Ketika negeri ini belum merdeka, ada kesadaran yang amat kuat pada masyarakat negeri ini untuk bersatu, bahu-membahu mengusir penjajahan dari negeri ini. Sejarah mencatat munculnya organisasi Islam, seperti: Sarikat Dagang Islam, Muhammadiyah, dan Nahdatul Ulama yang dengan gaya dan caranya masing-masing mereka berjuang bersatu dengan kelompok nasionalis dan kelompok lain untuk memerdekakan negeri ini.
Pada zaman sebelum kemerdekaan tercapai, ada di antara mereka ketika berperang, mengelompokkan diri kedalam ikatan agama. Namun ada pula yang mengatasnamakan ikatan tertentu yang lain. Meski begitu karena tujuan kemerdekaan demikian kuat, maka perbedaan yang ada diantara mereka tidak mereka hiraukan. Bagi mereka yang penting adalah merdeka. Karena itu tidaklah aneh kalau kemudian bergulir semboyan “Merdeka atau Mati”.
Dalam bahasan psikologi, kelompok kondisi ini menggambarkan bahwa mereka telah mengacuhkan perasaan ingroup-outgroup. Bahwa tujuan yang lebih besar mengalahkan sentimen dan loyalitas pada kelompoknya. Dampak dari ingroup-outgroup inilah kemudian memunculkan superioritas. Bahwa kelompokku lebih hebat apabila dibanding dengan kelompok lain. Dalam pendekatan statistika, posisi kelompok radikal ini terletak pada dua ujung sebuah kurva normal, yang menurut penulis terjadi secara alamiah.
Islam adalah sebuah ideologi agama syamil (global), kamil (sempurna), wamutakamil (dan disempurnakan). Jutaan umat Islam setiap hari melihat fenomena yang beraneka ragam di masyarakat. Banyak orang kemudian merasa tidak puas terhadap tatanan dan kondisi masyarakat yang amburadul tidak sesuai ajaran Islam. Adalah bukan hal yang mustahil apabila kemudian banyak yang ingin melakukan purifikasi agama.
Mereka tidak puas oleh kondisi lingkungannya yang jauh berbeda dengan ajaran dan syariat Islam, atau paling tidak dengan idealisme mereka tentang Islam, syariat dan Negara Islam. Orang yang sealiran dengan pemahaman ini melalui interaksi mereka yang sengaja mereka selenggarakan atau kebetulan kemudian berhimpun diri. Dengan alasan pemurnian ajaran agama, maka mereka menciptakan simbol-simbol dan cara berpakaian yang berbeda dengan khalayak ramai. Akibatnya sangatlah jelas bahwa simbolisme adalah proses dari pemilahan siapa yang termasuk kelompok saya, dan siapa yang bukant ermasuk kelompok saya.
Mengutip pendapatnya Hunter, bahwa ada enam ideologi gerakan yang dapat mempersatukan kelompok radikal dan militant, yaitu: (a) konsep din wa daulah. Islam merupakan sistem kehidupan total, yang secara universal dapat diterapkan pada semua keadaan, waktu dan tempat. Pemisahan antara din (agama) dan daulah (negara) adalah hal yang mustahil dapat diterima oleh kelompok radikal. Bagi kelompok radikal agama dan Negara adalah dua hal yang tak terpisahkan, dan hendaknya dipahami secara integral. (b) kembali ke Qur‟an dan Hadist. Di sini umat Islam diperintahkan untuk kembali pada praktek ajaran nabi yang puritan dalam mencari keaslian ajaran dan pembaruan. (c) Puritanisme dan keadilan sosial. Nilai-nilai dan adat istiadat barat ditolak sebagai sesuatu yang sekuler dan asing bagi Islam. Karena itu mereka menuntut agar media massa mampu memberikan dakwah secara puritan yang berkeadilan sosial. Tuntutan agar media massa mampu memberikan dakwah secara puritan yang berkeadilan sosial mungkin akan mengalami masalah besar. Sebab pada sisi yang lain adanya kesadaran Gender, menuntut adanya pemaknaan ulang terhadap Al Qur‟an (d) kedaulatan syariat Islam. (e) jihad sebagai instrument gerakan. (f) perlawanan terhadap barat yang hegemonik dan intervensinya di negara-negara Islam seperti: Libya, Bosnia, Palestina, Afganistan, dan Irak.
Kelompok radikal satu dengan yang lain secara santun mereka juga menginginkan adanya superioritas, meski pada dasarnya mereka adalah minoritas. Dengan demikian, konflik antar kelompok radikalpun amat sangat mungkin terjadi. Sebuah pertanyaan yang pantas diajukan adalah: “mungkinkah kelompok minoritas mempengaruhi mayoritasnya? Jawabnya adalah mungkin.
Menurut teori dalam psikologi dijelaskan bahwa kelompok minoritas dapat mempengaruhi mayoritas apabil memiliki beberapa syarat, diantaranya adalah: (a) apabila ada masalah yang menyangkut kepentingan umum mereka berdiri dan menjadi garda terdepan; dan (b) konsisten dengan perjuangannya dan ideologinya.
Dalam teori Frustrasi-Agresi yang dikembangkan oleh Dollard dan Miller dijelaskan bahwa agresivitas sebuah perilaku individu atau kelompok itu sebanding dengan tingkat frustrasi yang dialami oleh kelompok atau individu tersebut. Radikalisme memang berbeda dengan agresivitas, namun dalam banyak hal kita melihat adanya korelasi diantara keduanya.
Radikalisme dan militanisme memang dalam hal tertentu dibutuhkan untuk purifikasi agama. Namun demikian, Islam sebagai agama Rahmatan lil Alamin harus tetap wajib diciptakan karena Islam itu sendiri artinya selamat atau kedamaian, bukankah Tuhan mengultimatum “wa tawaashaw bilhaq watawaashaw bisshabr” penafsirannya bahwa menegakkan kebenaran haruslah disertai dengan kesabaran dan kesantunan, penempatan bilhaq dan bisshabr dalam satu ayat yang sejajar, mengindikasikan bahwa secara Teologi Islam, Tuhan menghendaki adanya fatsoen (kode etik) dalam menegakkan ajaran-Nya.