26.3 C
Jakarta

Kamuflase Pembelaan Kaum Pseudo-Pancasilais

Artikel Trending

KhazanahPerspektifKamuflase Pembelaan Kaum Pseudo-Pancasilais
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Dinamika penyikapan atas RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) merupakan ujian bagi kedewasaan bangsa Indonesia. Hampir seluruh kelompok dan komponen bangsa terlibat pada kutub pro dan kontra. Sepintas kedua kubu mudah diidentifikasi. Namun peta sesungguhnya tidak mudah untuk menggambarkannya. Ditambah lagi, kaum pseudo-pancasilais mendadak Pancasilais.

Kedua kubu sama-sama berdiri atas nama Pancasila. Semua mengaku Pancasilais sejati. Hal yang perlu diwaspadai adalah potensi adanya tunggangan agenda yang menyebabkan pembelaannya sekadar kamuflase belaka. Mereka sebenarnya adalah kaum pseudo-pancasilais. Kesetiaannya pada Pancasila hanya dibibir dan semu. Kaum ini bisa hadir di kedua kubu dan merekasaling berhadapan secara ideologi. Maka bagi pancasilais sejati fokusnya harus terjaga pada satu titik yaitu Pancasila sebagai ideology bangsa final. Bagi kita Pancasila adalah harga mati tanpa tawaran sedikitpun.

Topeng Kamuflase

Istilah ”kamuflase” jamak dijumpai di ranah ilmu biologi. Kamuflase adalah sebuah metode penyamaran berupa perubahan bentuk, warna, rupa, sikap, suara dan sebagainya yang bertujuan tidak atau sulit dikenali oleh pihak lain. Misalnya hewan bunglon bisa berubah warna secara alami sesuai dengan tempat yang dihinggapinya.

Pemaknaan kamuflase dalam konteks kebangsaan sering hadir dalam konotasi negatif. Rakyat mesti cerdas memahami penampilan setiap kelompok demi mewaspadai dan membentengi diri dari jerat kamuflase kampanye. Konsekuensinya berbagai topeng kamuflase penting dibuka ke publik. Salah satunya dari kaum pseudo-pancasilais.

Hingga detik ini, posisi Pancasila sebagai dasar negara dan sumber dari segala sumber hukum adalah final. Untuk itu segala macam paham yang tidak sejalan dan cenderung merongrong eksistensi Pancasila wajib ditolak dan dienyahkan dari bumi NKRI.

Benteng terkokoh yang dapat membendung dan mengusirnya adalah Pancasila itu sendiri. Revitalisasi ajaran Pancasila mesti dirumuskan. Pancasila mesti diajarkan secara menarik dan lebih aplikabel. Pancasila bukanlah hafalan, namun filosofi yang mesti dijalankan dalam kehidupan keseharian.

Titik Temu 

Titik temu kelompok pro dan kontra adalah sama-sama memiliki harapan adanya aturan dalam upaya membumikan Pancasila. Subtansi dan filosofi Pancasila sudah final. Tinggal bagaimana mengatur aktualisasi pembumiannya di semua sektor kehidupan oleh semua komponen tanpa terkecuali.

MPR telah metetapkan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai Empat Pilar Kebangsaan. Meskipun kemudian penyebutannya dianulir MK menjadi Empat Pilar MPR RI. Lepas dari itu, di tengah krisis multidimensi dan ancaman disintegrasi, penguatan  Pancasila adalah harapan sekaligus solusi berbingkai nasionalisme.

BACA JUGA  Cara Aswaja Merawat Kedamaian dan Menolak Ekstremisme

Sejak periode pemerintahan Jokowi telah membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) yang kini berganti menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). BPIP dan MPR dapat berbagi peran untuk melakukan upaya penguatan Pancasila. MPR melakukan sosialisasi empat pilar, satu di antaranya adalah Pancasila. Peran BPIP pada hal-hal yang berdampak panjang seperti perbaikan sistem pembelajaran Pancasila di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, hingga penyegaran Pancasila dalam sistem karier di birokrasi.

Jalur pendidikan formal dan nonformal dapat dioptimalkan dalam penguatan internalisasi dan aktualisasi Pancasila sejak dini. Kurikulum Pancasila mesti disusun secara baik dengan kombinasi penghayatan filosofis dan aplikasi lapangan.

Sebagai pengetahuan, paham-paham lain yang bertentangan dengan Pancasila juga penting dikenalkan. Hal ini sebagai upaya agar masing-masing warga dapat mengidentifikasi di lapangan dan mengantisipasi penyebarannya.

Benteng lain yang dibutuhkan adalah penguatan spiritualisme. Pancasila dan agama tidak dalam posisi berbenturan. Keduanya dalam posisi senafas dan tidak bertolak belakang. Sila pertama adalah Ketuhanan. Keempat sila lainnya juga menjadi bagian dari ajaran keagamaan.

Penyikapan Kritis

Berbagai bentuk kamuflase pembelaan Pancasila terkemas rapi hingga tidak mudah dideteksi. Pembeda antara penyamaran dan ketulusan sangatlah tipis.

Pertama, dengan mencermati rekam jejak pelaku atau kelompoknya. Misalnya dapat diteropong dari data dan informasi kinerjanya. Adakah isu keterkaitannya dengan paham yang bertentangan dengan Pancasila atau tidak.

Kedua, dengan langsung mencermati dinamika lapangan. Kamuflase dalam pembelaan akan mudah teraba dengan bersinggungan langsung. Masyarakat dapat terbuka berinteraksi dan berdinamika dengan semua pihak dengan catatan tanpa ikatan dan selalu waspada.

Ketiga, dengan selektif dan sanksi. Keterbukaan publik mesti diimbagi dengan sikap selektif. Seleksi dilakukan untuk memilah dan memilih pembelaan mana yang serius dan mana yang kamuflase. Jika yakin suatu kelompok terindikasi berkamuflase dalam pembelaan, maka sanksi sosial layak kita berikan.

Pancasila adalah sumber dari segala sumber. Namun pengatasnamaan Pancasila jangan sampai hanya sekadar untuk melindungi diri yang sejatinya dirinya bertentangan dengan Pancasila. Jika benar ada, maka mereka layak disebut sebagai musuh dalam selimut. Kaum pseudo-pancasilais ini sama bahanyanya dengan kaum yang jelas anti-pancasila. Keduanya akan bertemu pada satu titik dan akan menjadi bom waktu jika bangsa ini tidak memperhatikan hingga menyikapi secara jelas dan tegas.

Ribut Lupiyanto
Ribut Lupiyantohttps://www.www.harakatuna.com/
Konsultan, Peneliti, Deputi Direktur Center for Public Capacity Acceleration (C-PubliCA). Website: www.ributlupiyanto.com

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru