31.4 C
Jakarta
Array

KSMY Gelar Diskusi Publik: Pembangunan di Tengah Ketimpangan

Artikel Trending

KSMY Gelar Diskusi Publik: Pembangunan di Tengah Ketimpangan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com,Yogyakarta—Sabtu (06/10/2018), Keluarga Mahasiswa Sumenep Yogyakarta (KMSY) menggelar diskusi publik dengan tema “Pembangunan di Tengah Ketimpangan”. Diskusi yang bertempat di Ruang Techno Class Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga tersebut, diadakan atas kerjasama KMSY dengan Lingkar Studi Politik (LSPI).

Menurut Abd. Warits, diskusi umum tersebut diadakan sebagai salah satu usaha untuk memberikan pandangan kepada masyarakat, kususnya generasi muda (milenial), perihal pembangunan yang berlangsung Indonesia, baik pembangunan infrastruktur atau pun ekonomi. “Melaui acara ini, saya berharap  masyarakat memperoleh informasi baru mengenai pembangunan di Tanah Air,” begitu tutur Ketua KMSY tersebut.

Warits juga mengatakan bahwa segala bentuk pembangunan erat kaitannya dengan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, ia menginginkan agar kegaduhan politik menjelang pemilu 2019 tidak membuat masyarakat lupa untuk tetap mengamati pembangunan-pembangunan yang tengah berlangsung serta yang masih diagendakan pemerintah.

Ada tiga orang pembicara yang diundang pada diskusi tersebut. Mereka adalah Awalil Rizky, pengamat ekonomi; Fransiskus Agustinus Djalong, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gajah Mada Yogyakarta; dan Dr. Ahmad Salehudin, S. Th.I, M.A, antropolog dan dosen Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Awalil Rizky, menjelaskan, pembangunan dan perekonomian Indonesia selama era kepemimpinan Jokowi berjalan dengan baik. Indikator keberhasilannya bisa dilihat dari angka kemiskinan dan pengangguran yang mulai berkurang dari sebelumnya. Akan tetapi, sejak pertengahan 2018 perekonomian Indonesia mulai goyah kembali sehingga nilai tukar rupiah menjadi turun.

“Potensi kekayaan alam Indonesia cukup banyak. Walaupun telah diekploitasi sejak zaman kolonialisme kekayaan itu belum habis hingga hari ini. Hanya saja, kita tinggal mencari pemerintah yang benar-benar serius untuk mengelolanya agar kita bisa menikmatinya,” begitulah papar Awalil Rizky.

Fransiskus Agustinus Djolang menyampaikan bahwa, masyarakat Indonesia selalu menganggap ekonomi dan politik adalah dua jalan menyimpang. Padahal, keduanya bersinergi dan saling berjalin-kelindan. Oleh karena itu, di ruang-ruang publik di mana wakil rakyat seharusnya menyampaikan aspirasi-aspirasi rakyat justru lebih sering membela ketua partai mereka.

Jika dua pembica lainnya melihat perkembangan pembangunan di Indonesia dari sudut pandang ekonomi dan politik. Berbeda dengan Ahmad Salehudin, ia memaparkan pembangunan Indonesia dari kacamata antropologi. Menurut Salehudin, pembangunan juga harus dipertimbangkan dari sisi-sisi kemanusiaan. Setiap pembangunan mesti disesuaikan dengan pola hidup masyarakat masing-masing daerah.

“Untuk melihat kesejahteraan masyarakat misalnya, meskipun semua lantai rumah masyarakat Wonosoba menggunakan ubin bukan berarti masyarkat di sana semuanya kaya. Kondisi alamlah yang menuntut mereka melakukan hal demikian,” jelas Salehudin.

Salehudin juga menerangkan bahwa pembangunan menjadi mitos kesejahteraan. Padahal, realitas yang terjadi justru sebaliknya, masyarakat yang tinggal di sekitar pusat-pusat pembangunan berada jauh dari kesejahteraan. (Amin)

[zombify_post]

Ahmad Fairozi
Ahmad Fairozihttps://www.penasantri.id/
Mahasiswa UNUSIA Jakarta, Alumni PP. Annuqayah daerah Lubangsa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru