamiyah atau negara Islam. Di antaranya, ISIS (Islamic State of Iraq and Syria), al-Qaeda, Jamaah Islamiyah (JI), dkk. Dan mereka kompak secara intens memakai dalil khilafah untuk mencari legitimasi pembenaran sepihak.

Namun, ide kelompok transnasional tersebut telah timbul penolakan dari ulama-ulama Timur Tengah, baik Habib Umar bin Hafidz maupun Habib Ali bin Al-Jufri. Alasan ulama ini cukup beralasan historis, dan teologis. Sehingga kenapa Hizbut Tahrir di Indonesia masih membantah pendapat para ulama ini? Hal tersebut menjadi fakta bahwa HT/HTI masih memberontak.

Toh ulama NU (Nahdlatul Ulama) maupun Muhammadiyah sama-sama sepakat menolak ide HTI/HT yang menurut tafsir mereka bertentangan dengan Pancasila. Dan sistem khilafah hanya berlaku pasca kekhalifahan Rasulullah SAW atau yang kita kenal dengan khulafaur rasyidin. Pertama, Abu Bakar Ash-Shiddiq (13/632-634 M). Kedua, Umar Bin Khatthab (13-23 H/634-644 M). Ketiga, Usman Bin Affan (23-36 H/644-656 M). Keempat, Ali Bin Abi Thalib (36-41 H/656-661 H).

Lembaga penelitian UIN Alauddin Makassar (Peran Hizbut Tahrir dalam Perubahan Sosial Keagamaan; 2012) malaporkan bahwa HTI/HT menghendaki eksistensi negara khilafah secara de facto tetaplah negara yang diperhitungkan dunia selama 13 abad, dan pada saat itulah kaum muslimin juga diperhitungkan. Sistem pemerintahan Islam menganut sistem khilafah yang mengikuti pedoman Nabi (Khilafah ‘ala Minhaji al-Nubuwwah).

Laporan ini mengindikaskan HTI/HT terbukti tak mengikuti pendapat-pendapat ulama tentang sejarah khilafah itu sendiri, dan selama berdirinya Hizbut Tahrir di negara mana pun, khususnya di Indonesia. Pun cara HTI/HT dalam membangun negara tidak seperti Rasulullah SAW yang memajukan Makkah, dan Madinah sebagai negara sentral toleransi, dan kedamaian.

Keberatan Atas Ideologi Hizbut Tahrir

Hizbut Tahrir di belahan dunia mana pun secara aktif-provokatif menebar narasi jahat, semangat kelompok transnasional ini cenderung pada permusuhan yang mengakibatkan umat Islam semakin terpecah belah. Di Indonesia, ditandai oleh munculnya peradaban toleransi yang kian melemah, persatuan dan persaudaraan yang mulai retak, serta munculnya gelombang politik api revolusi yaitu Hizbut Tahrir alias partai pembebasan.

Selain itu, elit-elit HTI/HT tak pernah absen mengatakan khilafah adalah solusi. Bahkan, dalam buku (Manifesto Hizbut Tahrir untuk Indonesia; 2009), khilafah adalah sistem politik Islam. Khilafah tidak sama dengan sistem diktator, tapi juga bukan sistem demokrasi. Salah satu prinsip penting dari khilafah, yang sekaligus membedakan dari sistem lainnya baik diktator maupun demokrasi, adalah bahwa kedaulatan, yakni hak untuk menetapkan hukum, yang menentukan benar dan salah, yang menentukan halal dan haram, ada di tangan syariah, bukan di tangan manusia.

BACA JUGA  Golput Bukan Solusi untuk Demokrasi NKRI, Hindari!

Landasan HTI/HT berkata demikian didasarkan pada surat (Qs. al-Maidah [5]: 44), (Qs. al-Maidah [5]: 45), (Qs. al-Maidah [5]: 47), melalui tafsir tekstual ini. HTI/HT seolah-olah mampu mengalabuhi masyarakat dengan memanipulasi teks-teks al-Qur’an, dan menuduh negara demokrasi Pancasila (NKRI) adalah sebagai rezim yang diktator, thagut/kafir, dzalim, dan fasik.

Framing keislaman HTI/HT bukan hanya kesan dalam negara demokrasi, dan menginspirasi negara Islam di Timur Tengah. Akan tetapi, mengarah pada kudeta atau makar yang ditujukan pada legitimasi Presiden atau pemerintah yang sah. Dan tindakan HTI/HT memperlihatkan sebagai kelompok yang suka mengadu domba umat, tetapi, bukan kelompok yang betul-betul mencintai masa depan Islam rahmah, dan peradaban toleransi.

Oleh karena itu, ulama NU dan Muhammadiyah wajar jika tidak mentoleransi eksistensi HTI/HT yang ingin mengganti Pancasila, dan UUD 1945 atau yang kita kenal konstitusi. Keinginan HTI/HT menjadi bukti permulaan yang cukup, sehingga para ulama di negeri ini hukumnya fardu kifayah menangkal ideologi HTI/HT yang mengganggu ketertiban bangsa ini.

Merespons Khilafah Islam

Habib Umar bin Hafidz mengatakan dalam buku (Islam dan Politik: Sistem Khilafah dan Realitas Dunia Islam; 2019), Rasulullah SAW menyebut batas waktu. Tatkala masa 30 tahun telah usai, dan khilafah semacam ini telah hilang, ia tidak memberikan perintah, “Memberontaklah pada para penguasa, perbaiki berbagai masalah, berjuanglah untuk mengganti mereka dengan orang-orang yang mirip dengan masa 30 tahun itu!”, Rasulullah tidak memerintahkan itu. Namun, dalam kitab Musnadnya Imam Ahmad, juga dalam al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihaian karya al-Hakim, Rasulullah SAW bersabda, “Khilafah sepeninggalku 30 tahun, kemudian menjadi kerajaan.”(HR. Ahmad)

Dalam konteks ini, khilafah tidak lagi berlaku pasca kepemimpinan khulafaur rasyidin, hingga kemudian terbangun sejarah kerajaan-kerajaan lain seperti dinasti Umayyah, Abbasiyah, Fathimiyyah, Ayyubiyah, Buwaihiyyah, dan Muwahhidin, sampai era jatuhnya dinasti Ustmaniyah (Ottoman). Secara historis, sejarah khilafah Islam dengan rinci dikemukakan sebagaimana dalil-dalil yang termaktub dalam literatur sejarah.

Ketika elit-elit HTI/HT disebut ulama, patutkah disebut ulama pewaris Nabi (al-ulama al-warasatul anbiya’). Kalau pun ingin meneladani jejak Nabi Muhammad tidak harus dengan menegakkan khilafah, namun dapat melalui dakwah Islam modern yang lebih menjunjung tinggi integritas Islam, peradaban, kemanusiaan, dan kedamaian.

Dan sistem khilafah di era Nabi tidak sama dengan apa yang diwacanakan HTI/HT, di mana Rasulullah SAW mementingkan semangat Islam ramah yang menjadi batu keras kekuatan negara Madinah, sehingga hidup damai itu telah menyemai diri dalam kehidupan umat Islam yang harmonis. Maka dari itu, pesan Nabi dalam hadits tentang keberlakuan khilafah dapat dimaknai, agar umat Islam tidak terpecah belah, dan dalam lindungan Ahlus Sunnah Wal Jamaah.

Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah (Aswaja) harus ada di garda terdepan dalam menangkal radikalisme khilafah, sebab, ulama adalah pewaris Nabi sekaligus teladan umat dalam hal pandangan soal keagamaan, kebangsaan, dan keindonesiaan. Karena itu, ulama wajib memberikan pendidikan yang membuat masyarakat kita semakin bersatu, dan harmonis.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru