32.7 C
Jakarta

Menolak Khilafah dengan Pancasila Sudah Tepat

Artikel Trending

KhazanahPerspektifMenolak Khilafah dengan Pancasila Sudah Tepat
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sebuah diskusi yang diisi pemateri para eks aktivis HTI dengan teman “Menolak Khilafah Dengan Pancasila, Tepatkah?” baru-baru ini diadakan. Seperti biasanya, para pengusung khilafah selalu membuat narasi pertentangkan antara Islam dengan Pancasila. Padahal, khilafah sama sekali bukan reprentasi dari Islam.

Dan seperti biasanya, khalayak yang dangkal pemahamannya terhadap pandangan Islam akan sistem pemerintahan dan bagaimana sistem khilafah sudah tidak ada 100 tahun semenjak Nabi wafat, menjadi bimbang dalam menentukan sikap. Yang muncul hanyalah pemikiran-pemikiran radikal bagaimana merubah sistem dan tata kelola dalam bernegara berdasarkan khilafah.

Lalu tiba-tiba munculah narasi bahwa Pancasila adalah sistem yang bertentangan dengan ajaran Islam. Pancasila adalah produk komunis. Dan khilafah harus ditegakkan untuk menggantikan Pancasila sebagai dasar negara. Khalayak umum dibuat lupa bahwa 5 sila yang ada sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Lagi pula, kalau Pancasila patut diganti, kenapa gantinya harus khilafah? Kenapa tidak sistem kerajaan seperti Arab Saudi atau sistem presidensial seperti Turki?

Pertanyaan-pertanyaan demikian, sangat tepat apabila eks aktivis HTI yang menjawab. Agar kedok di balik aksi RUU HIP ini terbongkar bahwa ada wacana khilafah.

Narasi Keliru Tentang Khilafah Adalah Islam

Membuat narasi bahwa khilafah adalah Islam adalah sebuah kenaifan. Sebab para pengusung khilafah gagal menjawab banyak pertanyaan yang berkaitan dengan sistem khilafah. Seperti, mana dasar hukum bahwa sebuah khilafah harus ditegakkan? Kalau itu memang berkaitan dengan kata khalifah dalam al-Qur’an, penafsiran khalifah sebagai sebuah sistem benarkah sudah sesuai dengan ahli tafsir serta disepakati oleh ahli tafsir.

Sehingga pengusung berhak mengklaim yang tidak mendukung khilafah sama saja menentang al-Qur’an?
Lalu, periode peradaban Islam mana yang hendak mereka tiru dalam menegakkan khalifah? Bukankah kekhalifahan berakhir di masa khalifah Ali Ibn Abi Thalib. Sesudahnya, termasuk di dalamnya dinasti Umayyah dan Abbasiyah, bukankah lebih mirip sebuah kerajaan daripada khalifahan yang dicontohkan olek al-Khulafa’ ar-Rasyidin?

Kemudian, bukankah ketimpangan-ketimpangan yang dijanjikan oleh pengusung khilafah dapat diselesaikan dengan tegaknya khilafah, juga terjadi dan tak terselesaikan di masa dinasti Abasiyah dan Umayyah? Seperti penyimpangan seks, korupsi, menyalahgunakan wewenang dan juga nepotisme. Maka bagian mana dari kekhalifahan yang mempresentasikan Islam?

BACA JUGA  Puasa: Momentum Menahan Diri dari Nafsu Ekstremisme-Terorisme

Khilafah Islamiyah dalam arti kekuasaan politik Islam tunggal sedunia juga telah runtuh 12 abad yang lalu. Tatkala Dinasti Umayah jatuh dan beralih ke Dinasti Abasiyah di Baghdad. Setelah itu, Islam tidak memiliki kekhalifahan tunggal (Amani, 2014). Hal ini disebabkan sebagaimana yang terjadi dalam sebuah kerajaan, runtuhnya sebuah kerajaan tentunya pemberontakan-pemberontakan tersendiri pada kerajaan baru yang menggantikan. Dan hal ini umumnya didalangi oleh anggota keluarga kerajaan lama tidak menerima kekalahan keluarganya.

Berdirinya Dinasti Abasiyah di Baghdad pada tahun 750 M, harus menerima kenyataan bahwa khalifah tidaklah pengusa politik tunggal lagi dalam sebuah system kekhalifahan. Sebab banyak dinasti-dinasi baru bermunculan. Diantaranya, Dinasti Idrisiyah di Maroko, Dinasti Aghlabiyah di Afrika, Dinasti Thuluniyah di Mesir serta Palestina, dan Bani Buwaih di Iran. Dinasti-dinasti baru ini memerintah tersendiri tanpa campur tangan khalifah. Dan memandang Kekhalifahan Abasiyah sebagai pemimpin umat Islam secara keseluruhan secara simbolis.

Memilih Pancasila

Menolak khilafah dengan Pancasila sudahlah tepat. Sebab, khilafah dan Pancasila adalah sama-sama ide ciptaan manusia yang lahir bersama visi dan misi yang berbeda. Khilafah dan Pancasila sama-sama memperoleh pembenaran dari Islam. Sebab, keduanya sama-sama memperjuangkan ketuhanan, keterjagaan jiwa, harta dan kehormatan manusia, persatuan, keterpimpinan dan keadilan secara menyeluruh.

Khilafah dan Pancasila juga mengalami dinamika penerapan hukum Islam secara pasang dan surut. Berkaca pada pemerintahan Arab Saudi yang sering dianggap sebagai teladan dalam menerapkan hukum Islam, Saudi sendiri tak bisa lepas dari kebijakan yang memihak pada keluarga kerajaan. Lalu apakah pelabelan menerapkan syariat Islam dapat menjamin keterlaksanaannya tanpa adanya pelanggaran-pelanggaran layaknya yang ada pada sistem demokrasi?

Hanya saja, Pancasila sudah melalui perjuangan cukup panjang oleh Bangsa Indonesia. Bahkan semenjak Indonesia masih berupa kerajaan-kerajaan sebelum kemudian melewati proses penjajahan dan kemerdekaan. Proses ini tidak dapat diremehkan sebab semua suku dan agama ikut andil dalam mendukung kemerdekaan negara Indonesia.

Peran Islam sendiri tak dapat diremehkan. Inilah kenapa kemudian banyak sistem perundang-undangan Indonesia mengadopsi hukum Islam ke dalam hukum nasional. Dari sini selayaknya pertanyaan yang mengemuka adalah, layakkah khilafah dibanding-bandingkan dengan Pancasila? Pertanyaan ini harus dihindari agar tidak membuat masyarakat lagi-lagi melakukan aksi provokatif, dan melawan negara.

Mohammad Nasif
Mohammad Nasif
Lulusan Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru