31.2 C
Jakarta

Jihad Qital RUU HIP, Perlukah?

Artikel Trending

EditorialJihad Qital RUU HIP, Perlukah?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Seharusnya, perdebatan soal polemik RUU HIP selesai. Tidak ada yang perlu dibesar-besarkan. Sekalipun beredar kabar bahwa PDIP berencana mengganti nama RUU HIP menjadi RUU PIP, sesuatu yang pasti adalah: komunisme tidak akan bangkit atau, setidaknya, pemerintah dan rakyat tidak akan ada yang membiarkannya. Lalu, kenapa kembali diulas di sini?

Baiklah. Editorial kali ini sengaja menyoal kembali RUU HIP sebab kabar yang menyesakkan telinga: ada ormas Islam yang menginstruksikan jihad qital atau perang. Perang untuk menyikapi polemik tersebut jelas ulah pengangguran bodoh; tak punya kerjaan dan abai terhadap fakta. Presiden sudah mengembalikan draft RUU HIP ke DPR. Itu disampaikan Mahfud MD, Menko Polhukam, saat kunjungan silaturahmi ulama se-Madura, di Bangkalan, beberapa waktu lalu.

Nabi Muhammad melakukan perang atas perintah Allah, bukan karena nafsu politik belaka. Merasa terancam dengan Ekasila, Trisila, adalah kegelisahan yang dibuat-buat. Ibarat, seseorang takut kepada anak bayi yang ayahnya pembunuh, apakah dapat dicerna akal? Mendadak merasa paling Pancasilais adalah cinta yang manipulatif. Tak kurang. Tak lebih.

Apakah tidak malu kalau orang-orang sampai menganggap umat Islam sebagai tukang demo? Kalau memang agendanya bukan benar-benar ingin berangus komunisme, dan murni hanya ingin menggertak pemerintah dengan tumpukan massa, seharusnya ada sikap berterus-terang. Jihad qital sudah final di masa lalu. Sekarang, konteksnya sudah beda. Tidak bisa saling bunuh.

Apalagi jika provokasinya adalah sejarah kekejaman PKI tahun 1965, sangat tidak relevan untuk mengkhawatirkan perang fisik komunis vs Islam di masa sekarang. Demokrasi kita sudah dewasa, tidak akan membiarkan hal memilukan itu kembali terjadi. Aspirasi apa pun memang diakomodir di dalam demokrasi, tetapi bukan untuk aspirasi palsu para veteran khilafahisme.

RUU HIP dan Khilafahisme

Habib Ali al-Jufri pernah mengatakan, “Siapapun orang yang mengajak kalian untuk mendirikan khilafah, maka jangan kalian ikuti. Baik ia dari Arab, Turki, atau dai manapun. Mereka hanya ingin merebut kekuasaan dengan memanfaatkan ghirah dan kecintaan kalian pada agama,” yang harusnya cukup menjadi pegangan kita, bahwa khilafah itu murni politik kekuasaan, dan kita harus membentengi diri dari provokasi mereka.

RUU HIP itu tidak lebih dari pelintiran kebencian kaum khilafahisme. Rubrik-rubrik kita sudah mengulas lengkap hal itu. Bahwa, misalnya, mereka pura-pura cinta Pancasila, pura-pura cinta NKRI, dan murni bermaksud mendelegitimasi pemerintah, melengserkan Jokowi, dan memprovokasi umat, itu fakta. Sama sekali tidak mengada-ada. Harusnya, kita tidak ceroboh—ikut bebal bersama mereka.

Berapa kali harus dijelaskan, berapa tulisan harus menguraikan, RUU HIP adalah kedok belaka. Khilafahisme di negeri ini mencakup siapapun, dan mirisnya, demo-demo itu, misalnya yang tengah digelar di Pamekasan saat ini, diinstruksikan dan dipimpin oleh seorang kiai. Siapapun pelakunya, adu domba umat dengan pemerintah ini harus dilawan.

Dan, yang mesti digarisbawahi, RUU HIP ini satu kedok, dari kedok-kedok lain yang pasti akan ada lagi ke depan. Begitulah. Mereka akan terus menunggu momen, menanti potensi kritik pemerintah, lalu menyelinap ke dalamnya. Khilafahisme akan berjuang untuk satu mimpi politik yang mereka atasnamakan Islam, yaitu membongkar demokrasi, menggantinya dengan sistem khilafah.

BACA JUGA  Idulfitri: Kembali ke Fitrah Keagamaan dan Kebangsaan

Padahal, daripada jihad qital siaga kebangkitan komunisme yang sebenarnya isu belaka, mending berjihad melawan perpecahan umat akibat provokasi para dedengkot khilafah. Kesatuan dan persatuan, senjata utama kita, terus mereka tumpulkan, maka tugas kita adalah melindunginya. Membela Pancasila boleh, tetapi mendukung agenda khilafahisme itu justru menyalahi sila-sila itu sendiri.

Karenanya, menjadi tugas kita, untuk sadar bahwa jihad qital itu tidak perlu, dan untuk membentengi diri dari provokasi dedengkot khilafah. Itulah jihad sejati untuk menjaga NKRI dari perpecahan akibat agen-agen khilafah yang bertopeng sebagai ‘pembela Pancasila’. Sungguh, mereka Pancasilais palsu.

Jihad Memerangi Perpecahan

Sampai di situ sudah terang, jihad qital adalah sesuatu yang tidak perlu. Kita tidak bisa memproyeksikan masa awal Islam dengan keadaan hari ini. Umat Islam sudah bersatu, maka makna jihad pun mesti direkonstruksi; upaya sungguh-sungguh memerang perpecahan. Konsensus NKRI sudah final. Komunisme dilarang, sebagaimana dilarang juga radikalisme.

Jadi, radikalisme juga dilarang, itu intinya. Ironi sekali jika ternyata yang teriak anti-komunisme justru kalangan radikalis, lalu kita berbondong-bondong mendukung mereka. Apalagi berkedok jihad perang, bahkan demo berkedok istighatsah juga sangat disayangkan terjadi. Sekali lagi karena masalah RUU HIP ini sudah final. Seorang tokoh tidak selaiknya provokasi umat yang tidak memahami duduk persoalannya, kecuali fitnah bahwa “pemerintah komunis akan bangkit.”

Hari ini, di Pamekasan, Madura, tengah berlangsung demo di depan gedung DPRD Pamekasan. Titik kumpul di Alun-alun Arek Lancor, dengan tema “Menolak RUU HIP Serta Mendukung dan Mengawal Maklumat Dewan Pimpinan MUI Pusat”. Besar harap, aksi berlangsung secara damai. Tetapi pasti kita waswas, apakah ke depan siaga I jihad qital akan menjadi nyata?

Sudah jenuh kita disuguhkan aksi-aksi serupa. Alih-alih efektif mengawal kebijakan yang dituntut, justru akan semakin menjadi olok-olokan bahwa umat Islam tidak mampu berbuat apa-apa kecuali demo. Maka dari itu, tugas semestinya adalah mengawal masyarakat menuju persatuan, dan menghindari potensi perpecahan. Itulah jihad sebenarnya yang dibutuhkan hari ini.

Jihad memerangi perpecahan menjadi tugas personal seluruh rakyat. Kita harus menyadarkan masyarakat umum, bahwa draf RUU HIP sudah dikembalikan ke DPR, bahwa komunisme tidak akan bangkit lagi, dan bahwa Ekasila dan Trisila memiliki penafsiran tersendiri—sama sekali tidak bermaksud mengubah Pancasila apalagi menyudutkan umat Islam. Itu semua fitnah.

Mari kita bersama menyemai persatuan, melindungi sesama dan negara dari fitnah keji para dedengkot khilafah. Khilafahisme adalah musuh sejati, yang menipu kita, pura-pura bela Pancasila padahal memusuhi negara hingga mengafirkan pemerintahnya. Jihad qital RUU HIP itu tidak berdasar. Justru, kita harus berjihad perang melawan khilafahisme. []

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru