33.2 C
Jakarta

Adaptasi Virtual Menuju Perdamaian Global di Era New Normal

Artikel Trending

KhazanahAdaptasi Virtual Menuju Perdamaian Global di Era New Normal
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Dunia termasuk Indonesia sedang bersiap menghadapi dan beradaptasi di era new normal. WHO menyatakan virus corona dapat menjadi Pendemik seperti HIV. Virus ini diprediksi tidak akan pernah hilang meskipun antivirus ditemukan sekalipun. Selain itu, kesempatan ini harus kita upayakan dalam rangka menangkal penyebaran virus radikalisme dan terorisme.

Adaptasi harus tetap memprioritaskan protokol kesehatan menjadi kenormalan kehidupan yang baru. Dunia virtual juga mesti bersiap diri mendukungnya dengan adaptasi yang produktif. Salah satunya dengan fokus pada upaya menuju perdamaian kehidupan global.

Masyarakat kini semakin melek dunia digital. Kondisi pandemic menuntut banyak aktivitas yang dituntut online dan harus dikerjakan di rumah. Antara lain pembelajaran, pekerjaan, jual beli dan lainnya. Kondisi ini ke depan menjadi peluang sekaligus tantangan bagi literasi dunia virtual. Upaya menghadapi era new normal membutuhkan partisipasi dan kontribusi seluruh elemen. Kritik dan saran dibutuhkan melalui mekanisme elegan dan bersifat konstruktif.

Kekuatan Virtual

Produk dunia virtual paling besar dan berpengaruh adalah media sosial (medsos). Medsos merupakan wahana informasi dan komunikasi paling mutakhir dan poluper saat ini. Indonesia memiliki pengguna intenet yang luar biasa banyak. Jakarta bahkan disebut sebagai ibukota media sosial berbasis teks. Tingkat penetrasi penggunaan internet di ditaksir mencapai 29 persen. Jumlah mobile subscription yang aktif mencapai 282 jutaan, dimana 74 persen untuk media sosial (Liem, 2015).

Menurut riset platform manajemen media sosial HootSuite dan agensi marketing sosial We Are Social bertajuk “Global Digital Reports 2020”, hampir 64 persen penduduk Indonesia sudah terkoneksi dengan jaringan internet.

Riset yang dirilis pada akhir Januari 2020 itu menyebutkan, jumlah penguna internet di Indonesia sudah mencapai 175,4 juta orang, sementara total jumlah penduduk Indonesia sekitar 272,1 juta. Dibanding tahun 2019 lalu, jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat sekitar 17 persen atau 25 juta pengguna.

Fenomena di atas membuktikan bahwa era komunikasi dan informasi telah menciutkan dunia menjadi global village. Ukuran geografis menjadi tidak bermakna dengan kehadiran medsos. Lalu lintas komunikasi menjadi tidak terbatas secara ruang dan waktu.

Ke depan kekuatan medos berpotensi menjadi kenyataan jika digarap secara serius. Kuncinya bagaimana teknologi dan globalisasi yang mengarah ke virtualisasi ini dapat kita tunggangi, bukan sebaliknya. (Dahana, 2012).

Medsos juga memiliki potensi disalahgunakan untuk hal-hal negatif. Internet seperti kertas, bisa dipergunakan untuk apapun (George, 2014). Hal ini menuntut partisipasi netizen   guna mengawasi dan ikut memperbaiki kualitas komunikasi di medsos.

Dinamika medsos kadang  mendapatkan hambatan pascaberlakunya  UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tindak pidana pencemaran nama baik yang diatur dalam UU ITE kerap digunakan jika isi berita ataupun kritikan tersebut tidak diterima oleh salah satu pihak (Enda, 2014).

Aksi Konstruktif

Aksi kostruktif dibutuhkan guna mencegah dan melawan provokasi negatif. Alih-alih melawan provokasi, jangan sampai secara tidak sengaja justru menimbulkan provokasi yang baru. Hal yang penting untuk dilakukan dalam mencegah dan melawannya adalah dengan mengembangkan propaganda positif. Propaganda positif dapat disampaikan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menangkis provokasi negatif.

Di dunia maya, Propaganda positif merupakan nutrisi digital yang diperlukan publik guna membangun literasi virtual. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) telah lama mengajak masyarakat memanfaatkan dunia maya secara positif dengan cara mengunggah konten informasi positif yang sesuai dengan nilai-nilai budaya Indonesia.

BACA JUGA  Brutal Religiosity: Telaah Ulang Identitas Terorisme

Salah satu program Kemkominfo adalah Internet Sehat dan Aman (INSAN). Tujuannya untuk mensosialisasikan penggunaan internet secara sehat dan aman melalui pembelajaran etika berinternet secara sehat dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat.

Regulasi Pemerintah berkaitan penyelenggaraan internet yang sehat dan aman  telah banyak dimiliki. Antara lain UU No. 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE), UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Surat Edaran Kementrian Komunikasi dan Informatika No. 1/Februari 2011 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik untuk Pelayanan Publik (ISO-­SNI 20000), dan Surat Edaran Kementrian Komunikasi dan Informatika No. 5/Juli 2011 tentang Tata Kelola Keamanan Penyelenggaraan Pelayanan Publik (ISO-­SNI 27000).

Konten ringan sebenarnya paling banyak disukai nettizen. Hasil riset BACA (2017) menyebutkan kategori penulisan hiburan menempati peringkat pencarian berita yang dianggap paling penting saat ini yaitu mencapai 18,73 persen. Selanjutnya penulisan gaya hidup atau lifestyle mencapai 12,67 persen, berita olah raga dengan 12,02 persen, ekonomi 10,33 persen, dan sisanya kategori lain.

Propaganda Positif

Propaganda positif dapat dikembangkan dengan dua strategi. Pertama adalah pro aktif menampilkan konten-konten yang positif dan produktif. Konten positif mestinya menyejukkan dan berimbang isinya. Polemik dan perdebatan adalah sah dan bahkan penting ditampilkan. Tetapi penyedia konten mesti adil dan independen. Mekanisme jurnalisme dasar mesti dijamin, misalnya prinsip prinsip Cover Both Side. Cover both sides mendorong adanya suatu bentuk tanggung jawab yang tepat dari media, terkait dengan pemberitaan yang disebarkannya (Pamungkas, 2015).

Strategi kedua adalah reaktif menanggapi provokasi negatif yang berkembang. Argumentasi yang diberikan mesti kuat dan meyakinkan. Alih-alih melakukan perlawanan jangan sampai justru menyebarkan konten negatif dan berita hoax. Data dan sumber yang disampaikan juga mesti valid. Perlawanan ini mesti ikut disebarkan masif guna mengimbangi bahkan melebihi frekuensi propaganda negatif.

Provokasi negatif yang jelas melanggar peraturan perundang-undangan mesti ditindak tegas. Aparat hukum mesti berani dan menjalankan fungsinya dengan adil. Namun demikian prinsip pengakuan kebebasan berpendapat dan berekspresi mesti diprioritaskan. Tetapi, kebebasan itu tidak kepada kelompok ekstremisme, radikalisme, dan terorisme. Sebab itu, adalah ancaman serius kepada konsep perdamaian global yang menjadi prioritas negara-negara di dunia. Khususnya negara Islam di Timur Tengah yang sering konflik. Hal ini harus dicegh sebelum bergeser ke negara mayoritas muslim seperti Indonesia.

Provokasi lebih menyasar pada olah emosional dan psikologi. Rasionalitas publik mesti ditingkatkan demi kemampuan menyaring dan menilai konten-konten yang bertebaran di dunia maya. Partisipasi ormas, komunitas, dan lembaga yang memiliki basis massa dapat diberdayakan guna mengimplementasikan beberapa strategi di atas.

Propaganda positif juga mesti dikembangkan guna menggerakkan potensi anak bangsa agar produktif. Propaganda ini dapat terkait gerakan-gerakan positif yang muaranya adalah upaya partisipasi menghadapi era new normal. Misalnya adalah propaganda menggerakkan filantropi, gotong royong, disiplin melaksanakan protokol pencegahan Covid-19 dan lainnya. Indonesia mesti tetap menjadi garda terdepan di era new normal bagi upaya mewujudkan perdamaian global.

Ribut Lupiyanto
Ribut Lupiyantohttps://www.www.harakatuna.com/
Konsultan, Peneliti, Deputi Direktur Center for Public Capacity Acceleration (C-PubliCA). Website: www.ributlupiyanto.com

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru