27.8 C
Jakarta

Serial Pengakuan Eks HTI (XVII): Shobar Fatih Terjebak Paham Khilafah HTI

Artikel Trending

KhazanahInspiratifSerial Pengakuan Eks HTI (XVII): Shobar Fatih Terjebak Paham Khilafah HTI
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Di Jember saya lahir. Saya dilahirkan dalam keadaan fitrah layaknya manusia pada umumnya. Kefitrahan ini adalah anugerah yang Tuhan titipkan kepada saya, walau pada waktu itu saya belum paham apa itu fitrah.

Lingkungan di mana saya tumbuh sangat religius. Religiusitas ini mengantarkan masyarakat Jember memahami agama Islam sebagai satu-satunya agama yang paling benar. Tak heran agama semitik ini memiliki posisi yang mayoritas di sana. Saya juga sekeyakinan dengan mereka.

Saya tumbuh seperti masyarakat pada umumnya. Saya tidak begitu pintar amat soal agama. Saya pun tidak bodoh amat soal hukum agama. Entah, kenapa kecintaan saya pada agama semakin ke depan terkalahkan oleh hawa nafsu yang setiap waktu mengintai keimanan ini.

Saya yang pada mulanya mengimani kebenaran nilai-nilai Islam yang ramah, santun, terbuka pada perbedaan, bahkan tidak gampang menyesatkan orang lain, malah setelah bertemu dengan kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) saya terdoktrin, sehingga saya berpikiran bahwa Islam tidak boleh kalah dengan agama-agama yang lain.

Doktrin menegakkan agama Islam semakin kuat dalam benak dan pikiran saya. Saya tidak mampu berpaling dan kembali kepada kefitrahan saya. Saya dicekoki dengan isu hoaks HTI, yaitu isu khilafah, mengangkat satu imam atau presiden di seluruh dunia.

Isu khilafah ini jelas menentang NKRI yang mengangkat seorang presiden dari orang Indonesia sendiri. Sikap penentangan ini telah mengganggu perdamaian Indonesia. Sebab, HTI dengan cara pandangnya yang berbeda getol mengkafirkan Indonesia. Indonesia, dalam benak mereka, tidak mengikuti sistem khilafah yang dihubung-hubungkan dengan khilafah pada masa Nabi Muhammad Saw.

BACA JUGA  Serial Pengakuan Eks Napiter (C-LI-XXXIII): Badri Wijaya Terpapar Terorisme karena Ketidaktelitian Menerima Informasi

Sikap pengkafiran termasuk judge yang tidak berdasar. Sikap ini mampu membutakan pikiran orang HTI melihat kebenaran dan kebajikan. Sehingga, mereka mudah melakukan aksi-aksi ekstrem dan membahayakan. Sebut saja, main hakim sendiri dan aksi terorisme. Aksi ini terjadi karena orang yang kafir halal darahnya alias dibunuh.

Saya mulai sadar melihat sikap orang HTI bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang ramah dan santun. Lalu, saya bersikeras menolak paham-paham HTI, salah satunya, khilafah. Saya coba diskusi panjang lebar dengan Kapolres supaya membikin bantahan ilmiah.

HTI memang sudah dicabut badan hukumnya oleh pemerintah. Tapi, ideologinya masih tetap ada. Sehingga, saya terus mengajak mantan HTI sebagai agen yang ikut menyadarkan aktivis HTI yang aktif. Sehingga, dengan pendekatan yang humanis para aktivis HTI dapat tersentuh dan terbuka hatinya untuk membenarkan NKRI dan Pancasila.

Aktivis HTI itu bersikukuh dengan pahamnya karena mereka belum paham tentang NKRI dan Pancasila. Sehingga, yang perlu diubah adalah mindset, cara berpikirnya. Kesadaran itu bukan soal fisik tapi soal hati. Sentuhlah hatinya sampai ia sadar, bahwa mencintai Indonesia jauh lebih penting dari mengikuti paham HTI.[] Shallallah ala Muhammad.

*Tulisan ini dinarasikan dari cerita Shobar Fatih yang dimuat di media kabarjatim.com

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru