25.4 C
Jakarta

Merdeka dari Penipuan Gerakan KAMI

Artikel Trending

Milenial IslamMerdeka dari Penipuan Gerakan KAMI
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pukul 10:17 menit pagi hari tadi (17/08) bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, negeri ini telah menginjak usia ke-75 tahun, mulai dari 17 Agustus 1945 hingga 2020. Masihkan kita tak meyakini Indonesia adalah negara yang merdeka? Ataukah di antara keberatan dengan Pancasila sebagai ideologi yang merdeka?

Jutaan umat ikut antosias merakayakan HUT Kemerdekaan di tengah situasi pandemi, ada yang secara virtual, hingga juga memosting foto profil dengan ucapan hastaq “Selamat HUT Kemerdekaan Indonesia Ke-75” di dunia media cetak hingga media sosial. Kanal Youtube, Facebook, Instagram, Twitter, dan WhatsApp telah hujan deras oleh ucapan tersebut.

Pun, kenapa kita masih penasaran dengan yang satu lagi, meskipun negara Indonesia merdeka? Tentunya, pertanyaan ini berdasarkan riset di dunia nyata maupun dunia maya. Adalah HTI pengusung ide negara khilafah, dan syariat Islam ini tidak terlihat wajahnya di permukaan media. Apakah mereka masih beranggapan bahwa bendera “Merah Putih” adalah kafir/thagut.

Riset penulis sejak awal bulan (kemerdekaan) Agustus 2020 sampai detik ini, kanal Youtube Khilafah Channel, dan Fokus Khilafah Channel milik HTI/simpatisan khilafah masih sempat membahas isu-isu jihad, negara khilafah, Pancasila, RUU-HIP, hijrah, dan lain sebagainya. Tampaknya, jamaah HTI betul-betul tidak senang akan model al-mitsaq al-wathaniyah (Pancasila). Wajar saja jika mereka tidak mau hormat pada perjuangan pahlawan, dan bendera Merah Putih.

Benih paham ekstrem-radikal di kalangan kelompok pengagung khilafah ini memang serasa cenderung ingin menggelar proklamasi kemerdekaan sendiri di Indonesia, dengan negara khilafah, dan bendera hitam-putihnya. Misi tersebut kita kenal istilah khittah siyasah dalam kitab (Mafahim Siyasiyah Li Hizbit Tahrir; 1969). Model politik seperti inilah yang menunjukkan kedatangan HTI ke Indonesia adalah untuk menjajal kemerdekaan, dan kesaktian Pancasila.

Jika keberadaan Belanda membuat negara Indonesia dijajah oleh orang Barat (asing), sedangkan kehadiran khilafah HTI bertujuan agar menjajah ideologi; dari negara Pancasila ke negara Khilafah. Hal tersebut yang membuat kelompok (pembubaran) mereka semakin berdusta, dan menghalalkan segala macam cara.

Merdeka dari (KAMI) Khilafah

Gerakan yang mengatasnamakan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) adalah tipu-tipu muslihat simpatisan khilafah agar kepentingan mereka tercapai, kepeduliannya supaya diperhatikan oleh negara, dalam hal ini, pemerintah. Pun, kita paham peta gerakan KAMI hanyalah penyamaran orang-orang HTI, yang sebelumnya pernah menjadi barisan sakit hati.

Menurut kabar inisiatifnews.com (15/08), KAMI akan menggelar deklarasi di Tugu Proklamasi 18 Agustus. Dalam aturan aksi tersebut, akan membawa umbul-umbul dan merah putih, para deklarator memakai baju batik, membaca teks proklamasi, Pancasila, dan pembukaan UUD 1945, serta tidak diperkenankan membawa atribut-atribut yang berbau ormas-ormas.

BACA JUGA  Nataru dan Spirit Perdamaian Indonesia

Memang persiapan aksi kali ini cukup mengesankan dalam urusan tipu-tipu, seharusnya mereka (KAMI) menggelar aksi tersebut pada 17 Agustus 2020. Kenapa harus 18 Agustus? Pertanyaan ini memberi kesimpulan bahwa gerakan mereka adalah simpatisan khilafah atau jamaah HTI yang tidak merepons, hingga sepakat jikalau 17 Agustus adalah hari kemerdekaan.

Meskipun tidak akan ada atribut dari kelompok apapun sama saja mereka dengan berniat mengkerdilkan simbol persatuan, dan persaudaraan dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara. Di balik aksi politis ini, kita dapat membongkar motif jahat gerakan KAMI, mereka ingin mengaspirasikan Presiden Joko Widodo mundur lewat berbagai isu. Terutama, isu resesi ekonomi, PKI, virus korona, dan men-thagut-kan Pancasila.

KAMI adalah gerakan yang rindu khilafah, mestinya mereka sadar bahwa khilafah bukanlah satu-satunya sistem yang harus ditegakkan selama masih ada Pancasila, UUD 1945, dan pilar kebangsaan lainnya. Dengan gerakan KAMI membaca teks-teks proklamasi selain 17 Agustus merupakan cermin buruk para pendusta sejarah; atau kaum pemberontak yang tidak ingin Pancasila menjadi bagian dari ideologi mereka dalam bernegara.

Hikmah Berindonesia

Umat Islam harus gembira dengan negara kesatuan republik Indonesia (NKRI), sebagai negeri yang merdeka bertahun-tahun lamanya. Oleh karena itu, semangat untuk bersatu, bersaudara, berbeda, dan bertoleransi harus kita yakini bersama. Bahwa hidup di suatu negeri tanpa Pancasila dan Indonesia, maka ketentraman, dan kedamaian tidak akan pernah ada.

Pancasila dan 17 Agustus 1945 perlu kita rayakan, dan disambut hangat. Sebab itu, adalah momen dimana sejarah telah membuktikan negara bebas dari belenggu apapun, termasuk dari kuasa penjajah maupun godaan khilafah. Dan eksistensi gerakan mereka (KAMI) sengaja membesar-besarkan wacana kenegaraaan yang ujung tombaknya membuat pemerintahan babak belur.

Melalui momentum bersejarah ini, umat beragama memiliki tanggung jawab besar dalam membangun komitmen persaudaraan kebangsaan (ukhwah wathaniyah), persaudaraan keislaman (ukhwah Islamiyah), dan persaudaraan kemanusiaan (ukhwah  basyariyah). Oleh karenanya, hari kemerdekaan inilah yang tercatat dalam tinta sejarah. Kita sebagai umat manusia wajib memajukan peradaban bangsa yang lebih baik kedepannya.

Kita pun sangat beruntung memiliki ulama teladan yang masih setia mengawal kemerdekaan yaitu KH. Maimoen Zubair (Sumber: nu.or.id), ia tegas mengatakan terkait rangkaian angka 17, 8, dan 45. “Ini angka sembahyang, sembahyang angka yang harus diketahui yaitu tujuh belas, delapan, dan empat lima. Kalau tidak tahu ini tidak sah shalatnya. Artinya, dengan mereka menggelar aksi pada 18 Agustus, sahkah shalat mereka? Lalu, bagaimana respon mereka selanjutnya. Menarik untuk diulas.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru