26.1 C
Jakarta

Memahami Ayat-ayat Al-Quran Mengenai Jilbab, Hijab, dan Aurat Secara Kaffah (1/2)

Artikel Trending

Asas-asas IslamAl-Qur’anMemahami Ayat-ayat Al-Quran Mengenai Jilbab, Hijab, dan Aurat Secara Kaffah (1/2)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

“Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam damai sejahtera (islam). janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian,” (Al-Baqarah 208)

“Hampir tujuh ratus tahun sejak tahun 1300 M,

Muslimah di Nusantara tidak pernah diceramahi

kewajiban jilbab. Jika memang ini soal dakwah

yang bertahap: Maka pada Kesultanan Mataram,

sudah seharusnya eyang saya Sultan Agung

memerintahkan jilbabisasi. Apa Anda ingin

menuduh eyang-eyang saya para sultan Islam

tidak belajar Alquran dan para ulama waliullah

penasehat mereka yang juga para eyang saya

tidak memahami Alquran atau mereka salah?”

Satu-satunya jawaban yang masuk akal buat saya adalah penafsiran mengenai jilbab dan aurat dalam Alquran yang populer dan menjadi arus utama serta saat ini menjadi tirani mayoritas adalah semula penafsiran yang tidak populer dan baru muncul pada beberapa abad setelah kematian Muhammad SAW. Bahkan, pada zaman Umayyah yang melakukan Arabisasi, tidak ada kewajiban jilbab sebagaimana dianggap pada hari ini. Jika memang benar jilbab adalah perintah kewajiban, maka sejak zaman kesultanan Islam di seantero Nusantara, para perempuan bangsawan dan perempuan dalam keluarga ulama telah berjilbab. Pada kenyataannya, tidak demikian. Mereka hanya berkerudung atau memakai mukenah pada momen-momen tertentu saja.

Saya justru setuju bahwa ayat-ayat Alquran mengenai aurat dan busana seperti surah Al-Ahzab 59, an-Nur 31 maupun ayat-ayat dalam surah Al-A’raf memang sepatutnya dibaca secara literal supaya kita memperoleh pemahaman yang benar sebagai Muslim yang kaffah. Untuk itu, kita perlu memahaminya dengan panduan sebagai berikut:

(1) Mempelajari dengan sampradaya, yaitu melalui sanad atau silsilah spiritual dari seorang guru secara personal yang memberi sanad kepada kita sampai kepada Muhammad SAW.

(2) Mempelajari leksikon dan evolusi bahasa Arab karena bahasa Arab yang digunakan pada masa Muhammad dan ditulis dalam aksara Alquran terawal sudah banyak berkembang selama 1400 tahun.

(3) Sejarah umat Israil karena Muhammad SAW memiliki sanad dari Isa Al-Masih sampai kepada Adam dan Hawa yang secara historis adalah umat Israil.

(4) Sejarah Islam sepeninggal Muhammad SAW.

Saya memiliki sampradaya yang lurus sampai kepada Muhammad SAW yang dapat saya pertanggungjawabkan di akhirat dan di hadapan Muhammad SAW bahwa teks-teks Alquran yang dimaksud tidak berarti perintah kewajiban jilbab. Saya berani bertanggung jawab dalam sanad yang saya terima dari Imam Mahdi dan Muhammad SAW bahwa jilbab bukanlah syariat atau perintah kewajiban.

Saya mempelajari perihal berbusana dalam sejarah umat Israil dengan tersedianya kamus leksikon bahasa-bahasa Semit meliputi bahasa Ibrani, Arab, Aram, Suryani, Ge’etz, Amhari, Akkadia, Nabatea (Arab urban), dan lain-lain.  Sebagai sarjana sejarah yang dilatih mempelajari sejarah melalui pendekatan berbagai disiplin ilmu seperti linguistik, filologi, antropologi, geografi, biologi, dll, saya berani mempertanggungjawabkan argumentasi saya berdasarkan latar belakang akademik saya.

BACA JUGA  Saat Ramadhan, Ini Waktu Utama untuk Membaca Al-Qur'an

Di sini saya tidak akan membahas “hijab” dalam teks-teks Alquran yang berkenaan dengan tabir manusia dengan Allah. Saya juga tidak akan membahas leksikon “jilbab” sebagai busana yang menutupi tubuh. Di sini yang akan saya bahas adalah pengertian yang sedang populer dan menjadi arus utama serta kini menjadi tirani mayoritas mengenai kode etik berbusana dalam Islam yang mengartikan jilbab atau hijab adalah pakaian yang menutupi seluruh rambut, kepala dan leher yang menurut mereka wajib dipakai Muslimah sepanjang waktu bila di ruang publik dan sepanjang waktu bila bertemu non-mahram.

Sebelum Muhammad SAW Lahir

Nabatea adalah kampung halaman Muhammad SAW dan para leluhurnya di Paran dan Bakka, kampung halaman anak-anak Ismail. Nabatea meliputi negara-negara Yudeo-Kristen Oriental seperti Arab Saudi (Hijaz), Yordania dan sekitarnya di Jazirah Arab hari ini. Nabatea merupakan wilayah Arabia urban yang membangun kota-kota kerajaan seperti halnya Palmira,  Himyar dan Aksum, dan bukan hanya wilayah Arabia oasis yang memiliki budaya badui seperti di Nejed. Semua wilayah ini adalah wilayah dakwah Muhammad SAW.

Raja-raja Himyar di Yaman (tub’a) telah memeluk Yudaisme sejak abad ke-4 M dan kemudian memeluk Kristen sejak abad ke-5 M. Bangsawan Quraisy seperti leluhur Muhammad SAW adalah sahabat para raja Himyar. Demikian pula dengan para rosh galut atau kapitan komunitas Yahudi di wilayah Persia, jajahannya dan sekutunya. Bustanai adalah salah satu rosh galut Irak yang juga adalah kerabat Muhammad SAW (permaisurinya adalah bibi Muhammad SAW).

Undang-undang Suryani-Romawi dari abad ke-5 M telah dikenal akrab penduduk Nabatea dan mungkin telah diberlakukan di sebagian wilayah Nabatea. Namun, Nabatea memiliki hukum mereka sendiri sampai masa akhir kehidupan Muhammad SAW.

Kata “sunnah” yang berarti “hukum” telah ada dalam Kitab UU Suryani-Romawi. Karena itu, pada mulanya berarti “sunnah” berarti “hukum” dalam masyarakat Nabatea yang berbahasa Nabatea, Aram, Suryani dan campuran darinya. Kitab inilah yang mempengaruhi produk hukum Islam di bidang sekuler seperti politik, ekonomi dan akhirnya dalam hal busana di ruang publik.

Dalam kitab Kejadian, definisi mula-mula dari aurat adalah bagian pribadi yang meliputi bagian kemaluan, yang ditutupi karena malu. Dalam perkembangan peradaban manusia selanjutnya, bagian yang pribadi tersebut termasuk bagian dada. Bagian yang pribadi tidak termasuk betis, kaki, lengan, bahu, leher, kepala, telinga, dan rambut. Makna ditutupi karena malu juga terus berkembang sehingga pada masa wahyu Alquran, maknanya adalah untuk keindahan atau estetika. Bukan hanya etika atau tata krama.

Syekhah Hefzibah (R.A Gayatri Wedotami Muthari)

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru