26.3 C
Jakarta

Refleksi Milad Muhammadiyah Ke-111: Tugas Memasyarakatkan Moderasi Islam

Artikel Trending

EditorialRefleksi Milad Muhammadiyah Ke-111: Tugas Memasyarakatkan Moderasi Islam
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Muhammadiyah menggelar refleksi milad yang ke-111 pada Rabu (29/7) kemarin, dengan tajuk “Memajukan Bangsa, Mencerahkan Semesta”. Perhelatan milad ke-111 tersebut dihitung berdasarkan tahun Hijriyah, karena Muhammadiyah berdiri pada 8 Dzulhijjah 1330. Sementara dalam hitungan Masehi berusia 107 tahun, berdiri pada 18 November 1912. Pada usianya yang lebih seabad, tentu, Muhammadiyah memiliki sumbangsih yang tidak sedikit terhadap pengejawantahan moderasi Islam.

Dalam tausiah yang disiarkan secara live streaming di YouTube, Ketua Umum Muhammadiyah Profesor Haedar Nashir menegaskan, Muhammadiyah akan senantiasa menjadi uswah hasanah, teladan yang baik, bagi seluruh umat. Membantu pendidikan di pelosok negeri, berkontribusi terhadap kekokohan Islam sebagaimana yang diwariskan Kiai Ahmad Dahlan, serta menjadi referensi umat di tengah pergolakan iklim politik di Indonesia.  Muhammadiyah tetap istiqamah di dalam khitahnya.

Sebagaimana kita ketahui bersama, Muhammadiyah, dan juga Nahdlatul Ulama, tidak diragukan lagi ikhtiarnya untuk memajukan bangsa Indonesia. Muhammadiyah memiliki grand theme kemajuan, baik dalam hal kebangsaan maupun keagamaan. Islam Berkemajuan yang diusungnya, merupakan esensi moderasi Islam. Itu sekaligus menyangkal anggapan bahwa Muhammadiyah memiliki pandangan keagamaan yang rigid. Menyangkal, juga, terhadap anggapan bahwa mereka bercorak Salafi.

Sudah menjadi keniscayaan, refleksi milad ke-111 ini memperkokoh fondasi keagamaan dan kebangsaan Muhammadiyah, sekaligus mengemban tugas untuk memasyarakatkan moderasi Islam yang ditampilkannya sebagai Islam Berkamajuan itu. Jika tidak, maka kita harus rela memandangi bangsa kita yang secara keagamaan dan kebangsaan, semakin hari, semakin bertendensi kea rah salafi-Wahabi dan paham radikal-khilafah. Tentu ini bukan bualan semata. Aktivis khilafah, hari ini , memang mendominasi wacana keislaman kita.

Milad ke-111 selaiknya menjadi titik tolak untuk bersama-sama mengkonter pergerakan paham pemecah-belah bangsa. Mereka yang lantang berteriak khilafah, hanya bisa dilawan bila kita menyuguhkan argumentasi yang kuat. Mereka mengindoktrinasi, kita mesti mendedoktrinasi. Tugas kita adalah membuat umat tidak bingung, apalagi sampai memilih paham yang salah. Melalui Islam Berkemajuan, di sini Muhammadiyah menancapkan amanah untuk mencerahkan semesta.

Moderasi dalam Islam Berkemajuan

Salah satu indikator kuat kenapa topik-topik radikal, khilafah, dan sejenisnya, berkeliaran di negeri ini, seakan tidak pernah berhenti, ialah sebab kepongahan kalangan yang mengaku moderat itu sendiri. Oleh karena sudah memiliki sikap moderat, tidak jarang lantas mendiskreditkan mereka yang dirasa belum moderat. Alih-alih mengayomi lalu meluruskan pemahaman, justru kalangan moderat tersebut saling klaim moderat. Moderat pun menjadi klaim-klaim belaka, dan mencederai moderasi itu sendiri.

Bukti lain kepongahan tersebut ialah kekalahan kalangan moderat di rimba dakwah digital. Kalau saja Muhammadiyah dan NU menjadi representasi Islam moderat, sudah selaiknya mereka mendominasi dakwah  daring yang digandrungi milenial. Adalah percuma mengkritik milenial yang tergabung kelompok fundamental. Itu tandanya, pihak sebelah lebih semangat dari kita. Lebih istqamah mengajarkan doktrin mereka. Apakah kita akan menyalahkan anak muda yang salah memilih pengajian?

BACA JUGA  Fitnah Keji Aktivis Khilafah Terhadap Toleransi di Indonesia

Padahal, mengaku moderat, itu artinya tidak moderat. Moderat bukanlah ideologi, melainkan manifestasi moderasi Islam yang notabene merupakan konsep universal dalam Al-Qur’an dan sunnah. Ia tidak dibentuk, melainkan inheren di dalam Islam itu sendiri. Ini yang perlu digarisbawahi. Kalau tidak, kita akan menyaksikan anggapan-anggapan keliru tentangnya. Misal, Ismail Yusanto menganggap moderasi beragama sebagai upaya pelemahan umat. Itu adalah bukti nyata kesalahpahaman mereka.

Islam Berkamajuan merupakan spesifikasi moderasi Islam, salah satu bentuk dari Islam yang moderat. Boleh jadi, di dalamnya terdapat unsur ke-Muhammadiyahan, sebagaimana Islam Nusantara mengandung unsur ke-NU-an, tetapi terdapaat benang merah yang mesti dicatat bersama bahwa kesetaraan, keadilan, progresivitas, dan hak asasi yang dijadikan tujuan utama merupakan hal yang sangat esensial dalam Islam. Moderasi artinya kemoderatan, bukan memoderatkan. Kita cukup mengamalkan apa yang telah diatur Al-Qur’an dan sunnah, dan bukan menciptakan sempalan ideologi baru.

Moderasi dalam Islam Berkemajuan harus dimasyarakatkan, agar masyarakat tidak menganggapnya proyek organisasi belaka. Begitupun dengan NU dengan Islam Nusantara-nya. Masyarakat perlu mengetahui secara utuh tentang konsep moderasi. Tetapi yang terpenting, selain dakwah moderasi, kita bersama punya tugas untuk melawan arus khilafah.

Bersama Mengkonter Arus Khilafah

Di sinilah titik temu Islam Berkemajuan dengan Islam Nusantara mendapatkan momennya. Milad ke-111 Muhammadiyah yang bertekad mencerahkan semesta bisa ditempuh dengan menyegarkan Islam yang substansial, yaitu moderasi Islam—kemoderatan Islam. Itu semua menjadi urgen ketika pihak sebelah mengakuisisi Islam secara masif, mengklaim diri sebagai Islam autentik sebagaimana yang diajarkan Nabi. Sembari, mereka menuduh lainnya sebagai Islam ideologis—memutarbalikkan fakta.

Satu-satunya dalil autentisitas mereka, dalam klaimnya, ialah penegakan khilafah. Mereka tidak lagi mungkin diedukasi melalui cara persuasif, karena berada di ruang ideologis yang lain. Karenanya, cara satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah meluruskan umat, tidak dengan mencemooh mereka, sebab mereka adalah korban indoktrinasi. Kesalahan metode sedikit akan memancing antipati mereka, lalu selamanya mereka akan berada dalam cengkeraman para maniak khilafah.

Muhammadiyah wajib untuk unjuk gigi, mengatakan kepada umat, menjadi teladan mereka, bahwa inilah Islam yang sebenarnya. Fondasi kokoh yang telah dibangun Kiai Ahmad Dahlan, sang pendiri, harus dipromosikan. Ini tentu bukanlah agenda politik yang harus memaksakan mereka keluar khitah organisasi. Umat hari ini tengah menjadi bahan rebutan kelompok khilafahisme.

Tanpa pasang badan dari setiap kita, untuk memasyarakatkan moderasi Islam, apakah kita rela membiarkan umat terombang-ambing kepalsuan para agen khilafah? Tentu, tidak. Sebab, jika demikian yang ditempuh, maka alih-alih kemajuan bangsa dicapai, justru kehancuran semesta menjadi tidak tertahan. Dan jelas, itu tidak sesuai, bertentangan, dengan tema milad ke-111 ini.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru