27.8 C
Jakarta
Array

Perilaku Manusia Dalam Pandangan Al-Ghazali

Artikel Trending

Perilaku Manusia Dalam Pandangan Al-Ghazali
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Perilaku manusia menurut al-Ghazali sangat terkait dengan akal dan hati yang dimiliki manusia. Dalam hal ini, beliau menerangkan bahwa pengetahuan akan hakikat manusia harus mengandung dua fase pengetahuan, yaitu pengetahuan akan hakikat jiwa (nafs) dan pengetahuan akan hakikat hati (qalb).

Di dalam al-Qur’an nomenklatur manusia disebut antara lain dengan al-basyar, al-ins, al-insan, al-unas, al-nas, Bani Adam, nafs, al-‘aql, al-qalb, al-ruh dan al-fitrah. Dari keseluruhan istilah di atas, manusia adalah satu keseluruhan yang utuh, namun dalam tampilannya selalu menyodorkan sisi tertentu, seperti: jismiyyah (fisik), nafsiyyah (psikis), dan ruhaniyyah (spiritual, transendental).

al-Ghazali, yang hidup di abad pertengahan Islam, memandang manusia tidak terlepas dari kecenderungan umum zamannya. Sebagaimana pendapat para filsuf sebelumnya yang mengatakan manusia itu terdiri dari dua unsur, yaitu wujud tubuh jasmani (substansi material) dan wujud dalam (substansi imaterial) yaitu jiwa, atau roh. Kalau dibandingkan dengan konsep di atas, al-Ghazali terkesan menyederhanakan aspek psikis dan rohaniah menjadi satu unsur, yaitu unsur jiwa (nafs). Atau bisa dikatakan dalam satu unsur jiwa terdiri dari dua aspek, yaitu aspek psikis dan rohani. Ini karena menurut al-Ghazali, bahwa hanya di dalam jiwa tercipta kemampuan psikis dan rohani manusia. Dalam menyebut pengertian jiwa, al-Ghazali menyamakan antara nafs, qalb, ‘aql, dan ruh, sebagai substansi inti manusia yang mampu berpikir, berperasaan, dan berkemauan (sifat psikis), serta yang mampu mengetahui dan merasakan adanya Tuhan. Oleh karenanya, dari segenap unsur pembentuk yang ada, yang menjadi esensi dari segenap unsur manusia itu adalah jiwanya (nafs).

Nafs  berasal dari bahasa Arab yang berarti jiwa atau soul. Jiwa bisa disebut juga sebagai nyawa, spirit, atau watak. Dalam berbagai agama dan filsafat, jiwa adalah bagian yang bukan jasmaniah (substansi imaterial), namun saat ini terjadi pergeseran makna di mana jiwa juga mencakup fisiknya.

Menurut al-Ghazali, jiwa adalah identitas esensial yang tetap yang merupakan subjek yang mengetahui, berdiri sendiri (tidak bertempat), dan bersifat tetap. Ini menunjukkan inti dari manusia bukanlah fisiknya atau fungsi fisiknya, melainkan substansi imaterialnya. Sebab fisik adalah sesuatu yang mempunyai tempat, sedangkan fungsi fisik adalah sesuatu yang tidak berdiri sendiri. Maka bagi al-Ghazali, seluruh anggota badan, baik zahir maupun batin (internal dan eksternal), hanyalah atribut saja yang mana ketika badan mati seluruh anggota badan, baik zahir maupun batin akan ikut mati tanpa diikuti kematian atau kehancuran jiwa (nafs). Menurut pemikiran al-Ghazali, anggota fisik dan fungsi fisik hanya sekadar alat, sedangkan yang menerima dan mendapat pengetahuan adalah esensi jiwa manusia. Al-Ghazali juga tidak menerima pendapat yang mengatakan bahwa jiwa tidak kekal, baginya hancurnya badan tidak diikuti oleh kehancuran jiwa.

Dalam kitabnya Ma’arij al-Quds al-Ghazali menjelaskan bahwa jiwa (psyche) terdiri dari 4 elemen yang bersifat integral yaitu al-Nafs, al-Qolb, al-Ruh dan al-‘Aql. Meskipun manusia terdiri dari substansi material (badan) dan imaterial (jiwa, hati, roh, dan akal),namun sejatinya substansi material manusia hanyalah materi dasar yang mati, karena kehidupannya tergantung kepada adanya substansi lain, yaitu nafs atau ruh.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru