30.9 C
Jakarta
Array

Santri Meneguhkan Keindonesiaan

Artikel Trending

Santri Meneguhkan Keindonesiaan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Dalam sejarah Indonesia, santri memiliki kontribusi besar bagi perkembangan Indonesia hingga hari ini. Peran santri bagi Indonesia dimulai sejak zaman perjuangan kemeredekaan Indonesia. Saat itu ketika Indonesia dalam cengkraman penjajahan Jepang dari tahun 1942 hingga 1945, banyak kiai pesantren yang ditahan oleh Jepang karena dianggap berbahaya bagi kekuasaan kolonial.

Kiai yang pada zaman Jepang ikut ditahan adalah KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama’ (NU). Penahanan Mbah Hasyim itulah kemudian menimbulkan protes dan perlawanan dari kalangan santri kepada pihak Jepang. Bahkan karena saking heroiknya, para santri terlibat dalam berbagai pertempuran dengan prajurit Jepang untuk memperjuangkan kemerdekaan.

Puncak dari perjuangan kemerdekaan itu terjadi ketika bulan November tahun 1945. Ketika itu, Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 dari penjajahan Jepang. Setelah dideklarasikan kemerdekaan Indonesia, ternyata pihak Sekutu yang diboncengi oleh pasukan NICA Belanda hendak merebut kemerdekaan dan menjajah kembali Indonesia. Peristiwa itu dinamai sebagai Agresi Militer Belanda Kedua.

Ketika masa kegentingan agresi Belanda sedang terjadi, Bung Karno selaku bapak proklamasi Indonesia sowan ke kediaman KH. Hasyim Asy’ari untuk mendiskusikan dan meminta fatwa terkait dengan perjuangan melawan penjajah. Kemudian, setelah KH. Hasyim Asy’ari beristikharah untuk meminta petunjuk dari Allah Swt. akhirnya Mbah Hasyim dengan penuh keyakinan memfatwakan bahwa membela tanah air dari penjajah  hukumnya adalah wajib.

Dari fatwa Mbah Hasyim tersebutlah kemudian menggerakkan kaum santri dan penduduk pedesaan yang selama ini tertindas oleh para penjajah akhirnya turut serta dalam bertempur melawan pasukan Sekutu di Surabaya. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 dan pasukan itu dipimpin oleh Bung Tomo.

Para pasukan santri yang dipimpin oleh Bung Tomo tersebut bertempur habis-habisan melawan pasukan sekutu. Bahkan para santri yang gagah berani melakukan aksi nekat dengan menyobek warna biru bendera Belanda supaya menjadi bendera merah putih.

Bahkan, ada salah satu santri yang turut terlibat dalam pertempuran tersebut berhasil melemparkan geranat kepada pimpinan pasukan sekutu hingga tewas, yaitu Kolonel Mallaby. Dengan demikian itu, tak perlu diragukan lagi peran besar santri dalam upaya-upaya kemerdekaan Indonesia dari cengkraman penjajahan.

Selepas masa perjuangan kemerdekaan, ketika zaman Presiden Sukarno, Nahdlatul Ulama’ (NU) yang di dalamnya terdiri dari para kiai dan santri terlibat aliansi anti neo-kolonialisme (nekolim istilah populernya) yang diinisiasi oleh Bung Karno. Dalam aliansi tersebut memperjuangkan kemandirian Indonesia dari bentuk-bentuk baru penjajahan, yaitu penjajahan ekonomi. Bahkan, aliansi antara kelompok Nasionalis dan Sosialis Bung Karno dengan NU berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung. Konferensi tersebut merupakan agenda negeri dunia ketiga untuk memperjuangkan kemandirian dari segala penjajahan.

Kemudian, ketika zaman Suharto, kaum santri juga memiliki sumbangsih besar dalam perjuangan demokratisasi. Perjuangan demokratisasi itu dikomandoi oleh seorang kiai muda sekaligus santri par excellence yaitu KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Saat itu Gus Dur membentuk Forum Demokrasi (Fordem) untuk mewadahi intelektual dan aktivis yang berusaha memperjuangan demokratisasi dari cengkraman otoriterianisme Suharto.

Kemudian, setelah zaman sudah beralih menjadi era reformasi, apa yang diperjuangkan para santri? Peran santri tidak ada habis-habisnya untuk meneguhkan keindonesiaan. Ketika era reformasi, ancaman dan musuhnya sudah berubah. Ancaman pada era ini adalah terorisme dan fundamentalisme kelompok tertentu dalam Islam.

Sejak peristiwa WTC di Amerika tahun 2001, terorisme juga masuk di Indonesia. Mereka juga melakukan serangkaian pengeboman di Indonesia yang menelan banyak korban jiwa. Dari situ kemudian kaum santri juga dituntut kembali untuk menjaga keindonesiaan dari ancaman terorisme tersebut.

Beberapa bulan yang lalu, ketika saya sedang melaksanakan tugas Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kabupaten Gunung Kidul, saya bertemu dengan santri-santri dari Pondok Pesantren API Tegalrejo Magelang yang sedang melakukan pengabdian di masyarakat pedesaan. Setelah panjang lebar berkomunikasi dengan mereka, ternyata mereka mengabdi tersebut mempunyai agenda untuk membendung upaya Wahabisasi di daerah Gunung Kidul.

Dari interaksi saya dengan para santri Tegalrejo ini kemudian saya menjadi faham bahwa begitu militannya mereka dalam menyebarkan ajaran Islam yang moderat kepada masyarakat pedesaan. Kegiatan pengabdian itu bertujuan untuk membendung kecenderungan ajaran salafi wahabi di pedesaan yang fundamentalistik dan radikal.

Dari sekian perjalanan para kiai dan santri di atas. Mulai dari perjuangan kemerdekaan, aliansi santri dengan Bung Karno dalam agenda anti nekolim, perjuangan Gus Dur dalam demokratisasi era Suharto dan perjuangan santri Tegalrejo dalam membendung fundamentalisme Islam tersebut merupakan bentuk-bentuk kongkrit kontribusi para santri dalam meneguhkan keindonesiaan. Dengan demikian, kebangsaan dan keindonesiaan adalah bagian dari perjuangan para kaum santri. Dari situ tergambarkan secara jelas komitmen besar para santri dalam meneguhkan Indonesia hingga sampai kapan pun.[]

[zombify_post]

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru