30.1 C
Jakarta

Mengapa Kita Harus Menulis?

Artikel Trending

KhazanahLiterasiMengapa Kita Harus Menulis?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Bagi sebagian orang, menulis bisa jadi termasuk salah satu aktivitas yang tak diminati. Apalagi sampai berkeinginan menekuninya untuk dijadikan sebagai sebuah profesi yang menguntungkan. Mungkin mereka menganggap menulis bukanlah hal penting, membosankan, yang hanya dilakukan oleh para pemalas dan bukan termasuk profesi bergengsi yang bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah.

Sementara sebagian yang lain justru menganggap menulis sebagai rutinitas yang sangat menyenangkan dan bila sampai ditinggalkan akan membuatnya merasa gundah, resah, gelisah, bahkan mungkin sakit kepala. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena menulis baginya menjadi sarana yang sangat tepat dan efektif untuk menuangkan ide, gagasan, unek-unek yang berkecamuk di dalam jiwa, dan lain sebagainya. Alasan ini sekaligus menjadi jawaban atas pertanyaan “mengapa kita harus menulis?”

Saya sendiri mengamini (karena saya telah menjalaninya) bahwa menulis merupakan aktivitas yang sangat menyenangkan. Bagi saya, menulis menjadi wadah yang membahagiakan untuk mengungkapkan pendapat atau pemikiran saya atas berbagai peristiwa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat kita. Saya yakin, setiap orang tentu memiliki pendapat saat berhadapan dengan sebuah peristiwa di sekitar kita. Yang jadi persoalan, tak semua orang berani untuk menuangkan pendapatnya. Bisa jadi karena ia memiliki sifat pemalu, tidak percaya diri, takut dianggap pendapatnya kurang berbobot, atau karena alasan-alasan lainnya.

Penulis Menulis Ide

Bagi orang-orang pemberani dan memiliki sifat percaya diri tinggi, ditambah bekal keilmuan yang mumpuni, tentu mereka bisa dengan mudahnya menyampaikan pendapat atau gagasannya secara langsung di depan publik. Namun, bagi orang-orang introvert, pendiam, pemalu, dan sejenisnya, tentu ia tak mengalami kesulitan dan berani menuangkan pendapatnya di depan umum. Inilah mengapa menulis menjadi hal penting bagi orang-orang yang memiliki sifat tertutup dan pendiam, agar segala unek-unek dan gagasannya dapat tersalurkan lewat rangkaian kata-kata yang bisa dibaca dan pahami oleh orang lain.

Selain sebagai bentuk menyampaikan gagasan melalui tulisan, tentu masih banyak alasan mengapa kita harus menulis. Saya sendiri memiliki beberapa alasan yang membuat saya terus berusaha konsisten menulis hingga hari ini. Sekadar catatan, saya mulai serius menekuni dunia kepenulisan sejak pertengahan tahun 2009. Bahkan kini saya menjadikan aktivitas “menulis” sebagai profesi tetap. Alasan mengapa saya merasa yakin dan mantap menekuni dunia tulis menulis karena menulis bisa membuat hati terasa plong. Apa yang saya pikirkan dan rasakan bisa tertuangkan dalam berbagai jenis tulisan, baik fiksi maupun nonfiksi.

Bagi para penikmat karya-karya fiksi, mungkin telah akrab dengan nama penulis-penulis beken seperti Tere Liye, Andrea Hirata, Asma Nadia, Ahmad Tohari, Dewi Lestari (Dee), dan masih banyak yang lainnya. Mereka bisa menghasilkan banyak materi (uang) lewat aktivitas menulis. Kisah suka duka mereka saat menekuni dunia kepenulisan penting kita renungi untuk memotivasi kita agar terus menulis dan pantang menyerah bila tulisan yang dikirim ke media massa atau penerbit mengalami penolakan demi penolakan.

Bicara perihal penolakan demi penolakan saya yakin pasti pernah dialami oleh setiap penulis. Sebagai penulis lepas di berbagai media massa, saya sangat sering mengalami penolakan naskah di berbagai media massa. Kecewa dan sedih tentunya saat naskah kita ditolak di media massa yang dituju. Namun jangan sampai kekecewaan tersebut membuat kita menyerah dan berhenti menulis. Justru kita bisa mengambil pelajaran darinya.

Kita masih bisa memperbaiki tulisan kita, mengoreksi kekurangannya, lalu mencoba mengirimkannya ke media lain. Penting dipahami bahwa ditolaknya naskah di sebuah media massa terkadang bukan karena tidak layak muat, tapi karena naskah tersebut tidak cocok dengan karakter media massa tersebut, atau karena sudah ada tema sejenis yang ditulis oleh penulis lain, atau karena alasan-alasan lainnya. Inilah pentingnya bagi kita untuk mempelajari terlebih dahulu tulisan-tulisan yang telah dimuat di berbagai media massa agar kita tahu karakter atau jenis tulisan yang disukai redaksi sekaligus untuk mengetahui tema-tema yang sudah pernah dimuat oleh penulis lain.

BACA JUGA  Mengalami Writer’s Block? Kenali Ciri-ciri dan Tips Mengatasinya!

Bicara tentang penolakan naskah, kita bisa membaca kisah yang begitu menginspirasi yang pernah dialami oleh para penulis ternama. Sihabuddin, dalam buku Terampil Berbicara dan Menulis (Araska, 2019) menjelaskan bahwa banyak kegagalan yang dihadapi pada saat-saat awal menjadi penulis, seperti ditolak berkali-kali oleh penerbit. J.K. Rowling dan Stephen King, misalnya. Naskah J.K. Rowling yang berjudul Harry Potter baru diterima penerbit setelah 12 kali mengalami penolakan dari berbagai penerbit. Stephen King malah mengalami penolakan lebih parah. Novel perdananya, Carrie, yang menjadi international best seller dan diadaptasi menjadi film sebanyak 2 kali, sebelumnya pernah ditolak penerbit sebanyak 30 kali.

Bila kita rajin membaca kisah atau biografi para penulis ternama, maka dapat menjadi semacam pelecut semangat bagi kita agar tidak mudah menyerah saat mengalami penolakan naskah di berbagai media massa dan penerbit. Selain membaca kisah mereka, sebagai penulis tentu kita harus berusaha rajin membaca berbagai buku, majalah, koran, dan lain sebagainya, sebagai bahan untuk belajar sekaligus meningkatkan kualitas tulisan kita. Namun saya perlu garisbawahi di sini, ketika telah memutuskan menjadi penulis, jangan sampai melakukan kecurangan seperti memplagiasi atau menjiplak karya orang lain. Menjiplak tulisan orang lain merupakan tindakan tercela yang harus dijauhi oleh para penulis.

Menebar Kebaikan dan Mengabadikan Ilmu

Alasan lain mengapa saya mantap menekuni dunia kepenulisan, karena menulis dapat dijadikan sebagai sarana yang cukup efektif untuk menebarkan kebaikan-kebaikan di tengah masyarakat. Bayangkan, bila kita menulis dengan hati ikhlas agar para pembaca kelak dapat mengambil hikmah atau pelajaran berharga lewat tulisan-tulisan kita, maka menulis dapat menjadi ladang pahala dan amal jariah meskipun kita telah tiada.

Ada hal menarik saat kita menekuni profesi penulis. Yakni, sebagai penulis kita tak diikat oleh peraturan-peraturan monoton sebagaimana ketika bekerja di perusahaan atau kantor-kantor. Saat kita telah memutuskan menjadi seorang penulis, kita dapat mengatur dengan leluasa waktu dan jadwal untuk menulis. Bisa pagi, siang, sore, maupun malam. Bahkan, kita bisa meliburkan diri kapan saja kita mau dan menggunakan waktu liburan tersebut untuk bersantai, berekreasi, mengunjungi tempat-tempat wisata misalnya, itung-itung sambil mencari ide atau inspirasi tulisan.

Alasan yang tak kalah pentingnya untuk direnungi mengapa kita harus menulis ialah sebagai sarana mengabadikan ilmu. Hal ini sebagaimana telah dipraktikkan oleh para ulama terdahulu yang telah menulis beragam jenis kitab dan ilmunya masih terus kita kaji dan pelajari hingga saat ini di berbagai lembaga pendidikan seperti pondok-pondok pesantren. Misalnya kitab-kitab yang membahas tentang seputar fikih, tafsir, tauhid, akhlak, nahwu-sharaf, dan lain sebagainya.

Coba bayangkan, seandainya dulu para ulama hanya berdakwah secara lisan saja kepada para santri atau murid-muridnya (tanpa pernah berniat menuliskannya agar kelak dapat terus dipelajari oleh para generasi setelahnya) tentu ilmu-ilmu yang mereka miliki akan berhenti saat telah meninggal dunia. Bila ini yang terjadi maka kelak ilmu yang sangat berharga tersebut akan hilang seiring laju zaman.

Mudah-mudahan tulisan sederhana saya ini dapat membuat para pembaca lebih bersemangat dalam menekuni dunia kepenulisan.

Sam Edy Yuswanto
Sam Edy Yuswanto
Bermukim di Kebumen, tulisannya dalam berbagai genre tersebar di berbagai media, lokal hingga nasional, antara lain: Koran Sindo, Jawa Pos, Republika, Kompas Anak, Jateng Pos, Radar Banyumas, Merapi, Minggu Pagi, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, dll.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru