27.1 C
Jakarta

Menelusuri Kebenaran Adanya Wabah Menurut Perspektif Kitab Ibnu Hajar Al-Asqolani

Artikel Trending

Asas-asas IslamSyariahMenelusuri Kebenaran Adanya Wabah Menurut Perspektif Kitab Ibnu Hajar Al-Asqolani
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Naskah kuno (manuscript)  selanjutnya cukup disebut naskah yang termasuk salah satu peninggalan kebudayaan yang mana peninggalan itu ketika dimasa silam serta dokumen yang menarik bagi para peneliti. Sebagai dokumen, kemudian naskah mengandung rekaman kegiatan manusia di masa lalu sekaligus merupakan manifestasi dan refleksi kehidupan masyarakatnya. Naskah juga merupakan salah satu warisan budaya suatu bangsa yang harus dilestarikan, karena di dalamnya banyak terkandung warisan budaya masa lalu yang berguna untuk kehidupan masa kini (Bachtiar,1974; Ikram,1976; Purwadaksi,1992).

Dengan adanya pandemik Covid19 ini, Indonesia mengalami kecemasan yang sangat dahsyat, masyarakat merasa mengeluh dikarenakan adanya pandemik Covid-19 bahkan dari sisi lain tokoh-tokoh agama pun memberikan fatwa kepada masyarakat dengan tidak beribadah di masjid untuk sementara itu, tapi hal ini menjadi problematika bagi seorang tokoh agama yang berbeda pendapatnya.

Ulama terkemuka abad pertengahan, al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani (1372- 1449) menulis kitab berjudul Badzlu al-Maun Fi Fadhli al-Thaun yang membahas tentang wabah penyakit thaun.

Ini pngantar dari muhakiknya bahwa Badlul Maun ini dikarang oleh al-Hafid Ahmad ibnu Hajar Asqolani. Kita tahu gelarnya dari laqobnya Al-hafiz. Al-hafiz ini yang seorang yang manghafal puluhan ribu hadis tentu saja al-Quran.

Dalam kitab ini muhaqiq manuskrip Al-asqolani. Konteks Badlul Maun fi-Fadli Thoun ini, ditulis oleh Ibnu Hajar Asqolani dalam konteks pandemi penyakit menular pada abad 14, yang jumlah korbannya hampir sepertiga penduduk Eropa waktu itu.

Dari manuskrip ini, beliau memberikan pengantar secara singkat tentang latar belakang yang pernah menimpa Asqolani

Ini arti dari makna diatas “Dan Allah berkehendak tiga dari putri al-Hafiz wafat diakibatkan Tho’un, wafat pada tahun 819 H /1416M, setelah itu juga wafat anak yang lain yang besar yang sulungnya sedang hamil, didalam kitab ini didiskusikan jugu, apakah Ibnu Hajar Al-Asqolani mengarang  kitab ini dipengaruhi tragedi ketiga putrinya?  Ada yang bilang tidak ada, sebagian yang lain mengatakan terpengaruh. Kita tahu, Ibnu Hajar Asqolani itu karangannya itu ratusan yang terkenal Fathul Bari. Kemudian muhaqiq menjelaskan:

BACA JUGA  Karena Kesibukan, Bolehkah Shalat Tarawih Sendirian di Rumah?

Apa itu Thon?

“Itu salah satu jenis penyakit yang menimpa tidak pandang umur yang bisa menimpa ke siapa saja dengan berbagai cara. Memang ini agak berbeda dengan penyakit-penyakit yang lain seperti sakit kepala, sakit perut dll.

Manuskrip yang menjelaskan asal-usul wabah atau tho’un. Dalam penjelasan dari muhaqqiq juga menjelaskan Tho’un ini penyebaran dari Arab, Eropa dan China. Tho’un ini tidak terjadi di satu wilayah tapi semua wilayah pada abad ke-9 H. Puncaknya sampai ke Eropa dengan mematikan sepertiga penduduk Eropa. Pada abad 19 tho’un ini merebak ke semua penjuru dunia lebih dari 10jt orang terjangkit penyakit ini.

Kita diwajibkan untuk berikhtiar apa sebab yang bisa menghindarkan itu dan Islam menganjurkan umatnya tidak pasrah. Tapi beriktiar sebisa mungkin. Misalnya, makan yang bergizi dan menjaga pola hidup sehat. Intinya kita harus berusha ketika sudah berusha, maka sabar dan tawakkal pada Allah.

Sebab Ibnu Hajar Menulis Kitab

Karya itu diminta oleh sahabatnya untuk menjelaskan tentang tho’un. Kemudian beliau menyanggupinya dengan menulis kitab ini secara apik dan mengesankan. Al-asqolani menjelaskan al-waba Thoun ini mengingat wabah ini sangat ganas dan mematikan.

Bedanya Tho’un dan Wabah

Thoun lebih khusus ketimbang wabah, Wabah adalah penyakit menular secara umum apapun bisa disbut wabah. Sementara Thoun lebih spesifik. misalnya Covid-19. Itu spesifik dari sisi namanya, sementara wabah dalam bahasa Arab, tidak setiap wabah adalah Thoun.

Ini perbedaan antara thoun dan wabah

“(Saat terjadi wabah pandemik di Damaskus, 1362 M), lalu di negeri itu ada seruan agar berpuasa 3 hari, umat pun melakukannya. Mereka berkumpul berkerumun sebagaimana mereka lakukan di bulan Ramadan, mereka keluar menuju masjid Al-Qadam untuk shalat Jumat, tanggal 17 bulan itu. Umat bersimpuh berdoa kepada Allah agar wabah Tho’un dihilangkan. Massa pun berbondong-bondong datang dari berbagai penjuru, termasuk non-muslim dan anak-anak, mereka berkerumun di jalanan, menengadah dan menangis. Alih-alih berkurang, wabah semakin menyebar, kematian pun semakin mendera”

Robi Anggara, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru