27.5 C
Jakarta

Peluang Berkarir di Bank Syariah

Artikel Trending

KhazanahEkonomi SyariahPeluang Berkarir di Bank Syariah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Anda seorang fresh-graduate, saat ini sedang bingung hendak berkarir dan mencari peluang dimana. Mengapa tidak mencoba berkarir di Bank Syariah. Dimana, Bank Syariah sebagai salah satu perbankan yang menggunakan hukum Islam, sedang berkembang di Indonesia cukup pesat. Perkembangan tersebut, tentunya membutuhkan SDM handal yang mau ikut serta mengembangkan aktivitas bisnisnya.

Bagi Anda yang masih bingung apa itu Bank Syariah, dan bagaimana posisi Bank Syariah dalam tatanan sistem hukum di Indonesia, penulis akan membahasnya secara panjang lebar di dalam tulisan ini. Mari, kita coba mengenal bersama-sama apa itu Bank Syariah.

Peluang dan Mengenal Bank Syariah

Bank Syariah merupakan bank yang tidak menggunakan sistem bunga dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Sedangkan yang digunakan ialah sistem bagi hasil. Muhammad Syafii Antonio (2016: 137) menerangkan bahwa prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional Bank Syariah secara keseluruhan. Dimana, Bank Syariah akan membagikan keuntungan, ketika Bank Syariah benar-benar mendapatkan keuntungan dari aktivitas bisnis yang dijalankan. Sedangkan bila rugi, maka kerugian tersebut akan ditanggung secara bersama-sama sesuai porsi, serta dikembalikan pada akad yang digunakan.

Artinya, Bank Syariah adalah bank yang menjalankan aktivitas bisnisnya didasarkan terhadap keadilan—bila untung maka akan untung bersama-sama dan bila rugi maka kerugian juga ditanggung secara bersama-sama. Dengan demikian, karakteristik bisnis yang dijalankan di Bank Syariah merupakan karakteristik bisnis yang sesuai dengan prinsip syariah. Dimana, seluruh aktivitas bisnisnya harus halal—baik secara zat ataupun non-zat. Bila Bank Syariah melanggar, maka lembaga yang mengawasi seperti BI (Bank Indonesia), OJK (Otoritas Jasa Keuangan), dan DSN (Dewan Syariah Nasional) akan memberikan peringatan terhadap bank yang bersangkutan.

Prinsip syariah pada Bank Syariah akan terimplementasi ke seluruh aktivitas bisnis bank, mulai dari aktivitas bisnis, aktivitas keuangan, aktivitas SDM (Sumber Daya Manusia), aktivitas perilaku organisasi, dan seluruh aktivitas Perbankan Syariah. Bahkan, prinsip syariah bukan hanya ditekankan dapat terimplementasi di kantor ketika menjalankan bisnis perbankan, akan tetapi dapat juga dibawa dalam kehidupan sehari-hari oleh setiap karyawan setelah pulang dari kantor. Sehingga karyawan Bank Syariah bisa bersyariah 24 jam—baik selama berada di kantor ataupun di luar kantor.

Kemudian, dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah dijelaskan bahwa Bank Syariah merupakan bank yang menjalankan aktivitas bisnisnya berdasarkan prinsip syariah. Sementara, prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Adapun lembaga yang memiliki kewenangan mengeluarkan fatwa di bidang keuangan dan ekonomi syariah adalah DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia).

Hanya saja, bila didasarkan kepada Fatwa DSN-MUI No. 15 Tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah, dalam ketentuan umum dijelaskan, antara lain: 1). Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing) maupun Bagi Untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya, 2). Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing), 3). Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad (Fatwa DSN-MUI No. 15 Tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah).

Baik bagi hasil ataupun bagi untung, keduanya masih menunjukkan i’tikad keadilan. Karena, esensi dari keduanya (baca: bagi hasil dan bagi untung) ialah masih sama-sama menanggung beban bila rugi dan mendapatkan keuntungan bila untung. Dengan demikian, Bank Syariah di Indonesia bila didasarkan terhadap Fatwa DSN-MUI No. 15 tersebut, boleh menggunakan bagi hasil ataupun bagi untung. Keduanya, sama-sama dibolehkan dan tinggal diserahkan kepada Bank Syariah yang bersangkutan, ingin menggunakan sistem bagi hasil yang mana—apakah bagi hasil ataupun bagi untung.

Bank Syariah akan menjalankan fungsi penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat. Penghimpunan dana dilakukan dalam bentuk simpanan. Simpanan tersebut akan digunakan oleh Bank Syariah dalam menjalankan operasionalnya. Sehingga, Perbankan Syariah dapat beroperasi untuk mendapatkan keuntungan sesuai yang diharapkan. Adapun simpanan yang ada di Bank Syariah menggunakan akad wadi’ah dan mudharabah mutlaqah, ataupun akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Bentuk simpanan yang digunakan, antara lain: tabungan, deposito, dan giro.

Sedangkan penyaluran dana dilakukan ke dalam empat bentuk, antara lain: produk berbasis jual beli, antara lain: murabahah, istisna, dan salam; produk berbasis investasi, antara lain: mudharabah dan musyarakah; produk berbasis sewa-menyewa, antara lain: ijarah, ijarah muntahiya bittambil,  dan ijarah multijasa; dan produk berbasis jasa, antara lain: rahn, hawalah, kafalah, dan lain sebagainya (Fathurrahman Djamil: 2012, 108-256). Selain itu, di dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah juga dijelaskan bahwa Bank Syariah dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.

Dengan demikain, fungsi Bank Syariah ialah menghimpun dana, menyalurkan dana, dan mengelola dana sosial. Kewenangan mengelola dana sosial, hanya dimiliki oleh Bank Syariah. Sementara Bank Konvensional, tidak boleh mengelola dana sosial. Maka dari itu, keberadaan Bank Syariah lebih lengkap bila dibandingkan dengan bank konvensional. Menurut Sutan Remy Sjahdeini (2015: 1), oleh karena Bank Syariah adalah bank, yaitu seperti halnya Bank Konvensional, maka Bank Syariah tunduk pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Dengan telah diundangkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, yaitu undang-undang yang khusus berlaku bagi bank-bank syariah, maka Bank Syariah juga tunduk dan diatur oleh undang-undang tersebut.

Menurut Adiwarman A. Karim (2004: 361), ketika berbicara penerapan akad-akad syariah dalam konteks hukum nasional di Indonesia, maka keberadaan Bank Syariah harus tetap mengacu pada hukum nasional yang berlaku di Indonesia. Maksudnya ialah, ketika berbicara berkaitan dengan penerapan akad-akad syariah, Bank Syariah harus mengacu pada hukum positif yang ada. Artinya, Bank Syariah harus tetap tunduk terhadap aturan dan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Fathurrahman Djamil (2013:19) menambahkan bahwa tanpa adanya akad, maka semua transaksi yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi dapat dianggap tidak sah (voidable), dan batal demi hukum (null and void).

Adiwarman A. Karim (2004: 361-362) menambahkan, bahwa dalam paradigma tersebut, Bank Syariah memberikan fasilitas pembiayaan, bukan menjual atau menyewakan suatu barang. Akad jual beli atau sewa-menyewa hanyalah prinsip yang melandasinya. Oleh karena itu, sebagai konsekuensi logisnya, dalam surat perjanjian pembiayaan antara Bank Syariah dengan nasabah selayaknya tidak menggunakan istilah-istilah perjanjian jual-beli atau sewa-menyewa, melainkan perjanjian pembiayaan berdasarkan prinsip murabahah, ijarah, dan sebagainya.

Dari pemaparan tersebut kita dapat mengetahui bahwa Bank Syariah merupakan bank yang menjalankan aktivitas bisnisnya berdasarkan hukum Islam, yang di dalamnya tidak menggunakan sistem bunga sebagai pengambilan keuntungan. Akan tetapi, menggunakan bagi hasil sebagai salah satu cara untuk mengambil keuntungan. Penggunaan sistem bagi hasil, adalah cara yang terbaik dan sesuai prinsip syariah. Sehingga dengan menggunakan sistem syariah, maka Bank Syariah adalah bank yang sesuai dengan prinsip syariah. Dengan adanya sistem seperti itu, maka transaksi yang ada di dalamnya

Dari pemaparan tersebut, kita dapat mengetahui bahwa keberadaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional secara pengelolaan hampir sama. Walaupun dianggap sama, tetapi tak serupa. Karena secara filosofis banyak yang membedakan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional. Sehingga menjadikan keberadaan Bank Syariah menjadi lebih halal pengelolaannya bila dibandingkan dengan Bank Konvensional. Maka dari itu, kehalalan itulah yang harus dikedepankan dalam

Memulai Karir di Bank Syariah

Bagi kita yang saat ini baru menyelesaikan Pendidikan Tinggi—baik Pendidikan Tinggi untuk rumpun Ekonomi Syariah (baca: Prodi Manajemen Perbankan Syariah, Manajemen Zakat & Wakaf, Manajemen Syariah, Manajemen Bisnis Syariah, dan lain sebagainya) ataupun rumpun non-Ekonomi Syariah bisa coba memulai karir di Bank Syariah. Apalagi, bagi fresh graduate dengan nilai yang baik dan ditopang dengan skill yang mumpuni, maka Bank Syariah Insya-Allah menjadi tempat yang tepat. Karena Bank Syariah saat ini sedang membutuhkan SDM berkualitas untuk direkrut bergabung membesarkan Bank Syariah di Indonesia.

Bergabung menjadi bagian dari bagian Bank Syariah bukan hanya semata-mata bekerja menunaikan kewajiban dan Anda sebagai karyawan mendapatkan gaji. Akan tetapi, bergabung dengan Bank Syariah merupakan sebuah keputusan untuk benar-benar berjuang membesarkan Bank Syariah di Indonesia. Karena prinsipnya adalah berjuang, maka Anda sebagai karyawan harus bekerja sepenuh hati atau bahkan mati-matian dalam bekerja demi membesarkan Bank Syariah tempat Anda kelak bekerja. Karena dengan membesarkan Bank Syariah, maka sama saja dengan mensyiarkan apa yang menjadi perintah Allah Swt, yaitu meninggalkan sistem keuangan ribawi yang sudah jelas-jelas dilarang di dalam Al-Qur’an.

  1. Quraish Shihab, dkk (2013: 23) mengatakan bahwa pelarangan riba di dalam al-Qur’an dilakukan secara berangsur-angsur, yaitu dengan diturunkannya Q.S al-Rum [30]: 39 dan Q.S al-Nisa’ [4]: 160-161 sebagai pemahaman terlebih dahulu apa itu transaksi ribawi. Kemudian, barulah setelah turun ayat Q.S. Ali-Imran [3]: 130, Allah Swt melarang berkaitan dengan transaksi ribawi. Selain itu, ditegaskan kembali di dalam Q.S. Al-Baqarah [2]: 275, yaitu: “…Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”. Dari ayat tersebut menjadi jelas bahwa riba diharamkan, semenara lawan dari riba yaitu jual beli yang dihalalkan oleh Allah Swt.

Lantas, apa kaitan antara riba dengan bunga bank yang ada dalam sistem perbankan konvensional saat ini? Tentu sangat berkaitan. Dimana, sistem perbankan konvensional yang menganut bunga dalam menjalankan aktivitas bisnisnya itu diharamkan. Karena bunga sama dengan riba yang diharamkan di dalam al-Qur’an. Hal tersebut, didasarkan atas ijtihad yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dari putusan Fatwa MUI No. 1 Tahun 2004 Tentang Bunga (Interest/Fa’idah) menyebutkan bahwa praktik pembungaan yang ada di bank, asuransi, pasar modal, pegadaian, koperasi, dan lembaga keuangan lainnya telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah Saw. Sehingga praktik pembungaan tersebut haram.

Dengan demikian, alasan bagi fresh graduate bergabung dengan Bank Syariah akan menjadi tempat yang tepat—selain bekerja untuk mencari penghidupan, juga sebagai sarana ibadah untuk menyebarkan keuangan non-ribawi kepada masyarakat muslim yang ada di Indonesia. Adanya usaha menyebarkan ataupun meluaskan jaringan bisnis Bank Syariah, setidaknya akan menjadi salah satu nilai lebih bahwa diri kita telah berjihad untuk menyebarkan sistem keuangan yang dihalalkan oleh Islam. Sehingga kita telah menyelamatkan saudara-saudara kita untuk bisa bertransaksi di Bank Syariah.

Tentu saja, usaha tersebut akan memiliki multiplier-effect, selain kita bisa menyelamatkan saudara-saudara kita untuk bertransaksi yang halal di Bank Syariah, keberadaan Bank Syariah juga akan semakin maju karena semakin diminatin oleh masyarakat muslim. Demikianlah alasan yang bisa memperbesar niat agar para fresh graduate mau  memulai karir di Bank Syariah. Karena Bank Syariah saat ini, membutuhkan anak-anak mudah yang tangguh dan siap bertempur untuk memajukan Bank Syariah yang masih memiliki market share di angka 5% dari market share perbankan nasional.

Bagi fresh graduate yang sudah memantapkan hati untuk bergabung dengan Bank Syariah, segera kirimkan lamaran terhadap Bank Syariah yang ada di Indonesia. Sebagai fresh graduate tinggal memilih ingin berkarir di Bank Syariah yang mana. Sebagai refrensi saja, dari laporan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) Per November 2019, jumlah BUS (Bank Umum Syariah)  ada 14 bank, UUS (Unit Usaha Syariah) 20 unit, BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) 164 bank. Jadi, Anda sebagai fresh graduate tinggal memilih, apakah ingin berkarir di BUS, UUS, ataupun di BPRS.

Apa yang membedakan antara BUS, UUS, dan BPRS? Sebenarnya, ketiganya sama-sama perbankan yang menjalankan aktivitas bisnisnya secara syariah. Tetapi, ada sedikit hal yang membedakan dari ketiganya. Hal tersebut, telah dijelaskan di dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, yaitu: Bank Umum Syariah (BUS) adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran; Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran; Unit Usaha Syariah (UUS), adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.

Bila pengertian tersebut masih susah untuk dipahami, gampangnya ialah, BUS adalah Bank Syariah yang secara institusi bisnis dirinya tidak terkait dengan bisnis bank konvensional, dan secara manajemen dirinya bersifat mandiri. Contoh: BRI Syariah, BNI Syariah, BCA Syariah, dan lain sebagainya. Sementara UUS, merupakan unit syariah yang dimiliki oleh Bank Konvensional, atau bank konvensional yang memiliki usaha berdasarkan prinsip syariah. Contoh, Bank DKI Syariah merupakan unit syariah dari Bank DKI, BTN Syariah merupakan unit syariah dari BTN, Bank CIMB Niaga Syariah merupakan unit syariah dari Bank CIMB Niaga, dan lain sebagainya. Sementara BPRS merupakan Bank Syariah yang tidak memiliki menjalankan aktivitas pembayaran lalulintas antar bank. Contoh, BPRS al Salam, BPRS Insan Cita, BPRS Bhati Sumekar, dan lain sebagainya.

Dari pengertian tersebut, Isya-Allah Anda yang masih fresh graduate telah memahami apa perbedaan dari ketiga Bank Syariah yang telah penulis sebutkan sebelumnya. Tinggal memutuskan diri, akan bergabung dengan Bank Syariah yang mana. Kemudian, pertanyaan selanjutnya, kira-kira kompetensi yang dimiliki oleh Anda sebagai fresh graduate kira-kira bisa diterima bekerja di Bank Syariah yang mana. Karena lowongan kerja yang dibutuhkan oleh setiap Bank Syariah akan berbeda-beda. Maka dari itu, selain Anda memutuskan untuk bergabung di Bank Syariah apa, juga harus mengukur dengan kemampuan yang dimliki. Sehingga antara penawaran (supply) dan permintaan (demand) bisa sama-sama cocok. Bila sama-sama cocok, maka Anda sebagai fresh graduate Insya-Allah akan diterima bekerja di Bank Syariah.

Selain fresh graduate, Bank Syariah tidak menutup diri juga untuk akan menerima karyawan dari Bank Konvensional yang ingin bergabung dengan Bank Syariah. Tentu saja, bergabungnya karyawan Bank Konvensional ke Bank Syariah harus diniatkan sebagai bentuk pertaubatan pekerjaan. Dimana selama ini dirinya telah bergelimang dengan sistem keuangan ribawi, setelah memutuskan diri untuk bergabung dengan Bank Syariah, maka dirinya harus benar-benar bertaubat (taubatan nasuha). Sehingga bergabungnya karyawan yang insaf bekerja di Bank Konvensional, akan menjadi langkah pertaubatan untuk meninggalkan dosa ribawi di Bank Konvensional.

Nah, bagi Anda—baik dari kalangan fresh graduate ataupun dari karyawan Bank Konvensional, yang memutuskan diri untuk bekerja di Bank Syariah, setidaknya akan mendapatkan dua keuntungan. Pertama, sebagai tempat untuk terus belajar menimbah ilmu pengetahuan—baik pengetahuan agama ataupun pengetahuan umum. Dimana, Bank Syariah sebagia lembaga keuangan yang melandaskan terhadap prinsip syariah, akan memberikan edukasi berkaitan dengan prinsip-prinsip syariah secara menyeluruh—baik berkaitan dengan prinsip-prinsip muamalah (ibadah ghairu mahdoh) ataupun prinsip-prinsip ibadah mahdoh (ibadah yang bersifat langsung) terhadap setiap karyawannya.

Banyak macam edukasi yang akan diberikan oleh Bank Syariah kepada para karyawannya sebagai SDM Syariah yang dimiliki oleh bank yang bersangkutan. Bentuk edukasi yang diberikan misalnya, kultum, tadarus al-Qur’an dan do’a di pagi hari sebelum memulai bekerja; pengajian mingguan yang dipandu oleh seorang ustadz; tahsin al-Qur’an; pelatihan tentang penerapan akad-akad; dan berbagai bentuk pelatihan lainnya, yang intinya setiap karyawan memiliki kecakapan baik berkaitan dengan ilmu syariah ataupun ilmu perbankan murni. Edukasi seperti hal tersebut, akan dilakukan secara berkesinambungan demi memberikan pemahaman yang komprehensif terhadap setiap karyawan agar memiliki kemampuan dan keahlian di bidang ilmu syariah dan ilmu perbankan murni.

Kedua, semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt. Dimana, lingkungan Bank Syariah memang didesain oleh manajeman bank untuk memiliki budaya organisasi yang islami. Salah satu tujuannya ialah, kesyariahan bukan hanya terimplementasi dalam bentuk transaksi yang dilakukan oleh institusi Bank Syariah itu sendiri, akan tetapi kesyariahan mampu terimplementasi ke seluruh aspek kehidupan yang ada di Bank Syariah. Bahkan, kesyariahan bukan hanya mampu dipraktikkan kala berada di kantor oleh setiap karyawan, akan tetapi mampu dibawa pulang ke rumah masing-masing. Sehingga bersyariah bukan hanya dari jam 8 pagi saat buka kantor hingga jam 4 sore saat tutup kantor, tetapi setiap karyawan mampu bersyariah selama 24 jam.

Komitmen tersebut terimplementasi dari budaya organisasi yang dijalankan. Misalnya, setiap karyawan perempuan harus menutup aurat (baca:  menggunakan kerudung dan pakaian yang sopan); saat adzan Dhuhur dan Ashar berkumandang, seluruh aktivitas pekerjaan harus dihentikan dan seluruh karyawan bergegas untuk sholat berjama’ah; tidak boleh menerima uang dalam bentuk apapun dari nasabah selain dari gaji yang diberikan kantor; sesekali akan melakukan mabit (baca: nginep bersama) di kantor sembari melakukan qiyamul lail (baca: bangun malam untuk sholat malam) agar lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Dua keuntungan tersebut, tentu saja tidak akan ditemukan bagi Anda yang bekerja di Bank Konvensional. Dimana, Bank Konvensional tidak akan melakukan hal tersebut, seperti yang dilakukan oleh Bank Syariah. Tentu saja alasannya sangat simpel, karena Bank Syariah tidak semata-mata menjalankan aktivitas bisnis, akan tetapi di dalam aktivitas bisnis yang dijalankan oleh Bank Syariah, ada aktivitas dakwah keislaman. Sehingga bagi Anda yang memutuskan bekerja di Bank Syariah, selain menjalankan aktivitas bisnis juga menjalankan aktivitas dakwah keislaman.

Oleh: Hamli Syaifullah

Penulis, adalah Pengajar di Program Studi Manajemen Perbankan Syariah FAI-UMJ dan Mahasiswa Doktor Pengkajian Islam, Konsentrasi Perbankan dan Keuangan Syariah, SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru