29.1 C
Jakarta

TGB Zainul Majdi Menolak Propaganda Khilafah ala HTI

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanTGB Zainul Majdi Menolak Propaganda Khilafah ala HTI
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Isu khilafah bukan sesuatu yang baru dan asing terdengar di benak banyak orang, tak terkecuali di benak orang-orang Indonesia. Saya sendiri mendengar istilah khilafah semenjak duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah (setara SMP) dulu, karena kebetulan guru sejarah menjelaskan sejarah Khilafah Bani Umayyah, Khilafah Bani Abbasiyah, dan seterusnya. Saya sama sekali belum mengetahui pergulatan isu khilafah ini lebih serius.

Begitu saya sudah membaca beberapa buku dan informasi yang tersebar di media sosial, tak terkecuali di koran cetak, ternyata khilafah menjadi isu yang cukup sensitif di penjuru dunia, terlebih di Negara Indonesia. Khilafah ini, kalau Anda belum tahu, adalah sebuah sistem kepemimpinan umum bagi kaum muslimin di dunia untuk menerapkan hukum-hukum Islam dan mengemban dakwah Islam ke penjuru dunia. Sedang, orangnya disebut dengan “khalifah”.

Sistem khilafah masuk ke Indonesia melalui kelompok radikal. Sebut saja, HTI dan ISIS. Semakin ke depan isu khilafah semakin memicu konflik yang berkepanjangan. Apalagi akhir-akhir ini terjadi percekcokan antara banser dan seorang ustadz karena persoalan khilafah. Singkat ceritanya, banser meminta klarifikasi kepada Ustadz Zainullah Muslim yang tercium dakwahnya berbau pro-khilafah. Percekcokan ini menjadi trending di jagat media sosial.

Terlepas dari pro-kontra sikap banser yang “sok pancasilais” dan tak terkendali berkata-kata kasar di depan orang yang tidak disukai, saya bagaimanapun tetap tidak menerima khilafah menjadi sistem negara di Indonesia. Dr. TGB Muhammad Zainul Majdi, MA menyebutkan, NKRI adalah maslahat nyata, sedangkan khilafah adalah maslahat prediktif. Disebutkan dalam kaidah: Al-Mashlahah al-mutahaqqiqah an-najizah muqaddamah ala al-mashlahah al-mustaqbalah al-marjuhah. Maksudnya kurang lebih begini, “Maslahat nyata, jelas, dan telah terwujud didahulukan di atas maslahat prediktif yang belum terwujud.”

Kaidah yang dinukil oleh TGB memiliki relevansi yang kuat untuk menolak sistem khilafah yang diyakini oleh kelompok radikal sebagai sistem terbaik dibandingkan sistem yang lain, apalagi sampai mengikutsertakan Islam untuk menjustifikasi sistem ini dapat diterima di tengah-tengah masyarakat. Sistem republik yang digunakan di Indonesia dipandang lebih baik dan telah terwujud untuk merangkul perbedaan yang terbentang luas di Indonesia. Jika sistem khilafah ini masih dipaksakan untuk mengganti sistem republik, mampukah sistem khilafah merangkul perbedaan agama? Bukankah sistem khilafah itu hanya memiliki batasan yang sempit dan hanya diperuntukkan bagi umat Islam saja, sementara di Indonesia terdapat agama di luar Islam, seperti Kristen, Hindu, dan seterusnya?

BACA JUGA  Tafsir Lingkungan di Tengah Kebijakan Penguasa

TGB meyakini, Islam tidak memerintahkan satu sistem pemerintahan tertentu, namun memberi panduan nilai-nilai mulia yang harus terwujud dalam sistem apapun. Sistem republik demokratis yang disepakati dalam NKRI tak kalah valid dan sah dibandingkan dengan sistem khilafah. Argumentasi TGB ini secara tegas bermaksud menjaga NKRI dari pemuja khilafah yang bermaksud memporak-poranda Indonesia. Tindakan porak-poranda ini tak ubahnya penjajahan yang pernah dilakukan oleh Belanda dan Jepang tempo dulu. Duh, jahat banget para pemuja khilafah ini ya!

TGB menolak sistem khilafah menggantikan sistem republik karena, selain alasan sistem khilafah bersifat prediktif, menjaga keutuhan negara ini. TGB memandang, negara bangsa ini adalah amanah dari Allah yang wajib dijaga dan dikokohkan. Ini merupakan kesepakatan bersama sejak era para pendiri bangsa. Karena itu, tidak perlu menghadirkan sistem baru semacam khilafah. Lebih dari itu, dalam sistem republik sudah terbentang kuat nilai-nilai dasar yang diperjuangkan Islam, terutama nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, syura, dan keadilan.

Sebagai penutup, tidak perlu menghadirkan sistem khilafah di tengah-tengah masyarakat Indonesia, apalagi bersikeras menggantikan sistem republik demokratis. Saya pikir, sistem khilafah itu hanyalah bentuk politik sebagian kelompok yang oposisi terhadap pemerintah. Mereka mencari “jalan tikus” untuk memukul keras dari belakang melalui mencari simpati dan dukungan masyarakat. Sebab, bagi mereka, mendapat dukungan dari publik tak ubahnya kata-kata bijak: “Suara rakyat, suara Tuhan”. Please stop khilafah, because it’s bullshit![] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru