26.1 C
Jakarta

Meneladani Kesabaran Nabi Muhammad  Saw. dalam Berdakwah

Artikel Trending

Asas-asas IslamSirah NabawiyahMeneladani Kesabaran Nabi Muhammad  Saw. dalam Berdakwah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Salah satu faktor tersebarnya agama Islam ke seluruh penjuru adalah adanya perintah untuk berdakwah dengan penuh kesabaran. Walaupun, dakwah tersebut tidak diwajibkan kepada masing-masing umat Islam, paling tidak risalah Islam dapat tersampaikan kepada semua orang. Yang perlu diingat dalam hal dakwah adalah hanya menyampaikan (dalam makna yang luas) risalah Islam, bukan memaksakan orang untuk memeluk agama Islam.

Tak jarang, dakwah direspon oleh sebagian orang dengan cacian, bahkan sampai pada kekerasan tertentu. Dengan kondisi demikian, seorang da’i perlu introspeksi diri apakah sudah benar-benar menyampaikan ajaran agama dengan baik? Jika telah berdakwah dengan jalan Islam, namun tetap mendapat perlakuan buruk simaklah teladan kita Rasulullah Saw. atas kesabaran beliau dalam menyampaikan nubuwahnya berikut ini.

Tahun ke-10 kenabian dikenal dengan sebutan ‘amul husni (tahun duka cita) bagi Nabi Muhammad Saw. Sebutan tersebut dikarenakan pada tahun ini istri tercinta Nabi (Khadijah binti Khuwailid) beserta paman setianya Abu Thalib wafat. Ibnu Sa’d menuturkan dalam Thabaqat-nya, “Antara wafatnya Khadijah dan Abu Thalib hanya selisih satu bulan lima hari.”

Betapa sedihnya beliau ditinggal istri yang selalu menghibur dan membesarkan hati ketika Rasulullah Saw. menghadapi persoalan. Begitupun Abu Thalib yang selalu melindungi dakwah Rasulullah Saw. sebagai seorang yang mempunyai kedudukan di kalangan suku Quraisy. Abu Thalib selalu menentang siapa yang berani melakukan keburukan kepada putra saudaranya itu. Namun setelah keduanya berpulang ke hadirat-Nya, apa yang terjadi?

Kesabaran Nabi Muhammad Menghadapi Kafir Quraisy

Intimidasi kaum Quraisy kian menjadi kepada Rasulullah Saw. dengan tindakan-tindakan yang tidak dapat dilakukan semasa Abu Thalib masih hidup. Bahkan, orang dungu Quraisy berani melemparkan kotoran ke kepala Rasululah Saw. Beliau pulang dengan kepala yang penuh kotoran sehingga putrinya bersedih melihatnya, dan segera membersihkan kotoran tersebut. Namun dengan tegarnya Rasulullah Saw. bersabda, “Janganlah menangis, Nak, sesungguhnya Allah melindungi ayahmu.”

Ketika intimidasi dan aniaya yang dilancarkan kaum Quraisy semakin berat, Rasulullah Saw. memutuskan pergi ke Thaif. Kunjungan tersebut bertujuan untuk meminta perlindungan dan pembelaan dari Bani Tsawif. Disamping itu beliau juga berharap mereka mau menerima risalah yang dibawanya dari sisi Allah Swt. Namun, apa yang Rasulullah Saw. dapati?

Para Pemuka Bani Tsaqif justru menolak mentah-mentah ajakan Rasulullah Saw. Tidak hanya itu, mereka memperlakukan beliau dengan kasar seraya melontarkan kecaman dan hinaan yang tidak pernah beliau bayangkan. Atas nihilnya hasil tersebut, Rasulullah Saw. pun pergi setelah meminta mereka untuk merahasiakan kedatangannya dari kaum Quraisy. Namun, permintaan tersebut pun ditolak.

BACA JUGA  Memasukkan Hikmah dan Iman, Mengapa Perlu Membelah Dada Nabi?

Tidak sampai disitu, mereka juga mengerahkan orang-orang dungu dan para budak untuk menghina dan mengecam beliau. Bahkan, mereka melempari Rasulullah Saw. dengan batu, sampai kedua kaki beliau berdarah. Sementara itu, Zaid bin Haritsah (yang menyertai beliau pergi) terus melindungi beliau dengan badannya hingga menderita banyak luka.

Ketika Rasulullah Saw. tiba di kebun milih Utbah bin Rabiah, orang-orang dungu itu berhenti mengejarnya dan pulang ke rumahnya masing-masing. Kemudian, Rasulullah Saw. berteduh di bawah pohon anggur karena letih dan sakit. Tanpa diketahui Rasulullah Saw. dua putra Rabiah memperhatikan beliau. Setelah beliau merasa tenang di bawah naungan pohon anggur itu, beliau mengangkat kepalanya dan berdoa:

“Ya Allah, kepada-Mu kuadukan lemahnya kekuatanku, kurangnya kecerdikanku, dan kehinaanku di mata manusia. Wahai Yang Paling Penyayang diantara yang penyayang, Engkaulah pemelihara orang yang tertindas, dan Engkaulah Tuhanku. Kepada siapakah diriku akan Kauserahkan? Kepada orang jauh yang akan berwajah suram terhadapku, ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku? Jika Engkau tidak murka terhadapku maka itu semua tidak kupedulikan. Namun, keselamatan dari-Mu lebih luas bagiku. Aku berlindung pada cahaya wajah-Mu yang menerangi kegelapan dan menjadikan dunia dan akhirat lebih baik. Semua itu lebih luas bagiku daripada murka-Mu. Marahilah aku hingga Engkau ridha. Tiada daya dan upaya ataupun kekuatan selain dengan-Mu.”

Setelah istirahat dirasa cukup, Rasulullah Saw. dan Zaid bin Haritsah berjalan lagi menuju Makkah. Dalam perjalanan tersebut, Zaid bertanya, “Bagaimana kita pulang ke Makkah, sementara penduduknya telah mengusir Tuan?”

Beliau menjawab, “Wahai Zaid, sesungguhnya Allah akan menjadikan apa yang kaulihat itu sebagai jalan keluar, dan sungguh Allah akan memenangkan agama-Nya dan membela Nabi-Nya.”

Doa yang dipanjatkan Rasulullah Saw. di atas merupakan bentuk keridhaan beliau atas kesulitan yang dihadapinya tersebut. Kesabaran dalam dakwahnya tersebut dapat menjadi ajaran dakwah kepada umat Islam sampai hari kiamat. Jika mau, Rasulullah Saw. sesungguhnya sangat mampu untuk membalas penduduk Thaif dengan kesediaan malaikuat gunung untuk membalas perlakuan mereka.

Namun, Rasulullah Saw. justru berharap agar keturunan dari mereka adalah generasi penyembah Allah Swt. Begitulah Rasulullah Saw. bukan hanya orator yang ulung dalam menyampaikan ajaran agama, tetapi beliau adalah uswatun hasanah (suri tauladan yang baik).

Wallahu a’lam

Muchamad Mufid, Alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru