26.1 C
Jakarta

Islam dan Kemaslahatan Hidup

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuIslam dan Kemaslahatan Hidup
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF
Judul Buku: Belajar Mudah Kaidah Ushul Fiqh ala Bucin, Penulis: Edi AH Iyubenu, Penerbit: Diva Press, Cetakan: I, April 2020, Tebal: 324 halaman, ISBN: 978-602-391-972-7.

Sebagai umat Islam, kita tentu sepakat bila Islam adalah agama yang penuh dengan cinta dan kasih sayang. Bila selama ini ada sebagian orang yang menganggap Islam adalah agama yang kaku dan keras, itu karena mereka belum mengenali karakter Islam secara lebih dekat.

Penting dipahami bahwa kehadiran Islam di bumi ini memberikan kemaslahatan hidup yang begitu luas terhadap semua makhluk ciptaan-Nya tanpa terkecuali, sehingga menjadikan kehidupan ini berjalan dengan tetap berada di batas garis keridaan-Nya.

Kita tentu telah mengerti bila al-Qur’an dan hadis merupakan sumber utama dalam Islam. Namun, dalam memahami kedua sumber hukum tersebut, diperlukan penafsiran-penafsiran dengan ragam keilmuan mumpuni, yang ini hanya bisa dilakukan oleh ulama. Terlebih, seiring berkembangnya zaman, muncul beragam persoalan yang harus dicarikan solusinya dengan tetap berpegang teguh pada sumber hukum Islam.

Dalam buku karya Edi AH Iyubenu ini diuraikan bahwa sumber-sumber utama syariat Islam  sangat luas dan lebar wilayahnya, baik dari segi sebab sejarah turunnya, kekayaan gaya bahasanya, logikanya, sastrawinya, hingga pesan moral yang dikandungnya. Karenanya, tak bisa dibenarkan “mencutat-cutat” (memotong-motong) ayat dan hadis sesuka-sukanya lalu memutuskan suatu hukum Islam tanpa fondasi ilmu-ilmu yang lengkap, utuh, dan otoritatif.

Sebagaimana kita lihat, di era kiwari banyak orang yang merasa sudah paham agama, padahal baru mengetahui beberapa ayat al-Qur’an (yang masih butuh penafsiran lebih luas lagi). Namun anehnya, mereka dengan berani dan lantangnya berdakwah dengan “mencutat” ayat tersebut demi ego, hawa nafsu, atau karena ada “kepentingan” di dalamnya.

Misalnya, demi kepentingan memuluskan karier politiknya, seseorang dengan semena-mena “mencutat” ayat al-Qur’an dan mencocok-cocokkan dengan tujuannya, seolah-olah ayat tersebut mendukung kepentingannya, padahal ayat tersebut setelah ditelaah lebih lanjut ternyata “tak nyambung” alias tak sejalan dengan apa yang menjadi kepentingannya.

Contoh lain, yang tak kalah parahnya, bila ada orang yang tanpa didasari dengan keilmuan lain yang mumpuni, tapi ia dengan begitu beraninya menafsiri sendiri ayat al-Qur’an dan hadis nabi. Lalu ia merasa penafsirannya sudah benar dan sahih. Lantas dengan semena-mena menganggap dan menuduh sesat dan kafir terhadap para ulama yang berbeda penafsiran dengannya.

Pentingnya Memahami Ushul Fiqh

Ushul Fiqh merupakan satu di antara ragam ilmu warisan para ulama terdahulu yang memiliki keluasan ilmu yang tak diragukan lagi. Fungsi Ushul Fiqh tentu untuk menjawab ragam persoalan yang kian hari semakin bermunculan dan harus segera dicarikan solusinya dengan tetap berpegang teguh pada sumber utama hukum Islam  tersebut.

BACA JUGA  Melihat Radikalisme dari Perspektif Gerakan Sosial

Abdullah Mushthafa al-Maraghi mengatakan dalam Al-Fathu al-Mubin fi Thabaqat al-Ushuliyin: “Ilmu Ushul Fiqh adalah kaidah-kaidah yang dijadikan dasar pengambilan keputusan hukum agama melalui dalil-dalil umum. Objeknya adalah al-dalil al-sama’i, argumen teks yang ditransmisikan yang berkaitan dengan persoalan-persoalan hukum yang baru .

Ilmu ini bertujuan untuk menghasilkan hukum-hukum agama secara langsung dari dalil sumbernya. Al-Ushuli adalah orang yang memahami dalil-dalil umum dan cara-cara menyimpulkannya. Ilmu ini tidak bisa dipisahkan dari ilmu Ushuluddin atau ilmu tentang pokok-pokok keagamaan [hlm. 54-55].

Salah satu contoh kaidah Ushul Fiqh yang bisa digunakan untuk menjawab persoalan kekinian ialah: idza ta’aradha mafsadatun wa mashlahatun quddima daf’ul mafsadati ghaaliban. Artinya, jika antara menolak mudharat dan melakukan kebaikan saling bertentangan, maka secara umum menolak mudharat mesti lebih diutamakan. Misalnya ada kejadian begini: seorang teman ingin pinjam uang kepada kita. Pada waktu yang sama, uang kita, yang selalu pas-pasan, direncanakan untuk membayar utang kepada orang lain.

Kira-kira, mana yang harus didahulukan? Membayar utang terlebih dahulu atau melakukan kebaikan yang lain, yakni memberi pinjaman uang pada teman kita? Bila melihat kaidah Ushul Fiqh di atas, maka yang harus didahulukan ialah membayar utang terlebih dahulu, demi menghindarkan keburukan yang berpotensi terjadinya. Risiko mudharatnya ialah melesetnya kita dari janji memenuhi kewajiban membayar utang dan hal ini bisa memicu ketegangan baru antara kita dengan orang yang dulu telah berbaik hati memberikan utang kepada kita [hlm. 112].

Contoh kaidah Ushul Fiqh lainnya ialah: adhororu yuzaalu. Adhororu laa yuzaalu bidhorori. Artinya, kemudaharatan itu harus dihilangkan  kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan juga. Kita tentu paham bahwa setiap kemudaharatan adalah musuh bagi syariat. Namun, penting dipahami bahwa dalam menghilangkan kemudharatan tersebut, tidak boleh dengan menggunakan kemudharatan lainnya. Ini artinya, dalam menghilangkan kemudharatan (misal kemaksiatan) harus menggunakan cara-cara yang makruf (baik) sehingga hasilnya pun akan baik [hlm. 197].

Masih banyak kaidah Ushul Fiqh lainnya yang dipaparkan penulis dalam buku yang ditujukan untuk kaum muda ini. Menariknya, penulis menghadirkan buku ini dengan banyolan segar ala bucin (budak cinta, istilah bagi anak-anak muda yang tengah dimabuk asmara). Tentu dengan tujuan agar kaidah-kaidah Ushul Fiqh menjadi lebih santai, lebih segar, mudah diterima dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru