29.1 C
Jakarta

Harakatuna.com: Media Rahmatan Lil ‘Alamin

Artikel Trending

Milenial IslamHarakatuna.com: Media Rahmatan Lil 'Alamin
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Tidak sedikit kelompok Islam (civil society) yang mendorong tegaknya syariat Islam di bawah kuasa khilafah Islamiyah. Di mana khilafah adalah konsep imamah atau manajemen kepemimpinan dalam Islam untuk mengatur persoalan politik (kekuasaan) yang kian menempatkan agama di atas daulat negara.

Di Indonesia, kita telah dihadapkan dengan masalah khilafah yang tergolong ekstrem dan radikal. Yaitu, pandangan yang kian mengemuka tentang pengaruh Pancasila terhadap penerapan syariat Islam dan khilafah. Fenomena ideologi transnasional ini tidak hanya masif di masyarakat, tetapi di media.

Urgensi wacana Islam rahmatan lil ‘alamin tenggelam di media massa. Islam rahmah yang dapat dikategorikan menggunakan pendekatan moderatisme keagamaan seakan-akan sirna. Padahal, ide segar ini sesuai dengan cita-cita luhur agama, yaitu mewujudkan Islam dan negara rahmah. Bukan khilafah.

Media sebagai sarana untuk menebar cara pandang keagamaan yang rahmah. Namun, kini media terkesan tampil hanya menjadi informasi yang provokatif, dan penuh ujaran kebencian yang berkarat hingga mengundang permusuhan dan perpecahan akibat aktivis kelompok yang mempolitisasi dalil khilafah di media.

Di era milenial, media massa terbagi dua. Pertama, media cetak/online. Kedua, media sosial (twitter, instagram, facebook, youtube, whatsapp). Keduanya semata-mata menjadi sarana bagi aktivis kelompok Islam puritan untuk mewujudkan misi politiknya, yaitu menegakkan ideologi khilafah.

Fenomena khilafah hanya dapat mendorong kelompok masyarakat pro terhadap tindakan intoleransi, ekstrem, dan aksi-aksi radikal. Sehingga problematika khilafah tanpa disadari oleh kita kian merubah tatanan dakwah yang rahmah bergeser kepada dakwah yang lebih memancing emosi dan amarah.

Menurut Muhammad Imarah mengatakan, dalam kaitannya dengan kepala negara atau penguasa pemerintahan, al-Quran tidak menggunakan term khalifah untuk menyebut seorang penguasa, melainkan term ulil amr. Term ini, menurutnya, telah digunakan pada masa paling awal dalam tradisi Arab Islam.[hal. 4]

Pada kenyatannya, term khilafah masih merajalela di pelbagai media atau situs-situs keislaman. Kelompok yang menggelorakan term khilafah di media menunjukkan darurat ideologi transnasional, ideologi impor ini memang tampak tergolong doktrin yang potensi perpecahannya sangat tinggi.

Parameter Eksistensi Harakatuna

Harakatuna hadir untuk mendorong kontra narasi terhadap fenomena intoleransi, ekstremisme, radikalisme, dan terorisme. Islam rahmatan lil ‘alamin sebagai acuannya. Di sisi lain, karena melihat perkembangan fenomena tersebut seolah-olah menjadi ancaman serius bagi ketahanan dan keamanan negara Indonesia.

Masalah demikian, memang dominan mudah dikonsumsi oleh publik dan cepat direspon secara positif oleh masyarakat awam dan generasi milenial tanpa harus melakukan klarifikasi (tabayyun). Sehingga Harakatuna muncul sebagai media dakwah yang menggunakan pendekatan moderatisme (tawassuth).

BACA JUGA  Overdosis Ajaran Radikal Manipulatif di Media Sosial

Apalagi pasca banyak lembaga penelitian yang melaporkan hasil penelitiannya tentang respon masyarakat Indonesia terhadap ideologi khilafah yang semakin bertumbuh positif. Tentu persoalan ini sangat serius, dan membutuhkan efisiensi waktu untuk mencegah masalah tersebut secara efektif.

Pun gerakan dakwah Harakatuna sangat korelatif jika meminjam bahasa yang lebih elegan adalah istilah yang pernah ditulis oleh Gus Nadir “Saring Sebelum Sharing”. Artinya, menyaring sebuah informasi itu (media) sangat penting. Apalagi isu seputar agama yang terkesan sensitif di mata publik.

Sebagian media belakangan ini banyak menawarkan informasi yang provokatif, dan membuat pembaca di kalangan milenial mudah terpapar dan terjebak oleh isu-isu yang membuat sikap kita semakin intoleran, ekstrem, dan radikal. Bahayanya, jika informasi seputar khilafah sampai ke alat komunikasi masyarakat awam.

Media Keislaman dan Kebangsaan

Dalam setiap pekan, hampir tiap hari Harakatuna sebagai media atau situs keislaman mengobarkan spirit nasionalisme dan resolusi jihadnya melawan siapapun atau kelompok manapun yang mendukung intoleransi, ekstremisme, radikalisme, dan terorisme. Terutama kelompok yang berideologi khilafah.

Situs keislaman Harakatuna hadir karena menawarkan model pemikiran keislaman yang moderat (tawassuth), toleran (tasamuh), seimbang (tawazun), dan berkeadilan (taadul). Semua visi ini memiliki kekhasan, bahwa dalam simbol Harakatuna terdapat hastag, yaitu “Merawat Ideologi Bangsa”.

Misi Harakatuna sesuai denga misi keagamaan, yaitu mendorong penguatan paham keberagamaan yang toleran dan berdasarkan prinsip-prinsip Islam rahmatan lil ‘alamin. Media Islam rahmah ini mengajak masyarakat dan generasi milenial Indonesia untuk berprilaku sopan dan santun selaku pengguna media sosial.

Setiap isu politik yang dikemas dengan identitas keagamaan, maka yang terjadi adalah perpecahan dan permusuhan yang potensial menghancurkan kebhinekaan negara Pancasila. Sehingga hal ini merupakan tugas kita bersama, dan Harakatuna untuk membendung kaum ekstremis, radikalis, dan teroris.

Resah, gelisah, dan gundah sungguh memotivasi gerakan dakwah Harakatuna untuk mewujudkan dan menyegarkan Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin. Kedepan dengan penulis Harakatuna, media Islam lain dan media konvensional setidaknya berkiblat secara model pengembangan kontra narasinya.

Paling tidak, hadirnya Harakatuna dapat membantu pemerintah untuk mengentaskan fenomena media Islam yang kerap kali memproduksi narasi-narasi kebencian dan perpecahan. Apalagi sampai kemudian merusak kebhinekaan. Hal ini perlu menjadi kewaspadaan kita kedepannya demi kejayaan nusa dan bangsa Indonesia.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru