31.4 C
Jakarta

Membongkar Siasat Jahat PA 212

Artikel Trending

EditorialMembongkar Siasat Jahat PA 212
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Setelah demo radikal membanjiri depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis, 16 Juli 2020. Lalu, siasat jahat apa lagi yang akan jamaah persatuan alumni (PA 212) rencanakan? Kenapa mereka tak kunjung berhenti menggelar aksi, dan menebar provokasi di linkungan umat Islam?

Dengan usul pemerintah melalui Mahfud MD kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) agar Draft Revisi Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) menjadi RUU BPIP bertujuan untuk meredam polemik atau kisruh yang massif di tengah-tengah masyarakat. Dan usul ini, dalam upaya menjauhkan masyarakat dari potensi konflik horizontal.

Pada kenyatannya, perubahan tersebut justru semakin panas dan sengaja dibesar-besarkan oleh jamaah PA 212. Preman-preman berjubah ini seakan-akan geram atas kesepakatan pemerintah dan DPR, secara psikologis sikap kontra kepada RUU HIP maupun RUU BPIP tidak memperlihatkan aksi mereka murni datang dari hati nurani, bisa aja sekedar sandiwara.

Tengok sejarah berdirinya PA 212, jamaah mereka mayoritas militan dan simpatisan khilafah. Tentunya, dapat dipastikan yang turun lapangan dan bersorak-sorak di depan Gedung DPR. Adalah jamaah Front Pembela Islam (FPI), dan saudara kembarnya. Yaitu, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Strategi atau siasat jahat pasti satu suara, sehingga elite FPI dan HTI satu komando menolak RUU BPIP demi khilafah. Tetapi, bukan Pancasila. Sejak kapan mereka meyakini Pancasila sebagai dasar dalam kehidupan bernegara? Karena sepanjang mereka menggelar aksi melawan Pancasila.

Aspirasi mereka ketika berdemonstrasi di DPR cukup terbuukti, dilansir CNNIndonesia.com, Slamet Maarif Ketua PA 212 mengatakan, Munas mengamanahkan kepada PA 212 untuk segera berupaya memulangkan HRS (Habib Rizieq Shihab), menolak UU Corona, menuntut pembubaran BPIP.[20/07]

Tuntutan mereka terkesan radikal, apa yang menjadi titik poin dalam aksi PA 212 sama dengan mengucilkan hukum di negeri ini. Bahkan, dalam salah satu spanduk yang mereka bawa bertuliskan “Makzulkan Jokowi”. Permintaan ini di luar koridor demokrasi alias patut diduga makar.

Indikator Siasat Jahat PA 212

Permintaan jamaah aksi PA 212 disampaikan oleh Slamet Maarif selaku Ketua DPP PA 212 dan sekaligus Ketua Bidang Hisbah di DPP FPI, tak lupa. Ia juga simpatisan khilafah, dengan menahkodai forum tempatnya para militan khilafah alias preman berjubah. Tentunya, tidak boleh dipercaya.

Pun Slamet Maarif tegas dilansir CNNIndonesia.com, massa aksi akan lebih besar dari sebelumnya. Ia mengklaim akan ada puluhan ribu orang yang memadati lingkungan aksi. Pasalnya, ada sekitar 174 ormas yang bergabung dengan Aliansi Nasional Anti Komunis (ANAK) NKRI.[14/07/]

BACA JUGA  Menyikapi Zionis sebagai Terorisme Global

Siasat mereka jahat, dan menabur ancaman kepada pemerintah dan DPR, sehingga seolah-olah meresahkan keamanan seluruh masyarakat. Penggerahan massa oleh ucapan Slamet Maarif tampak berpotensi melakukan pemberontakan kepada negara. Parahnya, identitas Islam disalah-gunakan.

Tantangan pemerintah dan DPR kali ini menghadapi dan mencegah aksi PA 212 yang lebih besar tidak terjadi, kelicikan mereka begitu pandai bersandiwara di balik Pancasila. Awalnya, mereka menolak keras sistem demokrasi. Kini apa yang menjadi aspirasi di DPR juga bagian dari prinsip berdemokrasi.

Bagaimana mungkin ketika pemerintah dan DPR mengabulkan permintaan mereka, bisa saja, dalam hal ini. Presiden Joko Widodo dimakzulkan melalui agenda makar. Sedangkan makar secara definitif, merupakan pelanggaran hukum berat, dan mereka dapat diancam pasal pidana.

Pengamat politik Universitas Padjajaran, Idil Akbar, mengatakan tuntutan Presidium Alumni 212 untuk memakzulkan Joko Widodo dan pembubaran PDI-Perjuangan dalam aksi unjuk rasa menolak RUU HIP adalah tindakan tidak tepat, salah sasaran, dan di luar konteks aksi.[wartaekonomi.co.id: 18/07]

Stop Politisasi Agama

Dari RUU HIP berubah menjadi RUU BPIP, setidaknya meredakan polemik dan emosionalitas jamaah PA 212. Dan apalagi jika dalam setiap aksi membawa isu agama, sehingga pantas tatkala Kepala Badan Ideologi Pembinaan Pancasila (BPIP), profesor Yudian Wahyudi berkata. “musur terbesar Pancasila adalah agama.”

Ajakan aksi PA 212 ini timbul kritik dari Cendekiawan Muslim UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Azyumardi Azra. Ia mengatakan mengajak semua pihak tidak perlu memobilisasi massa untuk unjuk rasa yang bisa menimbulkan kegaduhan dan kekerasan. Apalagi selalu menggunakan sentimen agama hanya untuk melegitimasi gerakan mereka.[inisiatifnews: 21/06]

Pandangan demikian, meluruskan seluruh umat beragama, khususnya umat Islam agar tidak mudah terprovokasi oleh sentimen-sentimen agama. Deligitimasi gerakan tersebut butuh sikap konsisten Presiden, DPR, dan aparat penegak hukum untuk memberhentikan agenda aksi ini.

Masa depan BPIP hanya ada di tangan pemerintah, DPR, dan seluruh masyarakat. Komitmen seperti ini harus berhasil dalam melegalisasikan badan Pancasila, tanpa mereka gugat lagi lewat aksi. Harapan demi harapan semua pihak haruslah giat menjaga NKRI dari gangguan intoleransi.

Terakhir, Pancasila harus diselamatkan dari ideologi transnasional (ekstremisme kekerasan). Paling tidak, RUU BPIP tersebut menjadi pintu pertahanan dari segala pertahanan gawang dari serangan lawan baik yang menentang maupun yang memberontak sekalipun.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru