Harakatuna.com. Kairo – Parlemen Mesir pada hari Senin memberi izin pengerahan pasukanke di Libya. Langkah Parlemen ini dapat meningkatkan perang spiral Turki-Mesir di Libya setelah Presiden Abdel Fattah el-Sissi mengancam aksi militer terhadap pasukan yang didukung Turki di negara kaya minyak itu.
Pengerahan pasukan itu juga akan menyeret Mesir ke ambang perang dengan Turki, di mana kedua negara mendukung pihak yang saling berseteru di Libya.
Presiden el-Sissi telah menyebut kota pantai strategis Sirte sebagai “garis merah” dan memperingatkan bahwa setiap serangan terhadap kota itu, yang berada di dekat terminal dan ladang ekspor minyak utama Libya, akan mendorong Mesir untuk campur tangan guna melindungi wilayah perbatasan baratnya.
Potensi Perang Turki-Mesir
Pasukan yang didukung Turki, yakni pasukan Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui PBB dan berbasis di Tripoli telah dimobilisasi di tepi Sirte dan telah berjanji untuk merebut kembali kota di Mediterania itu, bersama dengan pangkalan udara Jufra, dari pasukan rival yang dikomandoi oleh Khalifa Haftar dan berbasis di Libya Timur.
Setelah sesi tertutup di Kairo, Parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Mesir, yang jumlah kursinya dikuasai para pendukung el-Sissi, menyetujui rencana untuk mengirim pasukan ke luar Mesir. Dalihnya, “untuk membela keamanan nasional Mesir di wilayah barat yang strategis melawan aksi milisi kriminal bersenjata dan teroris asing.”
Jumlah dan sifat penyebaran pasukan militer Mesir belum jelas. Turki sendiri dilaporkan sudah mengerahkan pasukan ke Libya. Menurut laporan Pentagon atau Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) ada sekitar 3.800 petempur yang dikerahkan pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan ke Libya.
Baik Turki maupun Mesir sama-sama bersikeras membela kepentingannya di Libya sehingga potensi konflik kedua pihak bisa pecah setiap saat.