26.7 C
Jakarta

Syekh Ali Jaber, Tragedi Penusukan, dan Fitnah Komunis

Artikel Trending

Milenial IslamSyekh Ali Jaber, Tragedi Penusukan, dan Fitnah Komunis
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Syekh Ali Jaber sedang mengisi tausiah, ketika seorang pemuda berkaos naik ke panggung dan menusuknya menggunakan pisau. Tragedi tersebut terjadi pada Minggu (13/9) kemarin di Masjid Falahuddin, Jl. Tamin No. 45 Sukajawa, Tanjungkarang Barat, Bandar Lampung, sekitar jam 17.15 WIB. Pelaku dibekuk seketika. Sementara itu, dai yang juga hafizh al-Qur’an itu dilarikan ke Puskesmas Gedong Air. “Tusukannya cukup kuat, sampai separuh pisau masuk ke dalam,” ujar Syekh Ali Jaber, sebagaimana dilansir Kompas.

Sementara Syekh Ali dirawat, dan berangsur sembuh, bahkan menurut Kapolda lampung Irjen Pol Purwadi Arianto sudah bisa keliling dakwah lagi, sang pelaku justru diserahkan ke Rumah Sakit Jiwa Kurungan Nyawa untuk diperiksa. Pihak keluarga menyatakan bahwa si pelaku sudah gila semenjak empat tahun terakhir. Itu sebatas klaim keluarga. Pihak Polda menunggu pihak RSJ dan psikiater kepolisian, apakah ada masalah dengan mental pelaku atau tidak.

Tetapi apakah masalahnya selesai sampai di situ? Tidak. Sang pelaku, Alpin Andria, viral di berbagai media sosial. Diketahui, tidak lama sebelum tragedi penusukan Syekh Ali Jaber, pemuda yang rumahnya tak jauh dari lokasi penusukan tersebut eksis di Facebook dan Instagram. Duga-duga sampai fitnah pun menyebar. Ia dianggap suruhan kaum komunis untuk menghabisi ulama. Anggapan gila kepadanya dianggap akal-akalan pemerintah untuk melindungi kaum komunis. Ngaco, bukan?

Yang bilang bahwa pelaku memiliki kelainan mental adalah keluarga, tetapi pemerintahlah yang dituduh melindungi komunisme sebagai pelaku penusukan. Pemelintiran tragedi penusukan semakin kompleks, ketika dikaitkan dengan polemik good looking kemarin. Karena Syekh Ali Jaber hafal al-Qur’an, di antara fitnah yang menyebar adalah begini: “Kalau yang ditusuk adalah pemerintah, pelaku disebut radikal. Kalau yang ditusuk adalah ulama, pelaku dianggap gila. Hati-hati rezim komunis anti-ulama!

Apa pun masalahnya, jika korbannya merupakan seorang ulama, pasti sang pelaku dianggap komunis. Narasi ini dibikin oleh para manusia pendek akal yang tidak mau memahami duduk perkara yang sebenarnya. Bahkan tragedi penusukan Syekh Ali Jaber tidak mereka sikapi secara simpatik, justru menjadikannya senjata untuk mengkomuniskan pemerintah. Kini, kasus Syekh Ali Jaber bergulir bersama dengan fitnah sebagian orang terhadap komunisme itu sendiri. Amat disayangkan.

Komunisasi Penusukan Syekh Ali Jaber

Teliti. Komunisasi, bukan komunikasi. Artinya ‘pengkomunisan’. Hari-hari ini, PA 212, atau siapa pun yang membenci rezim Jokowi, memelintir segala hal, segala kasus, semua tragedi, sebagai buah dari kebangkitan komunisme di Indonesia. Biasanya, poster disebarkan yang berisi tanggapan Habib Rizieq tentang kembalinya komunis ke negeri ini, entah itu benar dari Habib Rizieq atau hanya bohongan. Termasuk dalam kasus penusukan Syekh Ali Jaber. Mereka mengambil keuntungan darinya.

Bahwa penusuk Syekh Ali Jaber memiliki gangguan kejiwaan, itu bukanlah hal yang mustahil, atau dinegasikan keberadaannya. Tetapi semua menunggu hasil RSJ dan psikiater kepolisian. Sampai hasilnya belum pasti, maka segala penggiringan opini di luar adalah bualan belaka. Melangkah jauh dalam memelintir penusukan Syekh Ali Jaber adalah sesuatu yang tidak manusiawi. Apakah kalau ulama terkena teror, pelakunya pasti komunis? Sungguh, itu adalah cara berpikir yang terlampaui sempit. Ironi.

BACA JUGA  Menerima Hasil Pemilu 2024 sebagai Wujud Kedewasaan Berdemokrasi

Semua orang sehat melaknat pelaku penusukan Syekh Ali Jaber, setali tiga uang dengan keniscayaan melaknat pelaku propaganda khilafah. Demikian karena terorisme sama buruknya dengan komunisme. Yang dialami Syekh Ali adalah bentuk teror, jelas, tetapi belum tentu teror tersebut dilakukan oleh komunis atau suruhannya. Siapa dalam hal ini yang berhak menentukan? PA 212? Habib Rizieq? Seharusnya, mereka tidak memantik problem baru—memprovokasi umat melalui isu tidak bermutu.

Syekh Ali Jaber merupakan korban, dan harus diperlakukan sebagai korban teror. Pelaku juga wajib diadili, utamanya ketika nanti hasil pemeriksaan diketahui. Yang tidak boleh terjadi adalah mengkomunisasikan segala hal, seolah-olah semua masalah di negeri ini diaktori komunis antek-antek rezim. Itu tidak ubahnya memancing di air keruh. Ibarat mengambil kesempatan dalam kesempitan. Pelaku tidak menusuk karena Syekh Ali seorang hafizh, yang good looking. Sama sekali tidak.

Kemarin memang sempat viral ucapan Menag bahwa radikalisme juga berpotensi untuk masuk melalui pendakwah yang good looking dan hafizh. Tetapi, sekalipun Syekh Ali Jaber masyhur demikian, kasus penusukannya tidak berkaitan dengan tindakan radikalisme, apalagi komunisme. Yang terang sekarang adalah, tragedi tersebut merupakan bentuk teror, yang motifnya masih didalami oleh kepolisian. Membawa-bawa komunisme adalah tuduhan yang tidak sehat, apalagi ditujukan kepada rezim sebagai dalang di balik semuanya.

Siapa Dalang Semua Ini?

Belum ada yang tahu. Hasilnya belum keluar. Penyelidikannya belum tuntas. Tetapi, tuduhan-tuduhan sudah dimainkan oleh pihak yang memiliki kepentingannya sendiri. Narasi komunisme memang menjadi senjata untuk mendelegitimasi pemerintah, menuduh mereka yang tidak-tidak, meski tuduhan tersebut bahkan tidak masuk akal sekalipun. Anehnya, yang berteriak anti-komunis adalah mereka yang, secara rekam jejak, adalah kaum radikal—suka memanipulasi agama demi kepentingan politik tertentu.

Kalau dilihat secara kasat mata, tragedi penusukan Syekh Ali Jaber sangat sederhana. Ada orang sedang mengisi pengajian, lalu ditusuk orang tidak dikenal. Dilihat dari penampilan, pelakunya bukan orang yang taat agama, tetapi juga bukan bagian dari pemerintahan. Bahkan, ia juga tidak tampak seperti orang gila, kecuali setelah keluarganya mengatakan demikian. Tentu, pengakuan keluarga sangat emosional—berusaha melindungi anaknya dari jeratan hukum dengan menganggapnya gila.

Lantas siapa dalang penusukan tersebut? Melihat tuduhan yang digulirkan, spekulasi bisa dibuat. Jangan-jangan penusukan tersebut benar-benar dilakukan oleh pemuda psikopat. Jangan-jangan, sang pelaku diperintah oleh oknum yang ingin memecah-belah umat Islam. Atau jangan-jangan tragedi tersebut sengaja dilakukan untuk menuduh pihak tertentu, mengingat tidak lama setelah tragedi langsung datang imbauan untuk berhati-hati kepada neo-komunis.

Alhasil, belum ada spekulasi yang akurat sejauh ini. Tragedi penusukan Syekh Ali Jaber semakin kompleks, terutama dalam konteks tuduhan kebangkitan komunis dan kebrutalannya.Di ILC TVOne beberapa hari yang lalu gempar lantaran seorang narasumber menganggap Arteria Dahlan sebagai cucu pendiri PKI Sumatera Utara. Semakin semangatlah kalangan oposisi menjalankan fitnah komunisme. Termasuk juga tragedi penusukan Syekh Ali Jaber juga diseret terhadap narasi kebencian tersebut. Sangat tidak manusiawi.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru