33 C
Jakarta

Hukum Memukul Anak untuk Sholat, Bolehkah?

Artikel Trending

Asas-asas IslamIbadahHukum Memukul Anak untuk Sholat, Bolehkah?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Tulisan ini mencoba memberikan sebuah perspektif lain terkait hadis yang dikutip dalam tulisan yang berjudul “Pesan Nabi Untuk Orang Tua, Ajarkanlah Anak Sholat Sejak Usia Tujuh Tahun” Nah bagaimana jika anak bandel dan membuat orang tua harus memaksa anak itu hingga dengan cara memukul? bagaimana pandangan Islam tentang hukum memukul anak?

Sebagai rukun kedua dari rukun Islam yang lima, shalat memang harus sudah diajarkan dan dibiasakan kepada anak sejak usia dini. Sehingga mayoritas taman kanak-kanak Islam sudah dikenalkan kepada anak-anak gerakan dan bacaan sholat. Para orang tua juga sudah mengajak anak-anaknya untuk ikut ke masjid sejak usia belia. Merujuk pada al-Qur’an dan Hadis, juga dengan sangat mudah kita dapati dalil-dalil tentang perintah sholat, serta kedudukannya yang amat sangat penting dalam Islam.

Dengan begitu pentingnya sholat sebagai salah satu representasi keislaman seorang muslim. Nabi Muhammad dalam sebuah hadis memerintahkan kepada para orang tua untuk mulai mengajarkan anak untuk sholat sejak usia dini. Diriwayatkan dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, Nabi bersabda:
مُرُّوا صِبْيَانَكُم بِالصَلاة ِلسَبْع سِنِين، وَاضْرِبُوهُم عَلَيْهَا لِعَشْر سِنِيْن، وَفَرِّقُوا بَيْنَهم في المَضَاجِع. (رواه أحمد وأبو داود)
Artinya: “Perintahkan anak-anakmu untuk sholat sejak usia tujuh tahun, (jika enggan sholat) maka pukullah di usia sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidurnya.” [HR. Ahmad dan Abu Daud].

Jika dicermati dengan seksama, maka terdapat kejanggalan dalam matan hadis di atas. Yakni lafal “واضربوهم عليها لعشر سنين”, yang jika diartikan secara literal adalah perintah untuk memukul jika anak yang sudah berusia sepuluh tahun enggan untuk sholat. Padahal usia sepuluh tahun bukanlah batasan awal bagi seorang anak untuk disebut mukallaf.

Larangan Memukul Anak

Imam asy-Syaukani dalam kitabnya “Nailu al-Authar”, bahwa menurutnya hadis ini hanya bersifat anjuran. Jikapun benar demikian, maka itu hanya anjuran agar memerintahkan anak untuk sholat dan tidak termasuk anjuran untuk memukul anak. Karena memukul anak adalah bentuk menyakiti orang lain, dan di samping itu, paksaan hanya berlaku untuk melakukan kewajiban atau meninggalkan yang haram. Sedangkan jelas bahwa sholat belum menjadi kewajiban bagi anak yang belum baligh (belum mukallaf).

BACA JUGA  Ingin Menjadi Hamba Yang Dicintai Allah, Lakukan Hal Berikut Ini

Hadis tersebut jika dimaknai secara literal, juga bertentangan dengan hadis lain yang diriwayatkan dari Aisyah radiyallahu’anha, bahwa Nabi bersabda:
رُفِعَ القَلَمُ عن ثَلَاثَةٍ: عَن النَائِمِ حتَّى يَسْتَيْقِظ، وَعَن الصَّبِيِّ حتَّى يَحْتَلِم، وعَن المَجْنُونِ حتَّى يَعْقِل. (رواه أحمد)
Artinya: “Pena diangkat dari tiga golongan (kewajiban tidak diberlakukan): dari orang tidur hingga ia bangun, dari anak kecil hingga ia bermimpi (baligh), dan dari orang gila hingga ia sadar.” [HR. Ahmad].

Hadis ini secara jelas menerangkan bahwa tidak ada kewajiban bagi orang tidur, anak kecil dan orang gila. Menurut Ibnu Hajar al-‘Asqalani, kata diangkatnya pena adalah kata majas yang maksudnya adalah tidak diberlakukannya kewajiban (tidak berlaku dosa bagi ketiga golongan di atas). Maka tampak jelas adanya pertentangan antara hadis pertama dan hadis kedua.

Syeikh Ali Jum’ah, dalam sebuah kesempatan menerangkan bahwa hadis pertama di atas tidak dapat diartikan dan dipahami secara literal kebahasaan, karena jelas bertentangan dengan kaidah ke-mukallaf-an seorang muslim yang dimulai pada usia baligh, juga bertentangan dengan hadis kedua tentang dianggkatnya pena. Beliau memberikan alternatif pemaknaan lain, yakni bahwa lafal “pukullah” tidak diartikan secara literal teks yakni pukulan fisik, namun lafal “pukullah” diartikan sebagi suatu hal teguran yang dapat membuat anak merasa takut untuk meninggalkan sholat.

Menurutnya, hadis pertama dapat diartikan bahwa ketika anak berusia tujuh tahun, diperintah untuk sholat dengan menjelaskan pahala dan kebaikan yang Allah berikan bagi yang mendirikan sholat, sehingga ia senang untuk mendirikan sholat. Sedangkan ketika anak sudah menginjak sepuluh tahun, maka dijelaskan bahwa ada dosa dan keburukan yang Allah siapkan bagi yang meninggalkan sholat, sehingga ia takut untuk meninggalkan sholat.
Wallahu A’lam

 

Darul Siswanto
Darul Siswanto
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru