31.4 C
Jakarta

Mudik Spiritual (untuk) Meraih Sa’adah

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahUlasan Timur TengahMudik Spiritual (untuk) Meraih Sa'adah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Menjelang lebaran sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia melakukan perjalanan menuju kampung halaman yang dikenal dengan mudik. Ada juga untuk meluangkan waktu berlibur panjang di tempat kelahiran untuk mengurusi berbagai kepentingan sosial ekonomi bahkan ada juga yang tervirusi oleh efek psikologi media yang mem-blow up kondisi hari ‘aid (lebaran)sehingga ikut-ikutan mudik pula serta berbagai faktor lainya. Mudik sebagai alah satu tradisi yang sangat mengakar dalam masyarakat muslim Indonesia pada umumnya di kala menjelang Lebaran. Seakan-akan lebaran hambar rasanya tanpa mudik. Secara etimologi kata ‘mudik’ itu berakar dari kata ‘udik’.

Pengertian Mudik

Secara harfiah, udik itu berarti kampung atau desa. Secara singkat dapat dimaknai bahwa mudik itu merupakan kembali kekampung halaman. Dalam menginterpretasikan “kembali ke kampung halaman” banyak faktor yang mempoloporinya lahirnya sebuah nilai untuk mudik seperti yangtelahdisebutkan diatas. Disamping itu adanya kedekatan emosi dengan tanah dimana kita dilahirkan sehingga timbullah sebuah terminasi untuk menjenguk tanah kelahiran tersebut. Efektifitas dari itu timbullah budaya, relasi sosial, kultural dan nilai emosional yang sangat kuat untuk mewujudkan mudik.

Tanah kelahiran merupakan sebagai wadah otentik dari mana kita berasal. Sementara kota itu menjadi ruang abstrak terhadap seseorang. Dimanapun sosok individu itu bekerja dan banting tulang serta mengadu nasib dalam berbagai strata masing-masing dengan penuh perjuangan dan tanpa mengenal lelah dan pamrih.disamping itu sedalam dan sejauh mana menyelam ke dunia modernisasi dan eraglobalisasi dengan penuh kecanggihan teknologi namun hubbul wathan (cinta tanah kelahiran) merupakan sebuah emosional kultutal yang menjadi harga mati sehingga melahirkan sosok bernama mudik.

Di era Covid-19 tradisi mudik harus di lakukan dengan gaya Covid-19 via online dan pemerintah telah melarangna untuk mudik. Kajian yang dibahas ini merupakan mudik dalam konsep yang makruf dalam keseharian. Tradisi mudik merupakan sebagai momentum untuk memperkuat silaturahmi dan merekatkan ikatan sosial serta harus terus dijagadan dipupuk bukan hanya dalam nuansa lebaran bahkan pasca lebaran. Selain itu, mudik juga bisa menjadi sebuah momen unjuk keberhasilan dan kesukse­san yang telah kita raih seseorang selama di perantauan kepada masyarakat tempat dia berasal.

Esensi Mudik dan Realitasnya

Esensi mudik jangan hanya menjadi sebuah tradisi musiman dan tahunan belaka. Serta tidak merealisasikan sebagai sebuah wadah dan momentum untuk meleburkan dosa sosial dan spiritual yang telah dilakoni dalam kehidupan sehari-hari.

Realita dilapangan ada juga sebagaian “jamaah”  mudik hanyasemata-mata telah terkoop­tasi oleh nilai-nilai dialektika pragmatis-materialistis. Fenomena ini akan melahirkan sebuah jurang dan kesejangan sosial dalam masyarakat. Terkadang prilaku tersebut dikemas dengan bungkusan dan sloglan yang relegius dan sprituil dengan percikan nilai-nilai transedentalnya.

De­ngan begitu mudik lebaran juga jadi se­macam suatu problema yang merupa­kan manifestasi problema sosial di ma­sya­rakat dan akibatnya terjadi berbagai kesalahan yang terselubung. Terkadang esensi mudik juga telah mengalami reposisi yang cukup memprihatinakn. Atmosfer semacam ini disebabkan  oleh ekses berbagai pe­ngaruh budaya global yang meng­kung­kung jiwa dan qalbu dunia Islam yang kosong dari nilai-nilai spritual.

Salah satu diantara reposisi tersebut, dimana tradisi mudik telah menjadi ajang konsumtif yang melebur dalam perilaku dan tingkah laku ummat Islam yang terbuai oleh budaya hedonis-kon­sumeris. ekses budaya global semacam itu akan meng­hi­langkan esensi mudik yang sesungguhnya yakni mem­perkuat ikatan emosio­nal yang telah lama hilang karena pe­ru­bahan pola pikir dan gaya hidup yang serba mewah.

Reposisi makna mudik ti­dak hanya terjadi dalam bingkai pe­ri­laku dan gaya hidup yang serba me­non­jolkan kemewahan dan kekayaan yang di peroleh selama dalam masa perantauan, tetapi juga berdampak pada terkikisnya nilai spiritualitas dan tasawuf sosial. Itulah sebabnya, mudik lebaran janganlah dimaknai secara sempit tanpa memahami makna substansial dari hikmah bermudik ke kampung halaman tercinta. Banyak pesan moral yang dapat dipetik dari mudik itu sendiri, bukan hanya saja mudik direalisasikan dalam bentuk fisik dan materi, namun harus lebihdari itu. Esensi yang terpenting dari mudik harus dapat diimplementasikan dalam nilai ibadah baik vertical maupun horizontal

Mudik Wisata Rohani

Seorang calon pemudik tentu saja telah menyiapkan berbagai macam keperluan dan kebutuhan yang secukupnya. Kehidupan manusia di muka bumi ini sebagai khalifahal-ardhi(pemimpindimuka bumi) merupakan sebuah perantauan (musafir).

Dalam al-quran disebutkan: “ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS.Al-baqarah;[2]:30).

Musafir dalam bingkai mudik tentunya tidak lepas dari kendaraan, apalagi sebuah perjalanan jauh antar benua sekalipun jelas membutuhkan kendaraan yang layak dan mendukung walaupun bukan milik pribadi. Begitupun dengan kehidupan di dunia untuk mudik ke akhirat. Kita membutuhkan sebuah kendaraan yang bagus dan mendukung perjalanan kita menuju kampung akhirat nanti. Tiada lain kendaraan itu adalah diri kita sendiri.

Sebagaimana kendaraan mudik pada umumnya, kita harus senatiasa merawat diri kita dengan memberikan service terbaik. Diantara service itu lewat intropeksi diri atau  yang lebih dikenal dengan nama muhasabah. Muhasabah  ini kalau perlu setiap ada waktu dicoba untuk terus berkaca diri.

Saidina Umar bin Khaththab dalam bermuhasabah telah memperingatkan kita dengan perkataanya,: “Hisablah dirimu sebelum dihisab, timbanglah diri kalian sebelum ditimbang. Sesungguhnya berintropeksi bagi kalian pada hari ini lebih ringan dari pada hisab di kemudian hari”(HR. Iman Ahmad dan Tirmidzi secara mauquq dari Umar bin Khaththab).

Mudik dan Muhasabatun Nafs

Pernyataan senada juga datang dari salah seorang tokoh sufi yang masyhur yakni Hasan Al-Bashri pernah mengungkapkan, :“Seorang mukmin itu pemimpin bagi dirinya sendiri. Ia menghisab dirinya karena Allah. Karena sesungguhnya hisab pada hari kiamat nanti akan ringan bagi mereka yang telah menghisab dirinya di dunia..”.

Prosesi muhasabah akan lebih sempurna dengan kombinasi mu’ahadah (mengingat selalu perjanjian kita di alam arwah dengan sang khalik Allah Swt). Perjanjian ini di awal penciptaaan menurut para ulama sebagai syahadat yang pertama. Kejadian ini di abadikan dalam Al-Quran berbunyi: “Dan ingatlah ketika Rabb mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?, mereka menjawab. “Betul (Engkau Tuhan kami) kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikianitu agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (QS. Al A’raf:[7] : 172).

Perjanjian tersebut apakah kita mengingkari atau tidak hanyalah pribadi masing-masing yang lebih mengetahui. Diantara perjanjian lain yang sering kita ikrarkan sehari semalam lima waktu dalam sembahyang berbunyi: “hanya kepada Engkau kami menyembah, dan hanya kepada Engkau kami memohon dan meminta pertolongan.”(QS. Al-fatihah:[1]:5). Sebuah pertanyaan layak kita tanyakan serta dijawab sendiri adalah pada sudahkah kita mengabdi dan memohon pertolongan hanya kepada Allah Swt?

Persiapan Bekal Pemudik

Kita harus mempersiapkan diri ini sebaik mungkin untuk menghadapai perjalanan mudik menuju kampung akhirat nanti. Hal lain yang harus disiapkan oleh calon pemudik adalah oleh-oleh atau bekal apa yang akan kita berikan kepada keluarga dan sanak saudara di kampung halaman nanti.

Begitu juga mudik menuju kampung akhirat, tiada lain bekal ini adalah amalan-amalan kita di dunia. Seluruh amalan kita inilah yang akan kita persembahkan kepada Allah Swt yang menunggu kedatangan kita di sana. Bekal yang terbaik akan kita bawa adalah taqwa sebagaimana diungkapkan dalam al-Quran berbunyi ;”Berbekallah dan sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepadu-Ku hai orang-orang berakal”.(QS. al-Baqarah: [2]: 197).

Memperoleh gelar muttaqien bukanlah hal gampang tetapi dengan.bersungguh-sungguh dalam beribadah yang disebut dengan mujahadah. Hikmah Allah mencipkan Jin dan Manusia hanyalah untuk ber’ubudiyah kepada Allah Swt. Ini diabadikan dalam al-Quran berbunyi:“Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan agar mereka menyembah-Ku”. (QS. Adz Dzariyat, 51 : 56).

Dalam interpretasi mujahadahmenurut pandangan Syekh Said Musfar Al-qahthani merupakan suatu curahan terhadap segala usaha dan kemampuan dalam mewujudkan potensi diri seseorang untuk patuh dan taat kepada Allah serta segala yang berfaidah terhadap dirinya baik sekarang dan nantinya disamping mencegah diri dari yang membahayakannya. Allah tidak mengabaikan sebuah harapan para orang yang bersungguh pada jalan Allah (mujahid) seperti dinukilkan dalam untaian kalam ilahi, berbunyi: “dan orang-orang yang melakukan jihad demi mencari keridhaan Kami, sungguh kami tunjukan untuk mereka jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah sungguh beserta orang yang berbuat baik”. (QS. Al-Ankabut;[29]:69).

Beranjak dari itu kita dituntut untuk terus berjuang dalam keidupan,jihad tidak mesti dimaknai berjuang dimedan pertempuran dengan mempergunakan berbagai macam persenjataan, tetapi esensi dari jihad itu sendiri membuka cakrawala yang dipenuhi nur ilahi dengan menutut ilmu bukan hanya untuk kelimuan dan keilmiahan tetapi yang menjadi tujuan utama untuk beramal dem penuh keikhlasan demi menggapai mardhatillah….Semoga

Tgk. Helmi Abu Bakar El-langkawi, M.Pd, Guru Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga dan Dosen IAIA Samalanga serta Ketua PC GP Ansor Pidie Jaya

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru